Bab 13 ♛ Puppy Love

49 10 1
                                    

Aku kira, kamu suka aku Ternyata, iya.Elno & Kesya.


Reyn bodoh, bisa-bisanya menyingkat inisial yang gampang sekali buat ditebak. Seluruh SMA Mahkota juga pasti tahu siapa nama lengkap Elno. Karena Elno cuman ada satu di sekolah, siapa lagi kalau bukan Elno Sarega.

“Menurut kamu, enaknya ibu harus kasih harga berapa buat kue ini, Kes?” tanya Sarah. “Ibu belom pernah bikin kue ultah soalnya.”

Kesya ikutan berpikir, “ibu hitung dulu modal buat kuenya berapa, habis itu proses buatnya sama tenaga juga itung. Terus, baru ibu kira-kira mau ambil untung berapa, yang penting bisa balik modal dulu.”

Sarah mengangguk, kemudian mengambil kertas untuk mencatat semua modal tadi. Sementara itu, Kesya menyibukkan diri mengemas kue ketika mendengar langkah seseorang. Dia yakin, itu pasti Elno.

“Kuenya sudah bisa saya ambil, Bu?”

Ternyata bukan. Emang kepedean itu gak baik.

“Ya ampun, ternyata Elno udah gede, ya? Habis darimana kamu?”

Lamunan Kesya buyar, saat Tante itu menyapa Elno.

“Habis keliling,” jawab suara yang Kesya kenal siapa pemiliknya.

“Udah ganteng, rajin, pinter. Cocok jadi mantu Tante, gimana kamu mau, gak? anak Tante cantik, pinter lagi.”

Terdengar tawa kecil milik Elno. Kesya mencibir, ganteng, pinter, rajin bukan cuman Elno doang kali. Sana cari yang lain! Yang di sini udah dia kontrak setifikat PDKTnya selama sebulan.

“Itu cuman buat godain Elno, kamu jangan cemburu, ya.” Sarah tersenyum ketika melihat muka muram Kesya.

“Siapa yang cemburu, Bu?” Kesya tentu saja mengelak.

Sarah hanya menggeleng dengan tingkah anak muda zaman sekarang, waktu zamannya dulu, mah. Tinggal sat set wes, diterima enggaknya itu urusan belakangan, yang penting hati lega setelah mengungkapkan perasaan meski lewat surat. Dan kebanyakan yang melakukan itu adalah laki-laki.

“Zaman sekarang kalau ngungkapin cinta di sekolah itu gimana?” tanya Sarah.

Muka Kesya memerah saat Elno mulai mendekati mereka.

“Lagi bahas apa, sih. Mukanya merah gitu.” Ujarnya seraya menunjuk Kesya menggunakan dagu. Ia lalu mencomot sisa potongan pinggir kue yang tidak rapi. “Enak.” Pujinya.

“Ibu tanya ke Kesya, zaman sekarang kalau ungkapin cinta ke seseorang itu gimana. Eh, kamu dateng,” jelas Sarah.

“Dia jawab apa?” tanya Elno, kemudian ikutan duduk di ruang tamu yang merangkap ruang keluarga yang mereka gunakan untuk berkumpul sambil nonton Tv biasanya.

“Kesya belum jawab, keburu kamu dateng.”

Sejujurnya Elno penasaran dengan jawaban apa yang akan gadis itu berikan, tetapi dia tidak berani bertanya kepada Kesya.

“Sekarang udah jarang banget makek surat, Bu. Boro-boro, kebanyakan sekarang sukanya cinta dalam diam,” terang Kesya sambil tertawa.

“Kenapa begitu? Nanti kalau dia jadi milik orang lain apa gak sedih?” tanya Sarah penuh makna.

“Gak papa sedih, kata orang kita, ‘kan, masa-masanya cinta monyet,” balas Kesya.

Artinya, belum cinta yang sesungguhnya, benar?

Elno memalingkan wajahnya, “kalo ada yang nembak lo, bakalan lo anggap cinta punya dia itu, cuman sebatas cinta monyet. Nggak ada artinya, iya?”

Sarah tersenyum kecil, umpan pancingnya mulai disambar dengan kuat.

Beauty and The PoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang