Episode 18

39 4 2
                                    


Napasnya tidak beraturan, dia melepaskan pedangnya dan jatuh bertekuk lutut memegangi dadanya. Rasa ngilu menyebar dihatinya, dia menangis. Dia menumpahkannya diantara hujan deras

Dua menit berlalu dengan rasa sakit yang mendalam. Kaizo bangkit dengan sempoyongan, dia berjalan kearah mayat Alice yang sudah diturunkan Onyx, dia memegangi kalungnya dengan erat. Menatap nanar mayat didepannya

Kaizo duduk berlutut, menatap wajah pucat Alice. Dia mendekatkan wajahnya, melindungi wajah pucat itu dari tetesan air hujan

Tanpa mengangkat kepalanya, dia melepas kalung dengan bandul kristal Amethyst yang sudah cukup lama bertengger dilehernya

Perlahan kepala Alice diangkatnya, ia memakaikan kalung itu dengan perlahan dan hati-hati. Kemudian mengecup kening Alice sambil mengaitkan tangan mereka

"Kenapa? Aku selalu membuatmu menunggu, membuatmu lelah menyimpan perasaan itu. Kenapa kamu menyukaiku? Selalu menyambut kepulanganku dengan senyum menyebalkanmu itu. Aku.." genggaman tangannya semakin erat

"Aku membenci kematianmu-! Berikan aku itu, cahaya menenangkan milikmu Alice. Berikan aku itu kumohon. Aku kedinginan sekarang, tolong hangatkn aku" Kaizo menangis diantara hujan yang semakin deras. Air matanya jatuh menetes pada wajah ayu pucat itu

Tangisannya pilu, tersamarkan oleh hujan. Sementara dibelakangnya Jo sudah berdiri dengan mata yang melotot marah



"Silau" suaranya begitu menggema disini

"Dimana? Apa aku sudah mati?" Alice bertanya dalam hati, memperhatikan tempat bernuansa putih ini

"Sepertinya memang iya, seperti inikah alam baka?"

Alice menatap keatas seperti menatap langit-langit ruangan, bahkan setelah matipun dia masih melakukannya. Dia mengembuskan napas pelan, bingung tempat apa ini, tapi setidaknya masih ada angin yang berembus disini. Diantara deruan angin sejuk samar-samar dia mendengar seseorang yang menyebutkan namanya

Netra merah jambu terbuka, suara itu bukan khayalannya, semakin lama semakin jelas. Alice beranjak duduk menatap sekitar, lantas berdiri dan memasang posisi siap siaga

Lengang. Hanya ada dia saja disini. "Siapa? Siapa disana?!" tanyanya memastikan

Seruan namanya berubah menjadi tawa bahagaia seorang perempuan. Alice semakin berhati-hati, dia khawatir jika tempat ini adalah ilusi yang Jo ciptakan

"Keluarlah-!" Alice berseru galak, tapi tetap tidak ada siapapun yang datang

Sepuluh menit berlalu dengan sia-sia, dia lelah menanggapi suara itu. "Hufftt.." dia bersidekap dada dan kemudian kembali duduk menyila. Mengembuskan napas kasar

"Eh. Ini.." disaat dia menenangkan diri, sebuah benda cantik membuat fokusnya teralihkan

Alice memperhatikan kalung yang bertengger dilehernya. "Aku tidak pernah ingat memilikinya" ucapnya bingung. Binar matanya bergetar, dia kagum memperhatikan betapa cantiknya kristal yang dijadikan bandul di kalung ini. "Aku. Aku menyukainya" ucapnya pelan, dia menggenggam bandul kristal dengan rasa bahagia. Entah mengapa, tapi rasanya sangat bahagia saat menyentuhnya

"Kamu menyukainya?" seseorang berbisik tiba-tiba ditelinga nya, membuatnya reflek berdiri dan memasang posisi siaga

"Kamu." Alice menatap tajam sosok berjubah hitam didepannya, sosok ini yang selalu muncul saat ia mengaktivkan segel

"Lama sekali aku tidak menemui mu, mungkin sudah.. Satu minggu? Koreksi bila salah" sosok itu tertawa kemudian, membuat Alice mendecih tidak senang

"Bahkan di alam baka pun kamu masih mengikutiku? Aku sudah tidak punya segel itu, pergilah dan minta itu pada Jo, dia memilikinya. Jangan bilang kamu tidak tahu Jo-!"

Hyacinth UnguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang