“Apa?” sang sepupu bersedekap di ambang pintu kelas. “Gue mau ke kantin. Buruan lo mau apa?” lapar sekali ia, sarapan roti dan susu ternyata tidak sanggup mengimbangi kerasnya pelajaran ekonomi apalagi gurunya sangat galak.

“Santai Brother, gue cari Elno, nih.”

Reyn memejamkan mata mengingat sesuatu, “dia belom ke kelas setelah kalian habis dihukum. Malah tadi gue curiga kalo lo ngajak bolos Elno.”

Soalnya mustahil sekali Elno absen di jam pelajaran apalagi bolos, itu bukan gaya Elno Sarega.

Bukannya marah atas kalimat Reyn, Kesya malah makin khawatir dengan keadaan Elno. “Gue tadi denger anak-anak bilang, Revan samperin Elno di toilet, gue kira Elno udah ada di kelas.”

Alis Reyn menukik. “Revan brandal itu?” tanyanya memastikan.

Kesya mengangguk, dia menarik tangan Reyn agar mengikutinya berlari ke toilet. Nihil, tidak ada Elno ataupun Revan di sana, lalu di mana?

“Lo pikir cowok suka bikin drama gelud di toilet kayak cewek?” tanya Reyn sedikit menyindir.

“Terus gue harus cari kemana? Informasi tadi yang gue terima mereka lagi ada masalah di toilet,” terang Kesya membuat Reyn tak habis pikir.

“Lo pikir mereka penunggu yang terus ngedekem di sini?” Tanpa pikir panjang, Reyn menarik tangan Kesya menuju kantin.

“Kok, malah ngantin?”

“Gue laper, Bego…lo main tarik tangan gue tadi,” kesal Reyn.

Kesya meringis, melihat Reyn memesan makanan dia jadi ikutan mengelus perutnya yang juga lapar. Ia lalu ikut duduk di samping kursi Reyn.

“Makan, cari orang hilang juga butuh asupan.” Reyn menggeser mangkok berisi bakso ke depan Kesya.

Gadis itu lalu mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin, tidak ada Mentari juga Elno.

“Kenapa lo gak khawatir sama Elno? Lo gak panik temen lo digepukin sama Revan kek di sinetron?” tanya Kesya.

“Ya, khawatir lah. Bedaya gue mikir pakek logika, Elno cowok, dia pasti baik-baik aja.”

“Kalo dia dikeroyok?”

“Revan lagi ngehadepin rival, bukan bahan bullyan,” tegas Reyn.

Rival? Mereka bersaing untuk apa, kepintaran? Revan iri sama prestasi Elno?

Reyn tersenyum melihat tampang bodoh Kesya, gadis itu hanya kurang peka saja sama orang di sekitarnya. Akhirnya, dia menjentikkan jari agar gadis itu sadar.

“Bel udah bunyi, gue mau masuk, kalo lo mau di bolos terserah.”

Kesya menggeleng bimbang, ia tidak mau bolos tetapi juga khawatir dengan Elno. “T-tapi, gimana sama Elno?” tanyanya kepada Reyn yang berjalan di depannya.

“Pelajaran nanti lebih penting buat masa depan, sedangkan Elno? Belom tentu dia terlibat di dalam masa depan lo,” pesan Reyn setelah berpikir menggunakan logikanya. “Kalo ntar dia balik dengan keadaan babak belur, ada gue yang bakal laporin ke BK.”

Iya juga apa kata Reyn.

Lemas, ia mengikuti pelajaran dengan tidak fokus akibat pikirannya tertuju kepada Elno.

•♛•

Revan menepuk pundak Elno sebelum kembali ke kelas. Sementara itu, Elno masih diam di rooftop, memikirkan perbincangan mereka tadi.

“Sebelumnya gue gak punya masalah sama lo, tapi akhir-akhir ini gue keganggu sama kedekatan kalian. Lo sama Kesya, ada hubungan apa?” tanya Revan.

“Teman,” balas Elno tanpa ragu.

“Really? Gue gak yakin sama pandangan lo ke Kesya.” Revan terkekeh.

Elno menoleh menatap Revan, “dan masalanya apa kalo gue suka sama Kesya? Cemburu?”

Sudut bibir Revan tertarik mendengarnya, cemburu? Apakah dia suka sama Kesya? “Mungkin.”

Mungkin saja dia suka Kesya, karena kedekatan mereka waktu kecil, atau dia hanya rindu teman kecilnya saja? Siapa yang tahu….

“Kalo lo merasa gue adalah saingan, lo takut?” tanya Elno.

“Cih, gue punya segalanya buat dapetin Kesya. Kalaupun dia gak mau, gue bisa ambil paksa dia dari lo,” terang Revan.

Kini gantian Elno yang menjadi ragu.

“Santai….” Revan tersenyum lebar sambil menepuk pundak Elno.

Sementara Elno sibuk merenung, di perjalanan Revan kembali ke kelas tengah dihadang Reyn.

Tadinya Reyn mau ke toilet, karena kebetulan mereka bertemu, kenapa tidak mengobrol dulu? “Lo habis darimana?” tanya Reyn.

“Basa basi lo kebaca,” balas Revan.

Reyn menyender ke loker. “Bagus kalo lo tau maksud gue. Elno tadi lo apain dan sekarang dia ada dimana?”

“Kita cuman ngomong-ngomong aja, dia ada di rooftop.” Revan ingin segera pergi, tetapi tangannya ditahan oleh Reyn.

“Jangan pernah suka sama sepupu gue.” Revan mengangkat alisnya.

“Suka itu, hak semua orang.”

“Pokoknya gak boleh.” Reyn ngotot.

“Gue ogah nanti endingnya liat sadboy nangis-nangis.”

“Sialan!” umpat Revan.

Beauty and The PoorWhere stories live. Discover now