Bab 13 ♛ Puppy Love

Mulai dari awal
                                    

“Kok, lo tanyanya gitu?” Kesya jadi gugup.

“Lupain aja.”

•♛•

Sebelum berangkat ke kafe, Elno lebih dulu mengerjakan latihan-latihan soal di buku paket, kemudian dilanjut membaca pengetahuan lain, atau mengerjakan soal yang masih kurang dia pahami di kamarnya.

“Cinta monyet? Cih,” decihnya ketika tiba-tiba mengingat percakapan tadi.

Di satu sisi dirinya memaki kepada diri sendiri, mengapa tidak jantan jadi lelaki. Sisi lainnya menyuruhnya untuk diam, karena berpikir akan sia-sia bila mengungkapkan. Gadis itu percaya cinta masa SMA bukan cinta yang sebenarnya.

“Kalo gitu, gue tunggu aja. Ke depannya perasaan ini akan hilang atau malah semakin kuat,” monolognya lagi.

Jam bekernya kemudian berbunyi, menandakan jam kerja akan dimulai. Ia sengaja memasang jam beker dengan jarum kurang tiga puluh menit jika belajar, soalnya dia suka lupa waktu jika berhadapan dengan soal-soal. Apalagi yang sulit, maka dia tidak akan cepat menyerah, akan dikerjakan sampai bisa.

“El.” Kesya mengetuk pintu kamarnya.

“Bentar,” balas Elno. “Kenapa?” tanyanya setelah membuka pintu.

Kesya memilin ujung kausnya, “gue, mau lamar kerja di kafe Pelangi.”

“Lamar kerja?” Elno memastikan sekali lagi.

Gadis itu mengangguk semangat. “Iya…boleh, ‘kan?”

Namun, semangatnya luntur ketika Elno menggeleng.

“Kenapa? Gue mau, kok, disuruh-suruh.”

Memang benar, bukan. Kerjanya cuman disuruh doang?

“Kerja di kafe harus cekatan,” balas Elno sambil menyingkirkan badan Kesya yang berada di tengah jalan keluar. “Gue harus berangkat sekarang. Sana bantu ibu.”

“Bantu ibu udah beres, gue ikut… mau nanya bos kafenya langsung.” Rengeknya sembari memegang hoodie yang Elno pakai sehingga cowok itu kesusahan jalan.

“Terserah,” balas Elno dengan sedikit emosi.

Apa Kesya tidak sadar dia khawatir? Apabila diterima kerja di sana, dia takut Kesya akan makan omongan pedas Putra dan Doni. Lagi, jika mereka tahu Kesya adalah anak orang kaya dan tidak cekatan. Ia hanya tidak ingin gadis itu sakit hati.

Elno mulai menaiki sepeda kayuhnya, di susul Kesya yang duduk menyamping dibagian besi panjang belakang setir.

“Udah,” tutur Kesya, menandakan ia sudah nyaman dengan posisinya sekarang.

“Jangan noleh ke belakang apalagi dongak, ntar kita jatuh,” pesan Elno sebelum mengayuh sepedanya.

Kesya hanya mengangguk sambil kesemsem. Tidak ada pemandangan indah seperti persawahan yang sejuk dengan langit malam, yang ada hanyalah jalan raya penuh kendaraan berlalu lalang dan gedung. Tetapi ada yang menarik, ialah wajah Elno yang dilihat dari bawah. Sayangnya, cowok itu sudah memperingatkan supaya dia tidak mendongak.

“Bos lo namanya siapa, El?” tanya Kesya sedikit berteriak.

“Adit.”

“Dia baik, gak?”

“Baik, baik banget.”

Hingga ia tua nanti, kebaikan Adit akan selalu dia ingat. Mereka kini sampai di depan kafe, Elno memarkirkan sepedanya di belakang kafe diikuti Kesya. Lalu masuk ke dapur.

“Dateng bawa cewek cantik, ketemu dimana?” tanya Doni.

“Jangan ganggu dia,” balas Elno, tentunya semakin membuat Doni tertarik.

“Lo pacarnya Elno?” tanya Doni.

Kesya menilai penampilan rekan kerja Elno, “pacar atau enggak, itu bukan urusan lo.” Jawabnya kemudian.

“Hm, jawaban lo keren juga.”

“Lagian itu privasi, yang artinya lo gak sopan nanyain hal itu ke orang yang baru lo temuin.” Kesya menaikkan anak rambut yang menutupi sebagian matanya, agar ia bisa lebih jelas melihat orang menyebalkan ini.

“Oke, kafe bakalan dibuka lima menit lagi. Eh, siapa ini?” tanya Adit terkejut.

“Saya Kesya, ingin melamar kerja di kafe Pelangi.” Kesya menghampiri Adit, mengajaknya salaman.

“Wah, cantik-cantik mau ngelamar di kafe kecil?” tanya Adit.

“Kafenya lumayan besar, kok,” balas Kesya polos.

Adit dan lainnya tertawa, kecuali Elno yang hanya tersenyum kecil mendegar jawaban Kesya. Yang Adit maksud adalah, gadis itu sama sekali tidak cocok bekerja di sini, cocoknya menjadi artis atau model.

“Gue suka kejujuran lo, oke, jadi karyawan kafe Pelangi udah pas Enam orang termasuk gue. Kita gak terima pelamar lagi, ya. Kalo ada yang ngelamar bilang full aja.”

“Jadi, saya diterima? Padahal gak pakek surat lamaran,” jelas Kesya heran.

Adit mengibaskan tangannya, “ini kafe punya gue, jadi pakek aturan gue. Gak ikut-ikutan sama aturan tempat kerja lain. Well, selamat datang buat Kesya, kamu jadi waiters sama Elno dan Arta. Tugas lo, catet pesanan pelanggan habis itu nganter pesanan mereka.”

“Siap!”

“Dan lo, El. Kesya bakalan jadi tanggung jawab lo selama kerja di sini,” terang Adit. “Ajarin dia sampek bisa. Oh, ya, gue lupa, kalo gak keberatan, lo bisa kerja mulai sekarang.”

Kesya tersenyum, ia mengangguk antusias. Matanya berbinar saat pemuda bername tag Arta memberinya apron bertuiskan Kafe Pelangi.

Elno tanpa diminta ikut membantu mengikat tali di belakang punggung Kesya, dia sudah satu sekolah dengan Kesya, satu rumah, kemudian satu tempat kerja, intensitas bertemu mereka juga akan sering terjadi. Kalau begitu, apa kabar sama monyet dihatinya?

Beauty and The PoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang