tiga puluh sembilan

18 3 0
                                    

"I heard you met Liz at Dana's wedding yesterday."

Wonyoung berujar ketika ia hanya berdua dengan Rei sekarang, sementara semua orang sedang mendekat ke tungku api dan mencegah tangan Junghwan agar tidak menghabiskan semua dagingnya lebih dulu.

"Shes crying and talk a lot." Ucap Rei dengan bibir mengerucut ketika mengingat kembali betapa kacaunya Liz kemarin. "Dia meminta gue buat melupakan semua yang terjadi di masa lalu dan hal yang bikin gue nggak habis pikir adalah dia meminta gue melepaskan Ni-ki dari rasa bersalahnya dan menyalahkan gue karena hubungannya. Emang dia pikir gue siapa?"

Wonyoung mendengarkan dan ia menyadari kekesalan dalam suara Rei. "Apa hubungannya Ni-ki merasa bersalah sama lo dan hubungan mereka?"

"Wonyoung, poin pentingnya dia kelihatan nggak merasa bersalah sama sekali." Tegas Rei dan Wonyoung bertanya lagi.

"Sekalipun? Jawabannya akan beda kalau ternyata dia memang merasa bersalah untuk itu."

Rei terdiam untuk berpikir, dan ia menoleh kepada Wonyoung. "Gue nggak yakin. Tapi mungkin tiga kali dia menatap gue seperti menahan sesuatu."

"Waktu gue ketiduran di rumah pohon, sepulangnya gue dari Namhae, dan terakhir kemarin." Ucap Rei diikuti desah panjang Wonyoung yang entah mengapa membuat Rei menjadi gelisah sendiri. "Nggak mungkin, kan?"

"Even though its true, lo nggak perlu melihat ke belakang dan fokus sama apa yang terjadi di masa ini." Jawab Wonyoung sambil menggenggam tangan Rei meyakinkan.

"Jang Wonyoung, listen."

Mereka berdua menoleh ke belakang dan mendapati Haruto sedang memperhatikan mereka dengan dingin dan katanya. "How dare you to hold my girlfriend's hand like that?"

Wonyoung mengerjap, ia kemudian melirik hal yang dimaksud Haruto sebelum membulatkan mulut. "Memangnya ada yang salah?"

"Ada." Jawab Haruto yang kini meletakan tangannya di kepala Rei dan menyahut. "Pacar gue pernah bilang, dia suka sama lo dan kalo lo belum tunangan, dia bakal menjadikan lo pacarnya."

Rei memutar kedua bola matanya sementara Wonyoung tergelak. "Lo juga memberitahu dia tentang hal itu?"

"Dia bilang dengar rumor kalau gue suka sama cewek. Gue jawab aja apa adanya." Rei menghela napas. "Kalau aja Yujin-eonnie nggak lagi di Thailand dan Jake nggak lagi sibuk, mereka pasti ada di sini juga."

"Nggak masalah, bukannya yang paling penting itu kita berdua?" Ucap Haruto dengan nada berbeda di dua kata terakhirnya. Rei mengerjap dan mengangguk, ia kemudian mengacungkan kedua jempolnya. "You're right, B. The most important thing is us."

Haruto mengusap puncak kepala Rei sayang dan memberitahu. "Makanannya udah jadi, dan tinggal ditata sekarang. Ayo pindah ke sana."

Rei bangkit berdiri dan membiarkan Haruto merangkul bahunya yang diikuti Wonyoung di belakang mereka yang tersenyum saja menonton.

"Duh, harusnya gue ajak Kakak ke sini juga." Protes Wonyoung pura-pura, dan Haruto membalasnya dengan senyum mengejek yang menyebalkan sementara Rei diam saja.

Ia memikirkan pembicaraannya dengan Wonyoung tadi dan memikirkan kemungkinan Haruto telah mendengar pembicaraan mereka.

....

....

"Nggak asik kalau belum main truth or dare nggak sih?" Seloroh Jeongwoo sambil bertolak pinggang ketika mereka sudah menghabiskan semua makanan yang ada malam ini.

J mendecak dan menarik lelaki bongsor itu duduk. "Nggak usah macem-macem, Woo. Duduk aja di sini."

"Gue nggak keberatan. Ada banyak hal yang mau gue tanyakan sama seseorang." Sahut Haruto yang tidak hanya membuat J terkesiap namun juga Rei di sebelahnya yang mendadak kaku. J menatap Rei dan Rei menatap J seolah mereka sedang bertelepati.

B; rei • haruto (fanfiction)Where stories live. Discover now