Day 27

3.7K 371 8
                                    

SEKITAR 700 santri yang terhimpun dalam pesantren Al-Barr mulai dari Ibtidaiyah hingga Aliyah semuanya berada di sekitaran masjid jami’ pesantren. Sedangkan yang berada di dalam masjid hanya ada para asatidz yang mengajar di sini, keluargaku dan keluarga Abi Barak, serta beberapa santri pilihan seperti Azzam dan lainnya yang sengaja diajak masuk atas permintaanku.

Azzam lalu membacakan salah satu ayat fenomenal bagi pasangan menikah. Termaktub dalam surah Ar-Rum, Allah nyatakan bukankah telah Dia ciptakan pasangan dari jenismu sendiri. Tidak dari hewan, dari pohon, melainkan dari sesamamu manusia agar kamu merasa tentram. Bukankah Adam meski di Surga tidak merasakan sakinah-nya sempurna sebelum Hawa diciptakan?

Lalu tibalah pada momentum terpenting dari hari ini.

Ijab kabulnya.

Di atas meja, pegangan Abah menggenggam kuat Kak Fathar dengan keduanya tidak lepas dari suasana serius terpancar di kedua mata sang lawan berjabat. Abah masih tak angkat bicara seberkas pun, kulihat dia mengeryit membaca baik-baik naskah ijab kabulnya di sana.

“Itu Abah sama Abi kenapa, Umah?” tanyaku mencolek Umah di sampingku. Mereka berdua tidak memulai, alih-alih mendiskusikan sesuatu terlebih dahulu di meja sakral sana.

“Kurang tahu,” Umah ikut cemas. Abah di sana bak keberatan akan sesuatu, aku bisa merasakan lembab telapak Umah menggenggamku mengkhawatirkan Abah.

“Semoga nggak ada apa-apa ya, Sayang,” bisik Umah berusaha menenangkan dirinya dan aku. Aku sudah pakai gaun begini, masa tidak jadi?!!

“Baik, mari kita mulai inti acaranya ...” sahut Ustadz Salim menetralkan suasana. Abah kemudian menarik napas seperti sangat tertekan namun tetap dilanjutkan, tak mau acara ini kacau.

Ada apa sebenarnya?

Bismillahirrohmanirrohim. Ya Aksa El-Fathar Kaif Mubarak, ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka Habibah Abdullah binti Abdullah alal mahri Muasasat Madrasat Al-Barr Al-Islamiat Addakhiliati hallan .... Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya, Habibah Abdullah binti Abdullah, dengan mahar ... Yayasan Pondok Pesantren Al-Barr tunai ...”

Astagfirullah hal adzim!!!

Gendang telingaku sukses tak berfungsi mendengar pernyataan Abah barusan!

Cepat-cepat kutengok Umah, Umah sama kagetnya. Jemariku diremas tak kuasa mendengar suaminya tadi menyebutkan mahar yang entah sedang membercandaiku dan seluruh tamu yang hadir atau apa ...

Namun tidak!!!

Ini acara formal, sakral, hanya sekali seumur hidupku ... tidak mungkin Abah bercanda.

Astaghfirullah hal adzim!!!

Kurasa aku sudah menemukan jawaban kegusaran Abah beberapa saat lalu. Jangankan Abah, aku saja yang jika membaca teks tersebut pasti aku akan membatalkan pernikahan ini ... bedanya sebab Abah masih memperhatikan semuanya. Pernikahan tidak mungkin dibatalkan meski kegusarannya telah membumi di kepalanya seorang diri.

Qobiltu nikahaha wa tazwijaha Habibah Abdullah binti Abdullah alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, Wallahu waliyut taufiq ...” sahut Kak Fathar menyambut kalimat Abah barusan.

Terima tidak terima, sedetik lalu aku akhirnya sah menjadi istrinya yang dimahari pesantren milik Abinya ini.

Shock kurasa tak berarti apa-apa lagi, Umahku menangis atas pernyataan tersebut sedang aku sendiri masih memikirkan nasibku memegang pesantren ini akan seperti apa???

Ramadhan Tale (END)Where stories live. Discover now