Episode 9

24 1 0
                                    


"Jangan nak menipu kami" Onyx mengintrogasi
     
"Kami dah cakap yang sebenar Kapten, kami hanya nak cari angin je" bela Alice
     
"Pukul satu pagi?" sambar Kaizo
     
"He'em" mereka berdua mengangguk mantap sambil menunjukkan ibu jari masing-masing
     
Onyx menepuk jidat, gadis-gadis memang sulit ditangani
     
"Sstt-! Ekhem.." Alice menyenggol bahu Aliya
     
Aliya merespon dengan mengangkat satu alisnya. Alice menunjuk Kaizo dengan bola mata. Aliya mengangkat bahu dan menggeleng tanda ia tidak mengerti. Alice menepuk jidat, kemudian sekali lagi melakukan kode yang sama pada Aliya
     
Bugh-! Kaizo menjitak kepala Alice dan memberikan tatapan menusuk. Alice juga membalas dengan tatapan mata yang tidak bersahabat, kemudian melet dan menarik satu kantong matanya kebawah "wleee"
     
"Menurut maklumat dari markas, mereka akan menghantar beberapa orang ke sini" ucap Onyx
     
Dia dan Vairy baru saja selesai berbicara dengan seseorang lewat gelang hitam pemberian laksamana Tarung tadi
     
"siapa?" tanya Aliya
     
"Mereka tak cakap apa-apa lagi" jawab Onyx
     
"AARRGHH" Alice berteriak tiba-tiba, sontak semua  terkejut. Belum sempat menyentuh Alice mereka dibuat makin terkejut lagi
     
"Ape kah.."
     
"Domu.." Vairy berucap tidak percaya
     
"Tengok-!" Aliya menunjuk kearah perut Alice
     
Bercahaya. Perut Alice mengeluarkan cahaya. Baju bagian perutnya robek terkena sayatan angin kencang yang mengelilinginya. Semua terpaku, segel itu menjalar tak beraturan membuat pola aneh disekitar bagian atas pusarnya
     
"ARRGGH"
     
Alice kembali berteriak, dia terlihat sangat lemas dan kesakitan tapi segel itu terus memaksa tubuhnya
     
"Alice-!"
     
"Vairy jangan-!" teriak Kaizo
     
Vairy terbang menuju Alice, dia tidak tega melihatnya kesakitan. Belum sempat mereka bersentuhan Kaizo sudah memeluknya dan menahan Vairy agar tidak lebih dekat lagi. Alice sedang tidak bersahabat sekarang
     
"Kapten Kaizo-!" teriak Aliya
     
Alice menyerang Kaizo dan Vairy hingga mereka tersungkur, pukulannya jauh lebih mematikan karena segel itu. Kaizo mendecih kesal, sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah segar. Sedangkan Vairy tidak sadarkan diri, dia terlempar menghantam batu tadi
     
Aliya dan Onyx sudah dalam posisi siap menyerang, tapi Kaizo mengurung mereka berdua dengan dinding tenaga
     
"Kaizo kau sudah gila ke, lepaskan penghalang ni-!" Onyx sudah meninju bahkan menendang perisai tenaga Kaizo beberapa kali, tapi bahkan tidak ada sedikitpun retakan yang tercipta disana
     
"Jangan campur tangan Onyx. Jangan bunuh dia dulu" ucap Kaizo datar. Onyx sedikit terkejut, tapi dia mengikuti mau Kaizo
     
Aliya sibuk dengan keadaan Vairy, jika tetap dibiarkan sistem Vairy akan mati total.
     
"Alice. Sadar-!" teriak Kaizo
     
"Kapten Kaizo..." Alice berucap lirih
     
"Lepaskan.. Jangan tahan kuasa tu~" sebuah bisikkan terdengar ditelinga Alice
     
"Kau. Siape?"
     
Alice masih berusaha menekan sebuah kekuatan yang ingin mengambil alih tubuhnya. Napasnya sangat tidak beraturan sekarang
     
Angin yang mengelilinginya semakin tidak terkendali, menyambar apapun yang ada didekatnya. Sosok berjubah hitam muncul didepan Alice seiring dengan angin yang semakin bertiup kencang
     
Dengan sekuat tenaga Alice membuat senjata dari aliran energinya, dan memasang kuda-kuda guna mempertahankan posisinya
     
"Jangan takut Alice. Lepaskan kuasa tu. Jangan kau tahan" bayangan hitam itu mendekat dan mencengkram segel pada perut Alice
     
"Ukhuuk"
     
Darah segar mulai mengalir dari mulutnya, Alice menyeringai dan dengan cepat mengarahkan pisau aliran energi pada leher sosok didepannya ini
     
"Hahahaha.. Menurutlah pada mama Alice"
Sosok hitam itu tertawa nyaring, netra tajamnya menatap Alice dengan gahar, cengkraman tangannya semakin kuat. Darah segar semakin deras mengalir dari kedua sudut bibir Alice
     
"Kau bukan mama-! Jangan nak mengaku"
Tenaganya sudah habis, pisau aliran energi yang dibuatnya menghilang, membuat sosok berjubah itu tersenyum menjengkelkan
     
Sing-!
     
Sebuah pisau kecil melesat, hanya tinggal beberapa senti lagi hingga pisau itu bisa merobek telinga Alice, untung saja meleset
     
Sosok berjubah hitam itu langsung mengendurkan cengkramannya, dia tersenyum tipis dan berbisik "Aku akan kembali, jangan tahan kuasa besar itu. itu semua takdir Alice, lepaskan saja, dan biarkan ia mengalir. Hancurkan orang-orang yang nak hancurkan kamu. HAHAHAHA..."
     
Angin kencang berangsur mereda bersama dengan tawa sosok berjubah hitam, beberapa batang pohon yang tersapu angin sudah berhenti berputar. Bayangan hitam itu menghilang seiring dengan angin kencang yang juga mulai mereda
     
Pandangan Alice kabur. Darah segar tetap terus mengalir deras dari kedua sudut bibirnya. Segel diperutnya mengecil dan membentuk sebuah lambang setetes air diatas pusarnya. Matanya menangkap siluet Kaizo diujung sana, kedua sudut bibirnya terangkat, kemudian penglihatannya menjadi gelap
     
Bruk-!

Alice ambruk tepat saat Kaizo sudah memeluknya, darah segar yang menodai surai putih saljunya, ikut membekas di jas putih peninggalan sang mama
     
"Kaizo" Onyx mencengkram erat bahu Kaizo
     
"Biarkan dia sadar dulu" mohon Kaizo dengan wajah memelas. Onyx segera mengendurkan cengkraman tangannya, membiarkan Kaizo berbuat semaunya
     
Kaizo menggendong Alice menuju resort. Netra ruby-nya memandang nanar kedepan, raut wajahnya datar "Alice.. Maafkan aku" batinnya
     
      •
      •
      •
     
Suara orang berbincang bincang membangunkannya, kelopak matanya terasa sangat berat untuk dibuka. Kepalanya berdenyut dan ia merasa sangat tidak memiliki tenaga
     
Alice menoleh kesamping kirinya, Aliya sedang duduk berbincang bersama Onyx
     
"Aliya.." panggilnya lemah
     
Onyx dan Aliya sama-sama menoleh, dari ekspresi wajah mereka, terlihat kaget dan sangat lega. Onyx pamit pada Aliya, Aliya mengangguk. Hanya dengan melihat langit-langit ruangan, Alice tahu dia ada dimana
     
Melihat Aliya yang mendekat, Alice mencoba untuk duduk. Tapi tentu saja Aliya mencegah itu, Alice masih sangat lemas bahkan untuk mengangkat tangannya
     
"Mana Vairy?" tanya Alice dengan suara yang sangat lemah, bahkan hampir tidak terdengar
     
Mendengar pertanyaan itu, Aliya sedikit tersentak. Apa akan baik-baik saja jika memberi tahu keadaan Vairy, terlebih jika Alice tahu penyebab Vairy eror
     
"Aliya?" suara lemah Alice menginstrupsinya dari lamunan
     
"Vairy.. Vairy sedang di.. Betulkan, tadi dia.. "
     
"Sebab aku kan" sambung Alice, sepertinya menatap lama langit-langit ruangan tidak buruk juga
     
Aliya diam. Dia tidak tahu harus meng-iyakan atau apa, dia memilih untuk diam saja
     
"Sekarang aku dah paham Aliya, sepatutnya kamu bunuh saja aku tadi. maafkan aku"
     
Aliya mengepal erat tangannya. Kenapa dia harus mengingat hal itu dulu, membuatnya semakin merasa bersalah. Aliya menutup matanya sebentar, mencoba untuk menenangkan diri
     
"Alice. Tolong berjanji. Jangan pernah mati sebelum kamu tengok saya sebagai pemenang hati kapten kaizo" Aliya berucap tegas. Dia serius
     
Alice tertawa—hambar, ia merasa lucu melihat ekspresi konyol Aliya yang menggebu gebu, jarang sekali. Biasanya hanya ekspresi datar yang sering  ditampilkan si gadis musim gugur ini. "Ya. Janji, lagi pun aku ni kuat, tidak akan mati secepat itu" ucapnya sambil tertawa
     
Aliya tersenyum tipis, mengembuskan napas lega, matanya sedikit menyendu setidaknya perasaan aneh yang dia rasakan sedikit berkurang sekarang. Entah kenapa, dia jadi nyaman berteman dengan Alice. Ternyata memiliki teman tidak buruk juga
     
Pintu kamar dibuka, Kaizo berdiri diambang pintu dengan napas yang tergesa. Netra merahnya bertabrakan dengan netra merah muda Alice, masing-masing tenggelam dalam pesona iris masing-masing
     
Aliya jadi canggung berada ditengah mereka, dia memilih pamit untuk mencari angin sore. Meninggalkan dua orang yang berbeda gender itu untuk lebih leluasa berekspresi
     
Kaizo duduk dikursi sebelah tempat tidur, kursi yang tadi digunakan oleh Aliya. Keheningan jadi menyelimuti atmosfer ruangan ini, tidak ada yang mengalah untuk memulai pembicaraan lebih dulu
     
Alice mengalah "terima kasih banyak Kapten Kaizo"
     
"Ya" Kaizo menjawab singkat
     
"Saya minta maaf, Kapten terluka sebab saya kan?" ucap Alice lagi
     
"Ya" masih dengan tanpa ekspresi
     
Mata Alice sedikit menyendu, dia memilih untuk melihat keluar saja, dari pada terus makan hati. Ingin sekali rasanya menjitak kepala Abang ice ini, tapi sayangnya dia sangat lemah sekarang. Alice tersenyum kecil sambil menatap matahari senja
     
"Esok, sesuai maklumat dari markas. Kita akan pergi ke sel kuarantin" ucapan Kaizo bagaikan angin sore yang menerpa. Alice tak bergeming
     
"Ya" jawabnya pendek beberapa saat kemudian
     
Kaizo menarik napasnya dalam dan mengembuskannya lagi perlahan "tolong jangan melawan, kamu akan baik-baik saja, jangan takut. Pasal Vairy nanti, biar aku sendiri yang tangani"
     
"Ya"
     
Kaizo memejamkan matanya sebentar, kenapa Alice selalu menjengkelkan disetiap kondisi apapun
     
Kaizo berdiri, dia akan pergi dari sini "Alice" terdiam sesaat, Alice menoleh kearahnya. Menatapnya lagi, "tetaplah bertahan" Kaizo memelankan suaranya, tapi Alice masih bisa mendengar itu. Dia tersenyum sebagai ekspresi balasan, Kaizo juga tersenyum tipis dan melengos pergi kemudian menghilang
     
"Semua jadi terasa menyakitkan sekarang" batinnya
     
"Mama.. Papa.. Vairy.." lirihnya







Leya_Purnomo
(23, April 2022)
     

Hyacinth UnguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang