dua puluh lima

31 3 0
                                    

"Udah selesai?"

Haruto bertanya kepada Rei karena ia melihat ponselnya sudah diletakan di atas nakas. Wanita itu menoleh dan mengangguk. "Mama lo titip salam juga buat lo."

"Kalian membicarakan apa?" Tanya Haruto lagi sambil melangkah mendekati Rei yang duduk di pinggir ranjang. "Nggak banyak. Mama lo menanyakan apa gue udah sehat karena kemarin malam katanya lo panik banget."

Haruto kehilangan kata-katanya dan Rei menyahut santai. "Lo nggak perlu khawatir gue takut salah paham, gue tahu alasan lo panik adalah karena takut jadi tersangka kalau gue mati. Lo udah mengatakannya tadi pagi."

"Well," Haruto nggak menambahkan atau mengoreksi dan mereka terlibat keheningan sampai Rei membuka suaranya lagi. "Im jealous."

"For what?"

"Mama sama Papa lo bercerai tapi mereka masih berhubungan baik dan keluarga kalian tetap harmonis." Jawab Rei sambil mendongak menatap Haruto. "Gue cemburu karena itu."

Jemari Haruto terangkat mengusap sebagian wajah Rei dengan ibu jarinya sampai wanita itu memejamkan mata dengan damai.

"Dulu kalau orang tua gue bertingkah romantis di depan gue, biasanya gue memutar kedua bola mata karena jengah dan merasa cheesy. Tapi sekarang, gue kangen dan kepingin balik ke masa-masa itu." Ujar Rei sebelum membuka matanya dan tersenyum pahit. "Oh, gue mulai meracau lagi. Apa gue demam?"

"Nggak." Jawab Haruto sambil menarik tangannya dari wajah Rei dan berdeham. "Lo harus tidur karena besok jadwal kita padat."

"Lo mau mengajak gue jalan-jalan?" Tanya Rei yang langsung menahan ujung piyama Haruto sebelum lelaki itu berbalik menuju sofa. "Ya."

"Kalau gitu jangan tidur di sofa. Sofanya terlalu kecil buat badan lo yang mirip raksasa. Tidur di sini aja, kasurnya masih luas meski dipakai berdua."

"Apa lo sadar lagi mengajak gue tidur bersama?" Sahut Haruto terkejut. "Lo nggak ingat tadi pagi lo bertingkah sedramatis apa?"

Rei memutar kedua bola matanya spontan. "Itu karena gue mabuk berat dan bangun di ranjang bareng orang lain tanpa ingat apapun. Lagian kemarin malam juga kita nggak ngapa-ngapain kan? Its okay. Tidur di sini aja."

Haruto tampak ragu, namun ketika Rei sudah bergeser dan memberinya ruang. Ia menurut juga akhirnya.

"Lo punya cerita tentang cinta pertama?" Tanya Rei saat mereka mulai diliputi keheningan sambil menatap langit-langit kamar. Haruto mengangguk. "Punya. Sahabatnya kembaran gue yang galaknya ampun-ampun."

"Gimana ceritanya?"

"Yaa, cinta monyet kayak biasa. SMP kelas satu kalo nggak salah, namanya Yoon, jadi dia ini dulu terkenal cantik banget. Awalnya gue nggak sadar naksir dia, sampai gue bete banget waktu dia jalan sama cowok lain. Pacarannya nggak lama sih, paling cuma dua minggu. Habis itu putus karena gue nggak suka diatur-atur apalagi disuruh belajar. Dia marah, gue juga males. Ya udah. Musuhan sampai sekarang."

Rei tergelak, "lo dan ego lo tuh bener-bener musuh sejuta umat."

"Gue tahu. Tapi walau begitu nggak ada yang kapok meski bad reviewnya banyak banget." Sahut Haruto yang jadi tersenyum geli saat Rei memasang wajah mau muntah kepadanya. "Lo tahu kenapa?"

"Kenapa?"

"Mereka pikir bisa mengubah gue jadi lebih baik, tapi akhirnya mereka lelah sendiri dan marah sama gue." Jawab Haruto santai. "Kadang ya, ada beberapa mantan gue yang posesifnya minta ampun dan kalau gue ketahuan jalan sama cewek entah apapun itu alasannya, mereka pasti nuduh gue selingkuh dan mulai ungkat-ungkit kata orang. Jadi gue biarin aja mereka berspekulasi sendiri sampai akhirnya tahu kebenarannya dari kata orang."

"Lucunya, tadi di perpustakaan gue bertingkah seperti mereka di depan lo dan lo bilang hal yang biasanya gue katakan kepada mereka." Lanjut Haruto yang kini kembali menatap Rei yang mendengarkan dengan baik dan ikut menceletuk. "Just believe what you want to believe. I dont fucking care."

"Ya." Haruto terkekeh. "Waktu lo bilang gitu, gue baru sadar senyebelin apa gue di mata mereka."

"Itu sih namanya lo kena karma."

Haruto mendekat dan mengecup singkat bibir Rei. "Nggak masalah kalau karmanya itu lo."

Rei memejamkan mata saat bibir Haruto kembali berada di atas bibirnya. Kali ini menciumnya dengan lembut.

Jemari kecil Rei meremas bagian depan piyama Haruto ketika lelaki itu sudah mengubah posisi setengah di atasnya untuk memperdalam ciuman mereka.

Rei menyukainya, dan bisikan samarnya adalah. "Just kiss me more."

Haruto menekan ciumannya lebih dalam dan ia menyukai setiap erangan yang keluar dari bibir Rei kala ia dengan sengaja menggigit bibir bawahnya. Haruto melumatnya lebih dalam, dan entah sejak kapan hawa dingin hujan menjadi hangat saat tubuh mereka saling merapat.

Haruto nyaris kehilangan kendali dirinya lagi saat ia merasakan jemarinya berada di kancing teratas piyama Rei, jadi sebelum ia benar-benar kehilangan akal sehatnya akan wanita itu, Haruto menarik dirinya dan bergumam tidak jelas. Its gone wrong.

Rei kelihatan bingung saat Haruto menghindari ciumannya dengan sengaja. "What?"

Haruto tentu saja tidak bisa bilang kalau wanita itu membuatnya mabuk dan hampir gila. Ia punya gengsi yang tinggi untuk dijaga. Jadi tanpa melihat ke arah matanya ia menyahut asal."Let me know about you."

"Tiba-tiba?"

"Nggak tiba-tiba. I just wanna know about you. A piece of you." Kata Haruto yang ia sendiri tidak tahu sedang jujur atau berbohong. Rei menghela napas pendek sebelum memgganti posisi kepalanya menghadap langit kamar mengikuti lelaki itu. "Mau tahu tentang apa?"

Haruto menoleh dengan tatapan terkejut yang tidak kentara karena ia pikir Rei tidak akan mau membuka mulutnya buat menanggapi atau mungkin mengusirnya dari ranjang.

"Apa Papa lo sering melakukan itu? Maksud gue, mengirim mata-mata buat mengawasi lo. Karena lo terlihat terbiasa dengan keberadaan mereka."

"Ya."

"Sejak kapan?"

"Nggak ingat. Tapi kayaknya sejak gue kabur dari rumah dua tahun yang lalu."

"Kenapa?"

"Kenapa karena gue kabur dari rumah atau karena dia memata-matai gue? Pilih satu karena gue mulai mengantuk."

"Kenapa dia memata-matai lo?"

"He doesn't want me to be like my mom. And guess what, I also just found out the reason today. He said it himself." Balas Rei yang justru menambah rasa penasaran Haruto. "Enough for today, good night."

Rei kini tidur menyamping dan memunggungi Haruto yang menatap belakang kepala wanita itu sebelum menyadari tato yang mengintip di bagian atas tulang sumsumnya.

Its a butterfly.

B; rei • haruto (fanfiction)Where stories live. Discover now