📙19. Kanzha Berubah

138 9 0
                                    




E N J O Y  R E A D R E R S ☻





"Mbak Rar?" panggil Nomara sambil membuka kamar Rara tanpa permisi. Rara hanya tersenyum kepada Nomara, hal tersebut sudah menjadi kebiasaaan Nomara ketika masuk kamar Rara.

"Salamnya mana, Nom?" kata Rara sambil membenarkan letak cadarnya.

"Assalamualaikum, Nomara ada perlu sama Mbak Rara. Mbak Rara lagi sibuk enggak nih?" kata Nomara sambil merebahkan dirinya di ranjang empuk Rara. Rara duduk di tepi ranjang.

"Waalaikumsalam. Enggak, Mbak lagi nyatai. Kamu mau tanya apa?" jawab Rara dengan suara yang sangat pelan. Memang, suara Rara sangat pelan dan lembut ketika berbicara.

"Mbak emang mau dijodohkan sama cucu kyai pesantren At-Tahrim, ya?" tanya Nomara membuat Rara tersenyum di balik cadarnya.

"Mungkin begitu, Nom. Masih belum diperjelas sama umi, Mbak hanya diam aja." Nomara bangkit dari rebahannya dan duduk di samping Rara.

"Mbak, jangan diam aja. Dia itu guaaanteng banget, tapi sayang dia galak. Tapi enggak apa-apa kalau Mbak sama dia, cocok juga kok," kata Nomara  dengan mengacungkan jempol lalu tersenyum.

"Kamu tau darimana soal dia, Nom. Ada-ada aja kamu ini," kata Rara diakhiri dengan kekehan kecil.

"Nomara tau, Mbak. Dia udah ada di pesantren ini, dia udah mulai ngajar diniyah juga kok," kata Nomara dengan tatapan yakin kepada Rara.

"Eh, Mbak enggak ikut-ikut, deh. Biarin umi aja yang urus soal perjodohan ini. Kalau Allah mengizinkan, Mbak terima dia dengan senang hati. Kalau sebaliknya, Mbak akan lepas dia dengan senang hati juga. Jangan mempersulit hidup, Nom. Disimple-in aja," kata Rara, diakhiri dengan mencubit kedua pipi Nomara.

"Benar juga sih, pokoknya Nomara bakalan seneng kalau Mbak memang berjodoh sama Ustad Ali Wafa. Ya udah, perut Nomara tiba-tiba mules, kayaknya efek makan mienya Mbak Rara tadi, deh," kata Nomara lalu keluar dari kamar Rara tanpa mengucap salam, perutnya sudah mules tingkat brahmana.

"Ali Wafa?" batin Rara sambil mematikan lampu dan menghidupkan lampu tidur. Ia melepas cadarnya dan membaringkan badannya di ranjang.

🕊🕊🕊

"Zha? Makan sama aku, yuk. Aku habis dikirim nih barusa sama Bibi, sama Dirwa juga."

Maira kini membawa dua kresek hitam yang berisi makanan. Ia menaruh dua kresek itu di lantai dan naik ke ranjang tingkat dua untuk mengecek Kanzha masih tidur atau sudah bangun. Hari ini kuliah sedang libur, seperti biasa hari jum'at dan sabtu memang kuliah sedang libur.

"Zha? Makan, yuk," kata Maira ketika sudah berada di ranjang Kanzha yang ada di tingkat dua itu, biasalah ranjang susun dua.

Sudah beberapa kali Maira membangunkan Kanzha, namun Kanzha tidak bangun bahakan tidak membuka matanya sama sekali. Maira turun dan langsung mengajak dua teman sekamarnya yang baru saja masuk kamar.

"Eh, sini-sini. Kita makan bareng," ajak Maira, kedua temannya itu pun mau dan berterima kasih kepada Maira karena sudah mengajaknya. Maira sengaja menyisihkan makanan untuk Kanzha agar dimakan ketika sudah bangun.

"Heum, sambalnya enak banget," kata teman sekamarnya yang bernama Jeni itu, kemudian ia meminum seteguk air.

"Hah? Iya, kah?"  kata Maira menanggapi.

Hug Me When Halal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang