tiga puluh dua

22 1 0
                                    

Rei tidak tahu ia akan bertemu Jake di salon hari ini dan ketika ia melihat lelaki itu melotot saat melihatnya dan bersiap kabur seolah punya salah. Rei segera berlari mengejarnya dan menendang tempurung lutut Jake dari samping sehingga lelaki itu tumbang dan mengerang.

"YOURE SO RUDE, BITCH!" Jake masih memegangi kakinya kesakitan dan ia menambah kadar dramatisnya ketika Rei sudah berjongkok menatap wajahnya galak. "Oh, I think I'll be limping forever."

"Lo pasti punya salah kan sama gue makanya kabur?" Salak Rei yang membuat Jake berguling memunggunginya sebelum kembali mengaduh. Rei menjambak rambutnya kesal. "Jawab! Lo buat salah apa?"

"Oh, jadi lo nggak tahu salah gue apa?" Jake menoleh sambil mengerjap lugu. Rei bersiap mencakar wajahnya karena kesal dan Jake buru-buru memutar tubuhnya sebelum mengesot menjauh. "Stay away from me."

"Apa lo dalangnya?" Rei mengingat-ingat kunjungan terakhirnya di Fabulo Club sebelum tersadar kalau itu adalah malam yang membuat Haruto mengurusnya. "LO PASTI DALANGNYA!"

"Dia bilang mau balas budi sama lo! Dia sendiri yang menawarkan! Gue juga-oh! Gue juga memotret plat mobilnya buat jaga-jaga kalau lo diculik. Nih kalo nggak percaya!" Jake menunjukan foto di layar ponselnya dengan gelagapan dan sambil mengumpat karena Rei benar-benar dalam mode yang membuatnya takut.

Rei melihat plat mobil tersebut, dan ia berakhir memutar kedua bola mata. "Harusnya lo melempar gue ke taksi seperti biasanya."

"Nggak ada taksi yang lewat malam itu. Sumpah! Udah gue tungguin juga kok!" Jake kemudian mendekatkan diri dan bertanya penasaran. "Nggak ada sesuatu yang terjadi kan malam itu? Apa malah ada yang terjadi?"

Rei menyunggingkan senyum bengis dan Jake tahu ia harus kembali menarik diri menjaga jarak aman.

"Dia kelihatan kayak laki-laki gentle, makanya gue nggak terlalu khawatir ngebiarin lo pulang sama dia. I'm glad to see you're still alive and well. Itu artinya keputusan gue malam itu adalah hal yang tepat."

"Kalau begitu kenapa lo kabur ketika melihat gue tadi?" Sahut Rei sinis. Ia kini berdiri dan mendekati Jake sambil mengulurkan tangan membantunya berdiri. Jake kelihatan ragu, tapi Rei melototinya dengan galak. "Cepet. Mau gue bantuin apa nggak?!"

"Fine! Fine! Jangan galak-galak dong!" Gerutu Jake yang meraih uluran tersebut dan berdiri dengan tertatih. Rei meletakan lengan Jake di bahunya dan melirik kaki lelaki itu sedikit bersalah. "Apa gue menendangnya terlalu keras?"

"Masih nanya? Gue sempat ngerasa nggak punya kaki untuk sesaat."

"Sorry." Gumam Rei namun terlihat benar-benar menyesal. Jake tentu saja langsung menahan senyum dan berdeham. "No worries. Anggap aja impas."

"Impas dari Hongkong." Geram Rei kembali kesal. Ia mendongak menatap Jake sehingga lelaki itu kini bisa melihat wajahnya yang belang dan tidak lagi dapat menahan tawanya. "Whats wrong with your face!"

"Its your fault!"

"Emangnya apa lagi yang gue lakuin?!" Seru Jake terkejut. Rei tidak langsung menjawab dan membuang muka dengan helaan napas kesal. "Kalau aja lo nggak membiarkan dia bawa gue pulang, dia nggak bakal tahu lebih banyak tentang gue."

"Did he know?" Tanya Jake cepat. "How come? Dia cuma mengantar lo pulang."

Rei mengedikan bahu. "Malam itu gue demam, dan kayaknya gue meracaukan hal-hal yang seharusnya nggak dia dengar. Now, he looks like he wants to know my life."

"Is it another words to says he loves you?"

"Gue rasa dia cuma penasaran." Rei berdeham dan ia berhasil menyembunyikan nada sedihnya dengan baik. "If he finds out about my past and how messed up my life is, he will definitely leave. Tinggal tunggu waktunya." Katanya yang kemudian menyadari kalau lelaki itu sudah menghilang tanpa kabar selama beberapa hari terakhir.

"Sorry for that." Gumam Jake lagi. Lalu ia mengerutkan alis ketika sadar hal itu tidak menjawab pertanyaannya. "Terus apa hubungannya sama muka lo yang belang?"

"Setelah malam itu, malam berikutnya dia mengajak gue ke Namhae dan kita main di pantai seharian. Gue juga nggak bawa sunscreen. Jadi hasilnya ya begini!" Keluh Rei yang kini beralih menatap bayangan wajahnya di kaca beberapa toko yang mereka lewati.

"Dia tiba-tiba mengajak lo ke Namhae?" Jake membulatkan mulutnya dan Rei mengangguk. "Mm-hm."

"Lo yakin nggak ada hal yang lo lewatkan dalam cerita lo?" Selidik Jake yang membuat wajah sampai telinga Rei memerah karena mengingat apa yang dirinya dan lelaki itu lakukan di lantai dua Perpustakaan Jo Serim sebelum pertengkaran mereka. "OH MY GOD. Wajah lo semakin gelap! Apa lo akan berubah jadi Hulk?! Apa main di pantai tanpa perlindungan sunscreen dan sunblock bisa membuat seseorang jadi Hulk?! Gue pikir, tenaga lo ketika menendang gue tadi benar-benar terasa seperti tendangan Hulk!"

Jake mengoceh panjang lebar dan Rei membungkam mulut lelaki itu dengan telapak tangannya kesal. "Stop it! Stop talking about Hulk, you dumbass!"

Jake tadinya meronta dan tidak mendengarkan, namun kemudian ia tiba-tiba berhenti dan berdiri di depan Rei seperti tembok.

"What are you doing now?"

"Gue mau mencari tanda-tanda kelainan Hulk di wajah lo."

"Lo pikir gue percaya?!" Rei mengomel dan berusaha melongok apa yang Jake tutupi darinya. Benar, Rei yakin lelaki itu sedang menutupi sesuatu darinya, dan benar saja.

Wajah Rei mengeras ketika mendapati seorang wanita yang memiliki wajah yang mirip dengannya tengah menatapnya dari kejauhan tanpa ekspresi.

"You shouldnt see her."

"Why?" Sahut Rei pahit. "Biar bagaimana pun, dia Mama gue."

"Jadi lo nggak perlu menutupi dia dari gue, Jake." Ucap Rei yang kemudian menepuk bahu temannya itu pelan. "Sorry for today, gue nggak bisa mengantar lo ke mobil."

"Lo mau menemui dia?" Jake menahan lengan Rei dan tampak sangat tidak setuju. "Gue pikir itu bukan ide yang bagus."

"I know her, Jackie. Shes my Mom. Pasti ada alasan dia ada di sini menunjukan diri. And I wanna know the reason even if its a lie."

B; rei • haruto (fanfiction)Where stories live. Discover now