📙 5. Keputusan

158 14 0
                                    

Maira membuka air kran, ia tadahkan tanganya di sana. Air pagi sangatlah dingin, walaupun siang air di sini juga terasa sangat dingin, entahlah kenapa. Maira sepagi ini, tepatnya jam setengah empat ia harus mandi, karena Dirwa mengguyurnya dengan air satu ember agar Maira segera bangun untuk shalat subuh.

"Dingin banget, sumpah." Maira mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, setelah itu Maira menatap pantulan dirinya di cermin. Ia tersenyum, menyemangati dirinya sendiri.

"Mai gak ngangka, bisa bertahan tanpa hadirnya Ibu. Berarti, Mai udah besar sekarang. Harus bisa mandiri," gumamnya dengan menghela napas kecil.

Maira menoleh ke arah pintu, mendapati Dahlia yang membuka pintu kamarnya dengan seulas senyuman manis. Dahlia tertawa kecil menatap wajah Maira yang cemberut, terkesan lucu untuk Dahlia.

"Kenapa? Kak Mai kedinginan?" tanya Dahlia sambil mendekat ke letak Maira yang ada di depan cermin itu, Maira tersenyum simpul kala Dahlia memegang kedua tangan Maira untuk mengecek manual suhu badanya.

"Pakai jaket, yaa." Dahlia membuka lemari, mencari letak jaket Maira. Maira memakai jaket yang diambilkan oleh Dahlia.

"Udah wudhu?" tanya Dahlia, Maira menggangguk pelan. Dahlia mengajak Maira sholat subuh berjama'ah, Maira menerimanya dengan senang hati.

Maira kini sedang melaksanakan sholat subuh berjamaah dengan bibi, paman, dan Dirwa. Pamannya yang bernama Rahmat itu mengimami sholat subuh dengan penuh penghayatan. Setiap surat yang ia lafalkan, begitu merdu. Membuat Maira menangis kala itu juga.

"Terakhir sholat subuh, ketika Maira mau ujian kelulusan SMA. Mai ingat, setiap pagi ibu selalu bangunin Mai buat sholat subuh, tapi Mai malah marah sama ibu dan ngelanjutin tidur. Gini, ya rasanya sholat subuh satu keluarga, beruntung banget Mai bisa hadir di keluarga ini," batin Mai ketika sholat jamaah subuh telah selesai, Mai tetap berada di ruangan sholat, ia meratapi apa yang telah perbuat dulu kepada ibunya.

"Mai udah terlalu jauh sama Allah, Mai lupa sama Allah, Mai jarang sholat, Mai enggak pernah yang namanya bersyukur sama Allah. Allah masih bisa maafin Mai, kah? Dosa Mai terlalu banyak," batin Maira dengan menangis dengan deras, Mai tiba-tiba saja sadar dengan dosa-dosa yang pernah ia lakukan.

Mai tidak tau akan memperbaiki hidupnya dari mana dulu, ia hanya bisa menangis sekarang. Mai menghela napasnya, bangkit dari duduknya lalu berjalan ke kamarnya dengan mata yang sembab. Ia meraih handphonenya, membuka chat roomnya dengan Zahira.

Zahira Az-Azrillah🌼

Ra, kita nanti bisa ketemu enggak?
05.38

Eh, kira-kira jam berapa? Soalnya kalau siang aku ada acara di pesantren, jadi enggak bisa keluar
05.38

Jam tujuh-an bisa enggak?
05.39

Adik saya tidak bisa keluar, dia harus menyelesaikan hafalannya.
05.39

Kenapa harus lo lagi sih?
05.39

Kak Wafa emang gitu, suka ngerecohin Zahira. Kalau Kak Wafa udah ngelarang, Zahira gak bisa maksa, maaf. Mungkin kita bisa ketemu di lain hari, Mai.
05.40

Maira mematikan handphoneya sedikit gusar, kenapa ketika Mai mengirim pesan, pasti kakaknya ikut andil membalasnya. Entahlah, sengaja atau tidak Mak sangat tidak suka. Mai menatap kosong ke depan, ia memikirkan hidupnya masih begini saja, menggantung pada orang lain. Apalagi, di umurnya yang sudah 20 tahun itu.

Hug Me When Halal (END)Where stories live. Discover now