tujuh

23 4 0
                                    

"Its been a two years, i guess?"

Dana menceletuk ketika akhirnya mereka berhadapan untuk makan siang setelah menghabiskan banyak waktu di dalam kolam untuk berenang.

Dua tahun yang lalu, ia dan Rei pernah dipasangkan menjadi tim duet di sebuah ajang kompetisi synchronized swimming bergengsi. Harusnya setelah memenangkan perlombaan mereka kembali maju mengikuti seleksi dan bergabung menjadi tim nasional dua tahun yang lalu bersama-sama, namun secara tiba-tiba Rei mundur dan menarik diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan renang.

Dana ingat kalau dua tahun yang lalu, semua orang bertaruh Rei akan menjadi bintang di cabang olahraga tersebut. Gadis itu tidak hanya bekerja keras namun juga berbakat. Jadi, keputusannya mundur tiba-tiba banyak disayangkan oleh orang-orang.

Tapi seseorang yang terlahir menjadi bintang, kemana pun dia berada, ia akan tetap menjadi seorang bintang. Buktinya, Rei tetap baik-baik saja dengan atau tanpa mereka.

"Ya, its been a while. I know its late, but congratulations on your gold medals." Ujar Rei kepada Dana dan temannya itu tersenyum dengan tatapan hangat kepada. "Thank you. Lo tahu nggak sih? Gue selalu nunggu lo berubah pikiran dan balik lagi ke tim."

Rei tersenyum membalasnya. "Lo lihat tadi, gue nggak sebagus dulu."

Dana tahu apa yang Rei katakan bukan bentuk untuk menyombongkan diri. Saat ia melihatnya sendiri tadi, Rei tidak lagi berenang seperti ia menyukainya namun seperti melampiaskan kemarahan yang sudah lama dipendam. Dana juga menyaksikan bagaimana Rei nyaris menenggelamkan dirinya sendiri karena kesalahan konyol dan kalau ia tidak menyelamatkan Rei, temannya itu sudah berada di rumah sakit saat ini.

"Kalau lo mulai latihan lagi..."

"Dana, i cant." Sergah Rei dengan cepat dan ia menatap makanannya gamang. "Ada sesuatu yang baiknya harus dilepaskan daripada dipertahanin kan?"

"Im sorry." Ujar Dana yang segera menyentuh jemari Rei dan menggenggamnya erat. Ia tidak lagi akan memaksa.

"So... hows your life?" Sahut Rei sebelum menyuap aglio olio yang menjadi menu makan siangnya hari ini dan Dana menunjukan jemarinya yang dihiasi oleh cincin dengan batu rubi yang menjadi matanya.

Ini kali kedua Rei melihat cincin di jari manis dua gadis berbeda dalam dua hari berturut-turut, dan senyuman Dana yang kelihatan bahagia ketika menjelaskan maksudnya membuat Rei terenyuh di tempat.

"Daniel melamar gue lima yang bulan lalu di Rio." Ucap Dana dengan semringah yang mengalir nyata. "At the end of this month I will get married, and guess what? Im pregnant!"

"Oh my—congratulation, D!" Seru Rei benar-benar terkejut. Ia kemudian menjadi panik sendiri ketika ia mengingat apa yang ia lakukan dengan mengajak wanita hamil berenang bersamanya. "Apa gue membuat keputusan yang salah? Apa harusnya gue nggak mengajak lo berenang hari ini? Lo pasti kelelahan kan? Oh my, gue bodoh banget ya? Im sorry...." cerocos Rei dengan cepat.

Dana tertawa dan ia menenangkan temannya yang heboh sendiri sambil tersenyum menatap orang-orang yang jadi menoleh ke meja mereka karena keributan yang ditimbulkan.

"Im okay, im happy to meet you. Gue kangen banget sama lo, tapi gue selalu ragu buat menghubungi duluan. Its my bad, harusnya gue lebih berani, Rei."

