dua belas

20 6 0
                                    

"Lo bilang nggak akan memarahi klien lo." Ujar Haruto satu minggu kemudian di tempat yang sama ketika Rei terlihat kesal melihatnya.

Tentu saja gadis itu kesal. Haruto membuatnya merevisi desain secara terus menerus dan Rei yakin lelaki itu sengaja mengerjainya.

"Seminggu yang lalu lo bilang akan menjunjung tinggi profesionalitas. Kenapa kesal begitu?"

"Apa lo sengaja mempermainkan gue?"

"Apa lo kesal?" Haruto menyeringai dan Rei menyentak kepalanya dengan kesal. "Lo kesal. Tujuan gue berhasil kalau begitu."

"Lo sadar nggak sih kalo lo itu sangat kekanakan?" Semprot Rei dengan emosi. Ia tidak menutupinya lagi. "Lo sendiri yang nggak bisa bedain mana urusan pribadi dan mana urusan pekerjaan dan lo pikir bisa berlindung dibalik kata-kata gue minggu lalu? Youre a childish."

"So, youre mad." Kata Haruto tidak terganggu.

"Gue nggak mau melanjutkan proyek ini dan bekerja sama bareng lo." Tukas Rei dengan wajah memerah. "Lo benar, gue nggak profesional. Terus apa? Gue bisa cari klien yang waras dibanding ngeladenin lo."

Haruto menusuk pipinya dengan lidah sebelum menegakan diri dengan ekspresi serius. "Lo mau kita profesional? Fine."

Rei masih diam dan ia masih menatap Haruto seolah ia bisa melahapnya. Tapi Haruto dengan kalem menyodorkan tangannya, "Saya Watanabe Haruto, founder sekaligus owner Maki-Naki. Maaf atas keterlambatan saya, apa kita bisa langsung memulai rapatnya?"

Gerutuan gadis itu yang terdengar tidak jelas membuat Haruto nyaris menyunggingkan senyum puas namun ia menahannya dengan baik agar tidak membuat Rei semakin marah.

Rei mengeluarkan iPadnya dan untuk pertama kalinya mereka berdua bicara seperti orang dewasa yang waras.

Gadis itu mungkin bertanya-tanya mengapa Haruto selalu membuatnya kesal dan membuat ubun-ubun kepalanya panas seperti dibakar dan Haruto sendiri tidak bisa menjawabnya. Ia suka saja merencanakan hal-hal yang memancing emosi Rei seperti bagaimana gadis itu yang dengan mudah menyinggung egonya.

Membalas Rei harus dengan perencanaan matang namun gadis itu melancarkan aksi tanpa harus dipikirkan. Haruto nggak bisa menerimanya. Tentu saja, dia harus menjadi orang yang selalu mengambil kendali, bukan sebaliknya.

Setidaknya kali ini mereka menyelesaikan satu pekerjaan dengan cepat—tepat setengah jam sebelum jam makan siang.

"Terima kasih atas waktunya. Saya akan mengirimi hasil finalnya paling cepat nanti malam dan selambat-lambatnya pukul 12 siang." Kata Rei dengan formal sembari merapikan barang-barangnya dan memasukan ke dalam tas.

Haruto mengangguk saja. Ia kemudian ikut berdiri menyusul Rei sebelum dengan ragu bertanya dengan informal—kembali ke asalnya. "Apa lo mau makan siang bersama? Dont get me wrong, gue nggak lagi menggoda lo ataupun berniat mendekati lo."

"Oh shit." Umpat Haruto dengan sangat pelan karena Rei melihatnya seperti ia adalah orang paling aneh. "Lupain aja. Gue cuma basa-basi." Sambung Haruto sambil mengibaskan tangan.

Rei tidak menyahuti apapun. Ia mengabaikannya dengan baik seperti yang Haruto minta. Jadi setelahnya, Rei berbalik pergi dan benar-benar meninggalkan Haruto yang berdiri kaku di tempat sambil tersenyum masam.

"Fine. Gue bisa mengajak My JJ kalau dia nggak mau." Ucap Haruto kepada dirinya sendiri. Ia merogoh saku celananya menghubungi kembarannya tanpa berpikir lebih lama.

"Whats up?"

"Where?" Balas Haruto dengan sebuah tanya. Ia berjalan keluar dari kafe Ce & Coffee yang mulai semakin ramai dengan orang-orang kantoran karena kafe tersebut memang berada di sekitar gedung perusahaan aktif.

"Walk & Won. Kenapa?" Sahut J dengan santai sementara Haruto mengerutkan alis dan bertanya curiga. "Ngapain di sana?"

"Melihat-lihat galeri lukisannya."

"Oh, bukan karena ada janji dengan seseorang?"

"Sama Yoon? Nggak, dia lagi piknik sama pacarnya. Kalau Jeongwoo, bukannya lo lagi menyuruh dia kerja rodi di studio kalian?"

"Kerja rodi apanya?" Gerutu Haruto. "Lo tunggu di sana, gue nggak jauh. Kita makan siang bareng."

"Oke. Eh? Hai," ujar J sebelum ia menutup sambungan teleponnya spontan. Haruto tentu saja merasa janggal, kembarannya terlihat menyapa seseorang walau terdengarnya samar. Tapi ia memilih tidak meneleponnya balik dan cepat-cepat menyusul ke gedung Walk & Won yang letaknya kurang dari satu kilo meter dari tempatnya berada.

J sendiri memang benar-benar menyapa seseorang. Mata besarnya semakin melebar ketika mendapati Jungwon yang semula tengah mengobrol dengan salah satu personal assistennya kini sedang menatap ke arahnya.

"Hai." Jungwon membalas dan J mendekat kepadanya diikuti kepergian personal assisten lelaki itu. "Apa kamu senggang?"

"Ya. Ini jam makan siang." Jawab Jungwon tanpa melirik jam tangannya sama sekali. J mengembungkan pipinya sejenak dan kepalanya berputar mengamati lukisan-lukisan tersebut. "Saya datang buat melihat-lihat galeri. Kalau kamu?"

Jungwon terdiam sesaat, dan J menunggu lelaki itu memberi jawaban. "Work."

"Ah ya tentu saja. Bodohnya aku." Gumam J sambil mengangguk-angguk. Ia tidak pintar mengobrol, jadi ia menyuarakan pikirannya begitu saja. "Saya sedang menunggu Haruto. Kami berencana untuk makan siang bersama,"

...

...

J menggigit bibir bagian bawahnya kikuk karena Jungwon hanya diam sambil menatapnya. "Apa kamu juga mau bergabung bersama kami? Tentu saja aku mengerti kalau kamu sibuk dan tidak punya waktu, jadi jangan sungkan buat menolak."

"Aku punya." Jawab Jungwon saat wanita itu tanpa sepengetahuannya sedang merutuki kata-katanya sendiri yang berantakan di dalam hati kini menatapnya terkejut. "Oh?"

"Mari makan siang bersama." Ucap Jungwon lagi.

B; rei • haruto (fanfiction)Where stories live. Discover now