tiga puluh satu

24 3 0
                                    

Itu adalah seorang wanita.

Haruto sedang memikirkan hal yang mengganggunya sejak kemarin di dalam studio ketika sebuah tangan terjulur di depan wajahnya. Tangan itu bergerak menagih sesuatu dan Haruto melengos. "Semua yang kembaran gue katakan itu nggak benar."

Jeongwoo mendecak sengit karena lagi-lagi ia menghadapi sikap keras kepala seorang Watanabe Haruto siang ini. "Sejak pertama kali lo kepikiran membawa Rei ke Namhae, lo harusnya udah tahu lo suka sama dia."

"Gue membawanya ke sana bukan karena gue suka sama dia." Sahut Haruto keras kepala. "Gue membawanya hanya karena ingin membawanya ke sana."

"Oke. Kalau gitu apa hal yang membuat lo tergerak membawa Rei ke Namhae dan menyetir sendirian selama empat-jam-kurang-sepuluh-menit-itu-juga-kalau-jalanannya-lancar, Mr. Denial?"

Haruto tidak suka julukan baru yang diberikan Jeongwoo kepadanya. Namun ia tidak berniat memberitahu perihal mata-mata yang mengintip dirinya dan Rei di Perpustakaan Jo Serim dua hari yang lalu. Tidak, ketika ia dalam posisi mencium bibir wanita itu.

Sial.

Haruto membasahi bibirnya yang kering karena ia mendadak menginginkan... menginginkan... menginginkan apa?

"Nggak ada."

"Damn. Batu aja kalah keras sama kepala lo." Gerutu Jeongwoo yang kini menurunkan tangannya dan beralih memegang pinggiran meja karena gemas. "Lo lupa? Dulu waktu lo masih pacaran sama Sullyoon dan dia ngajak lo ke Namhae naik pesawat aja lo ogah karena capek. Terus, sekarang lo bela-belain ke Namhae bawa mobil dan nyetir sendiri buat cewek yang bukan pacar lo dan lo masih ngotot bilang nggak suka? Ada yang salah sama otak lo. Serius."

"Gue nggak ditolak." Haruto yang duduk kini mendongak menatap Jeongwoo dengan kerlipan tak tahu malu. "Seenggaknya tunggu gue denger jawabannya dulu,"

"You WHAT?"

Haruto langsung bangkit menyambar kunci mobil range rover biru tua kesayangannya yang baru saja keluar dari bengkel dan berlari keluar menghindari amukan Jeongwoo yang tertahan karena otak lelaki itu yang kesulitan mencerna jawabannya.

"Woy sialan. Perjanjiannya EITHER YOU CANT GET HER OR YOU FELL FIRST maka mobil butut itu jadi punya gue!"

Haruto tidak memedulikan protes temannya dan kini mengendarai mobilnya ke suatu tempat tanpa berpikir lagi. Ia harus menemui orang itu untuk mencari tahu, dan seperti dugaannya orang itu sedang duduk di dekat dinding kaca kafe Drawn To Me sambil berkutat dengan macbooknya.

Haruto menarik kursi di depan orang yang pernah ia sukai beberapa tahun yang lalu, tepatnya ketika merasa masih remaja dan berada di tingkat terakhir sekolah menengah atas. Kisah mereka tentu saja tidak pernah dimulai karena wanita itu menolaknya terang-terangan dengan cincin di jari manis wanita itu.

Jang Wonyoung menatapnya dengan kedua alis terangkat yang kemudian diikuti senyum seolah wanita itu mengerti alasannya datang kepadanya.

"Whats going on? I mean, with your face."

Haruto menahan diri buat tidak mengumpat karena lagi-lagi wajah belangnya dibahas orang lain. "Doesnt matter."

"Lo habis ke pantai tanpa persiapan apapun?" Kekeh Wonyoung yang hanya dibalas wajah kusut Haruto. "Gue ke sini bukan untuk membahas muka belang gue bersama lo."

"Kalau gitu karena apa?"

Haruto diam sejenak dan melirik sekitar seperti sedang memastikan sesuatu sebelum ia memajukan tubuhnya dan berkata. "What do you know about what happened two years ago?"

"In whose life?" Wajah Wonyoung menjadi serius dan Haruto tahu ia hanya pura-pura tidak tahu.

"You know who."

"No. Im not."

"Rei."

Wonyoung menatap Haruto lurus dan ekspresinya menjadi datar. "Gue nggak mengerti. Kalau lo penasaran dengan kehidupan Rei, lo harus tanya kepada orangnya sendiri bukan datang kepada gue."

"Gue nggak bisa."

"Kenapa nggak bisa?"

Haruto menarik dirinya dan membuang muka sesaat sebelum Wonyoung berkata dengan serius.

"I think this time I was wrong."

"For what?" Haruto tidak menyukai nada menusuk yang diberikan Wonyoung kepadanya seolah ia melakukan kesalahan besar.

"Have you been around Rei all this time just out of curiosity about her past?" Tuduh Wonyoung dan Haruto tercengang. "If so, you better stay away from her."

"Kenapa gue harus menjauh dari dia?"

"Karena lo nggak menyukai dia."

"You dont know anything about my feeling." Balas Haruto sengit sambil menyipitkan mata.

Wonyoung membalas dengan pertanyaan sarkasme. "So, do you love her?"

Haruto lagi-lagi tidak bisa menjawabnya sehingga Wonyoung memilih merapihkan barang-barangnya dan bersiap pergi karena ia tidak yakin Haruto mau pergi kalau ia mengusirnya.

"You dont get anything after knowing her past, Watanabe. Jadi berhenti mengorek masa lalunya."

"Dia bilang ayahnya selalu mengirim mata-mata buat mengawasinya selama dua tahun terakhir, dan apa lo tahu alasannya?" Haruto mengatakan hal tersebut dengan dingin dan ia tahu kata-katanya sesaat menghentikan Wonyoung. "Her father doesn't want her to be like her mother and I don't fucking understand what it means."

"Gue membawanya ke Namhae kemarin, dan ada seorang wanita yang mengikuti kita sepanjang hari. Gue nggak tahu dia nggak menyadarinya atau pura-pura buat nggak menyadarinya karena yang gue tahu dia pasti lelah. I know shes fucking tired. She must be tired because someone invaded her privacy. Tapi lo tahu apa yang bikin gue jadi sangat kesal?"

"Sekalipun dia lelah, dia nggak punya pilihan selain mencoba untuk terbiasa." Haruto mengepalkan tangannya yang berada di dalam saku hoodie abu-abunya dan sekalipun ia tidak menoleh ke arah Wonyoung. Haruto tahu kalau wanita itu mendengarkannya. "Do you still think I don't need to know her past?"

"I have to protect her. I want to protect her. But how can I do it without knowing anything?"

"Do you think that by coming to me and asking about her past you are not intruding on her privacy? Did she ask you to protect her? I guess not. Jadi berhenti berdalih untuk melindunginya ketika lo hanya penasaran. Because you will only hurt her for doing all this without being asked." Tandas Wonyoung sebelum benar-benar pergi dari sana.

B; rei • haruto (fanfiction)Where stories live. Discover now