Bab 15 ♛ Eye's Cant Lie

Start from the beginning
                                    

“Maafin saya, Bu.” Kepala Puput tertunduk.

“Ibu kasih hukuman hormat ke bendera sampai pergantian jam. Itu berarti Lima belas menit lagi.”

Dan akhirnya mereka berdua merayakan hari pertama menjadi pacar dengan dijemur berdua di lapangan sekolah.

“Pft….” Kesya terkikik geli setelah mendengar cerita Reyn tentang couple baru SMA Mahkota. “Ngukuk abiez, xixixi.”

Andai saja tadi ia bisa menonton kejadian fenomenal se-SMA Mahkota, sayang sekali ada kuis penutup bab kimia yang harus dikerjakan. Padahal kelas lainnya sudah istirahat duluan kurang dari lima menit sebelum bel istirahat berbunyi.

“Terus, kalian kapan jadian?” Tiga pasang mata tertuju kepada Mentari yang tersenyum polos.

“Pertanyaan lo buat siapa?” tanya Reyn.

“Elno sama Kesya, lah. Emang Reyn udah ada pasangan?”

Elno tersedak ludah, gadis itu memang dasarnya polos tidak bisa membaca situasi atau pura-pura tidak tahu. Sedangkan Reyn sibuk memegang dadanya, beracting seolah teramat sakit.

Sementara itu, Mentari tertawa iblis dalam hati, rasakan itu wahai anak muda yang selalu menghindari rasa cinta. Mata kalian tidak bisa berbohong. Saat kalian menatap satu sama lain.

“Ekhm, menurut kalian kenapa Revan terima Puput?” tanya Kesya, mengalihkan pembicaraan tentu saja.

Reyn mengelus dagu, “ada dua alasannya. Yang pertama buat seru-seruan aja. Kedua, Puput jadi pelampiasan dia.”

“Jahat banget!” pekik Mentari.

“Cowok emang gitu, ya?” tanya Kesya.

Ia kira jawaban yang keluar dari mulut Reyn positif. Namun, malah menyesatkan mereka.

Dua cowok itu kompak menggeleng. “Jangan samain semua cowok, dasar cewek!” Reyn tidak terima.

Kalau yang diucapkan Reyn benar, teman masa kecilnya itu melampiaskan masalah apa ke Puput? Ah, tapi itu juga bukan urusannya.

•♛•

“Ntar jualannya libur,” ucap Elno.

“Kenapa?” tanya Kesya, ia mendongak sedikit supaya bisa melihat Elno yang serius memandang jalan.

“Gue mau belajar buat Olimpiade.”

Beberapa hari ini ia mempunyai aktivitas favorit, yaitu mengendarai sepeda kayuh dengan Kesya duduk di depannya, ia dapat menghirup wangi buah segar dari rambut gadis itu. Tetapi ia selalu mengingatkan supaya Kesya tidak mendongak, alasannya karena dia akan gugup jika ditatap serius olehnya. Namun, gadis itu keras kepala, maka dari itu ia akan fokus melihat jalanan saja. Kesya masuk rumah terlebih dahulu.

“BU, ELNO MAU IKUT OLIMPIADE!”

“Jangan teriak, bocah.” Elno membekap bibir Kesya.

Terlihat Sarah keluar dari dapur dengan membawa krim dalam plastik segitiga.

“Ibu dapet pesenan lagi, ya?” tanya Kesya.

“Iya, kalian kenapa teriak-teriak? Buruan ganti terus makan,” tutur Sarah. “Ibu mau lanjut hias kue dulu. Oh, ya, tadi ibu denger katanya kamu ikut Olimpiade, El?”

Elno mengangguk, ia lantas mengeluarkan surat izin mengikuti olimpiade dari dalam tasnya.

“Kalau ibu ngizinin, tanda tangan.”

“Mana, ibu tanda tangan sekarang aja, nanti keburu lupa,” jelas Sarah. Menerima bolpoin dari Elno lalu mentandatangani garis di kanan bawah kertas. “Kamu pasti bisa.” Lanjutnya memberikan semangat.

Pintu kamar Kesya terbuka, menampilkan gadis itu sudah mengganti seragamnya. Tatapan matanya dan Elno bertemu. Sarah batuk, membuyarkan keterpakuan mereka.

“Aku mau bantu ibu,” ucap Kesya.

Sarah mengiyakan, kemudian mereka pergi ke dapur melanjutkan mendekor kue. Mereka sangat fokus, hingga tidak mengetahui kalau Elno tengah memperhatikan dengan sama seriusnya. Kesya berkali-kali menyingkirkan juntaian rambut yang mengganggu pandangannya, melihat itu, Elno mengambil karet kemudian berjalan ke belakang tubuh Kesya.

Ia mengumpulkan surai halus Kesya menjadi satu, lalu dia mengikatnya dengan karet. Kesya membeku mendapat perlakuan manis Elno, sedangkan Sarah pura-pura tidak melihat kelakuan anak remaja itu.

“Nyusahin, botakin aja,” saran Elno.

“Enak aja, botakin aja rambut lo sendiri,” balas Kesya sengit.

Elno menyendok nasi ke piringnya, “gue mau aja botak, tapi ntar lo botak juga.” Kemudian duduk di seberang Kesya dan Sarah.

“Kalo gue botak, lo gak bakalan bisa nguncirin gue kayak tadi.” Jawaban Kesya sukses membuat Elno bertanya kepada diri sendiri, kenapa dia bisa melakukan perbuatan seperti tadi?


Beauty and The PoorWhere stories live. Discover now