"No no no, bukan salah lo." Rei menggeleng. "Gue yang menarik diri setelah sekian lama, dan gue minta maaf karena nggak ada di sisi lo selama dua tahun belakangan. Tapi jujur, im happy for you. Once again, congratulation."

Dana tersenyum dan mengusap perutnya sayang. "Gue harap anak gue bakal jadi perenang berbakat seperti lo."

Rei menggeleng dan menyahut serius, "Dia akan sangat berbakat karena ibunya adalah lo. Omong-omong, udah berapa minggu?"

"14 weeks."

"Oh my God." Gumam Rei lagi. Dana tergelak saja karena reaksi gadis itu dan ia kini balik bertanya. "Lo sendiri gimana? Ada kemajuan sama Niki?"

"Why Niki?" Sahut Rei dengan dua alis terangkat spontan. Ia kemudian menggeleng tidak mau mengakui ketika Dana melotot dan memperjelas kata-katanya. "Bukannya dulu lo suka banget sama dia? You adored him so much."

"Gue nggak begitu." Rei mengerecutkan bibirnya dan terus menggeleng. "Im still single. Dan dia baru aja punya pacar baru,"

"Oh sweety," Dana memberinya tatapan prihatin dan Rei mendecak pelan sambil mengibaskan tangan. "Gue nggak sedih sama sekali mau dia pacaran sama temen gue ataupun stranger. Gue nggak peduli sama kisah cinta dia."

"What happened?"

"I just hate him." Jawab Rei seadanya dan kembali menyantap makanannya dengan tenang dan ia segera mengganti topik pembicaraan mereka tentang bagaimana Daniel melamar Dana di Rio de Jeneiro sebulan yang lalu yang tentunya disambut baik oleh Dana.

Dana membagikan kisah bahagianya dan hal itu sedikit banyak mampu mendistraksi pikiran Rei dari hal yang mengganggunya.

Sementara di bagian lain restoran, J sibuk mencecar saudara kembarnya prihal apa yang dikatakan Yoon tadi pagi.

"Are you sure? Lo beneran selingkuh dari seorang Rima?"

"Lo percaya sama Yoon?"

"Jadi lo selingkuh atau nggak selingkuh? Kalau lo jawab yang pertama, gue colok mata lo sekarang."

Haruto menggeleng dengan sebal, "Gue cuma minjemin baju gue ke Nina karena waktu itu dia basah kuyup kehujanan habis itu mengantarnya pulang. Rima salah paham dan nggak mau percaya, dia bilang gue brengsek dan nggak pernah berubah seperti kata orang-orang. Apa gue harus mempertahankan hubungan sama orang yang nggak percaya sama gue? Gue rasa nggak."

"Terus kenapa lo nggak bilang yang sebenarnya ke Yoon tadi pagi?"

Haruto mendengus, "kita berdua tahu gimana bencinya dia sama gue, lo pikir dia bakal percaya?"

"Nah, gue rasa gue tahu masalah lo sekarang." Decak J tak habis pikir. "Lo selalu ngebiarin mantan pacar lo membuat spekulasi sendiri sampai mereka ngebenci lo, Brother."

"Itu urusan mereka, bukan urusan gue."

"Itu sebabnya reputasi lo buruk di kalangan cewek-cewek tahu nggak?"

"Sekalipun begitu gue selalu dapat yang cantik kan?" Balas Haruto jenaka sementara J menimpuk kembarannya dengan sepotong kentang goreng sebal.

"Sial, lo benar."

Haruto tersenyum puas dan ia melanjutkan makanannya dengan hening sampai beberapa detik kemudian J mengeluh.

"Kenapa gue nggak seberuntung lo dalam hal percintaan ya, To?" Kata J dengan bibir mengerucut. "Kenapa nggak ada cowok yang ngedeketin gue sampai detik ini coba?"

"Itu karena lo spesial." Jawab Haruto dengan cepat. "Lagian, bukannya yang terbaik selalu datang belakangan?"

"Bullshit." Gerutu J yang langsung menyumpal mulut kembarannya dengan beberapa potong kentang goreng.

B; rei • haruto (fanfiction)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora