delapan belas

22 4 0
                                    

Sepulang dari Beijing, Wonyoung baru mendengar kabar mengenai Liz dan Ni-ki lewat foto-foto yang diunggah mereka berdua ke media sosial. Ia tentu saja langsung mencari tahu kebenarannya kepada orang yang bersangkutan, namun Liz sama sekali tidak dapat dihubungi dan terlihat menghindarinya. Jadi, ia bertanya kepada orang lain yang mungkin tahu mengenai kebenaran tersebut, ia menghubungi Yujin dan betul saja temannya itu langsung menceritakan semua yang terjadi kepadanya.

Wonyoung pikir ia mengerti sekaligus tidak mengerti.

"Bukannya Liz tahu hubungan Ni-ki sama Rei seburuk apa?"

"Theyre falling love for each other, Won." Ujar Yujin pasrah. "Im feeling bad for Rei."

Percakapannya dengan Yujin sore itu yang membuat Wonyoung pergi ke apartemen Rei keesokan harinya. Jadi begitu pintu apartemen dibuka setelah bel kedua dibunyikan, Wonyoung tidak dapat menahan perasaan leganya yang diikuti keterkejutan ketika ia mendapati Haruto berada di dalam sana juga.

"Oh my—" Wonyoung membulatkan matanya dan menatap terkejut dua orang yang sama terkejutnya dengan mereka. "What did i miss, Rei-chan?"

"You didnt miss anything." Sahut Rei dengan cepat mendorong Haruto keluar dan mengusirnya lalu menarik Wonyoung masuk ke dalam sebelum menutup pintunya secepat kilat.

Wonyoung menyeringai lebar, "Gue pergi sebentar ke Beijing dan kalian udah tidur bersama? Youre cool."

"No. Youre wrong. Gue nggak tidur sama raksasa menyebalkan dengan ego setinggi langit itu." Sungut Rei yang langsung berjalan menuju dapur untuk merapikan bekas makanannya yang lagi-lagi membuat Wonyoung salah paham. "I think im not wrong. Kalian makan ramyeon bersama!" Ujarnya yang langsung memindai meja dapur dan mendapatkan dua bungkus sampah permen.

"Is he a good kisser?" Tanya Wonyoung dengan polos sampai Rei bisa merasakan wajahnya yang memanas. "I dont know and i dont wanna know. Geez, i dont fucking care about him. Lo kan tahu gue nggak pernah bohong sama lo?"

"Gue tahu lo nggak pernah bohong. Tapi kali ini gue merasa gue sama sekali nggak bisa percaya." Ujar Wonyoung yang menjelaskan maksud kata-katanya dengan semangat dan senyuman lebar. "Pertama, dia ada di apartemen lo. Kedua, kalian makan ramyeon bareng. Ketiga, ada dua sampah bungkus permen di sini. Keempat, bibir lo bengkak. Kelima, lo baru mandi. Dan terakhir, wajah lo benar-benar merah seperti kepiting rebus. How can i believe in youuuu?"

"Oh god, tebakan lo salah semua." Gerutu Rei yang langsung meluruskan kesalahpahaman tersebut. "Pertama, dia ada di sini karena nggak sengaja terjebak mengurus gue yang mabuk semalam lalu out of nowhere berakhir demam tinggi karena nggak mau jadi tersangka kalau gue sampai mati. Kedua, kita makan ramyeon bareng karena memang cuma itu yang gue punya dan kita berdua kelaparan. Ketiga, kita baru makan masing-masing satu permen karena lo datang setelah itu. Keempat, gue makan ramyeon dengan bumbu sepedas setan bikinin lelaki itu. Kelima, gue baru mandi karena semalaman badan gue lengket sama keringat dingin. Dan terakhir, wajah gue memerah karena tebakan ngawur lo itu. So please, stop being a detective, Wonyoung."

"Nggak mau." Balas Wonyoung dengan geli. Ia kemudian meraih pergelangan tangan Rei dan mengajaknya duduk di sofa setelah meyakinkan temannya untuk meninggalkan cucian piringnya dulu. "Gue kesini karena gue khawatir sama lo setelah dengar kalau Liz dan Ni-ki you know..." kata Wonyoung ragu sebentar. "But look at you, lo kelihatan nggak sedih sama sekali dan lo dekat sama Haruto. Hes such a gentleman, lo tahu? Jadi gue nggak khawatir sama sekali karena lo punya orang seperti dia di sisi lo."

"Dia playboy dan harusnya lo nggak senang gue dekat sama dia."

"Nggak. Gue justru sangat-sangat senang karena lo dan dia ketemu orang yang tepat akhirnya." Sanggah Wonyoung dengan serius namun Rei jelas menganggapnya omong kosong. "Hubungan kita nggak seperti yang lo pikirkan. Asal lo tahu aja ya, setiap gue dan dia ada di satu ruangan yang sama kami pasti bertengkar."

"Thats it!" Seru Wonyoung seperti memenangkan lotere. "Dia nggak pernah bertingkah menyebalkan di depan orang lain dan selalu menjaga imej termasuk di depan gue. Okay, kadang dia memang sengaja bertingkah menyebalkan di depan mantan pacarnya yang kebanyakan benci sama dia setelah tahu karakter aslinya. Tapi dia cuma nunjukin karakternya yang sebenarnya di depan orang terdekat." Wonyoung kemudian menarik napas panjang dan melanjutkan. "Berdasarkan cerita lo, kayaknya alasan dia mengurus lo semalam bukan cuma sekedar dia takut lo mati ataupun jadi tersangka. Its totally bullshit. Dia peduli sama lo, sangat-sangat peduli sampai dia rela ngurusin lo semalaman."

"Wonyoung,"

"Yes, Rei-chan?"

"Berhenti mencuci otak gue." Balas Rei sambil menyipitkan mata tajam kemudian berdiri. "Lo mau minum apa? Kayaknya gue nggak punya hal layak buat disuguhkan deh. Udah seminggu lebih gue pulang ke rumah dan baru balik ke sini tadi malam."

"Oh my God." Wonyoung menutup mulutnya terkejut. "Itu kabar yang bagus! Lo pulang ke rumah?"

"Mm-hm."

"Tiba-tiba aja mau pulang?"

Rei mengangkat kepala dan menatap Wonyoung dengan tatapan yang pernah Wonyoung lihat dua tahun yang lalu; sengsara.

"Whats happen?" Tanya Wonyoung dengan khawatir dan jawaban Rei menusuk hatinya hari itu. "I make a deal with my Papa; if i go back home, i can make Ni-ki go out of my life."

"Now Ni-ki is really gone. He's in Connecticut to get his master degree. But i don't feel better at all, Wonyoung."

"Of course, i still hate him. But i also hate the fact i cant see him anymore." Tandas Rei dengan pahit.

B; rei • haruto (fanfiction)Where stories live. Discover now