39. Baikan

570 87 13
                                    

Yang bacanya pakai kouta, coba jawab><

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yang bacanya pakai kouta, coba jawab><

Eh, kemarin kok rada sepi ya? Emang lanjutannya ga sesuai ekspetasi? Duh ... maaf ya.

Btw babnya ini ga sampai 50 kok, jadi bentar lagi end. Apalagi MC kita udah baikkan:)


Perlahan kini Maira mulai membuka matanya, hanya satu kata yang baru saja ia dengar. Kata, "Alkhamdulillah." Dari para perawat.

Maira mengarahkan pandangannya untuk melihat sekitar, "Umi bilang saat aku bangun ada Zaky? Tapi mana?" batin Maira.

Kini para perawat dan dokter sudah melangkah keluar dari ruangan Maira. Dan terlihat pintu ruangannya terbuka lagi, menampakkan Abi, Izar, dan di detik selanjutnya disusul oleh Zaky.

Jika Maira lihat, Zaky hanya berdiri jauh dari bangkarnya. Terlihat dari matanya, Zaky sepertinya sedang cemas. Maira tahu itu. Tetapi ... entah mengapa ia hanya diam, bahkan enggan untuk menatapnya.

"Gimana keadaan kamu Sayang?" tanya Abi seraya mengusap kepala Maira dengan penuh kasih sayang.

"Alk-hamdulillah Bi,"

"Itu, Zaky sudah datang." Ucap Abi seraya kepalanya menoleh ke arah Zaky. "terus?" tanya Maira yang membuat Abi mengerutkan keningnya.

"Kan tadi kamu yang terus manggil-manggil nama Zaky." Mendengar itu, sontak mata Maira terbelalak. Apa iya? Tapi ... bahkan ia 'tak ingat pernah memanggil-manggil nama Zaky.

"Tap-tapi Ira ga manggil kok," elak Maira.

"Yaudah gue pulang." Ucap Zaky seraya ingin beranjak dari tempatnya. Melihat itu, sontak Maira teringat pesan Uminya, "Nanti, kalau Zaky hangat lagi ke kamu, kamu jangan diemin lagi ya?"

"Eh ... jangan." Ujar Maira membuat langkah kaki Zaky terhenti. Bahkan kini di balik maskernya, ia tersenyum tipis.

"Hm ... Ira, Abi tinggal dulu ga papa ya? Ada urusan di sekolah," ujar Abi membuat Maira mengerucutkan bibirnya di balik cadar.

"Yah ... terus Ira di sini sama siapa?"

"Kan ada Zaky sama Izar, Papa sama Mamanya Zaky juga ada di rumah sakit ini, mereka lagi ke kantin. Bentar lagi juga ke sini kok."

"Enggak mau, Abi di sini aja ya ... pliiss ...." Mohon Maira seraya menggoyang-goyangkan lengan Abinya.

"Ira ... Abi ga lama kok, tunggu di sini ya?"

"Ck, yaudah iya." Final Maira. Meskipun kesal, tetapi mau tidak mau ya harus membiarkan Abinya pergi karena urusan sekolah.

"Izar ikut ya Bi?"

"Ga usah, kamu di sini aja jagain Kakak kamu," balas Abi membuat Izar mendengkus kesal. "tapi kan ada Zaky yang jagain."

"Mereka bukan mahram Zar, jadi kamu di sini aja."

"Yaudah iya," balas Izar pasrah. Izar menyalimi dan mengecup pelan punggung tangan Abi, "assalamualaikum." Salam Abi.

"Waalaikumsalam." Setelah Abi keluar dari ruangan, Izar beranjak dari tempatnya menuju ke sofa di pojokkan. Pasti ia akan menjadi nyamuk lagi. Apalagi mendengar drama-drama yang sangat membosankan bagi Izar.

Zaky berjalan perlahan menuju Maira, mengambil duduk di kursi samping bangkar Maira. "Gimana kabarnya? Bahagia gak sama Rafka? Kalau enggak, masih ada hatiku, yang sendari dulu terus menyimpan namamu."

"Emang kamu ga marah?" tanya Maira yang dibalas gelengan oleh Zaky. "ga marah, cuma kecewa aja."

Mendengar ucapan Zaky, Maira menjadi tidak enak dengan lelaki itu. Memang benar kata Umi, selama Zaky mengejarnya, Zaky tidak pernah menyakitinya. Bahkan selama ini ia yang terus menyakiti Zaky.

Tetapi ... apa iya Zaky benar-benar jodohnya? Maira masih ragu. Sudah cukup selama ini ia dibuat berharap dengan laki-laki yang selalu membuatnya sakit hati. Ia tidak ingin kembali jatuh di lubang yang sama.

"Apa benar kamu suka sama aku?" tanya Maira pada Zaky, tetapi kini pandangannya mengarah ke arah Izar.

"Enggak." Maira memejamkan matanya untuk menahan rasa sesak di dadanya. Entahlah, mungkin memang benar jika semua orang ingin mempermainkan hatinya.

"Gue ga suka sama lo, tapi gue cinta sama lo." Mendengar kalimat itu, Maira langsung membuka kembali matanya. Rasanya ... seperti ingin terbang tinggi, tetapi ia trauma karena sudah dijatuhkan berkali-kali.

"Buktinya?"

"Buktinya selama ini cuma Ning yang bisa ngisi hati Zaky," jawab Zaky dengan senyum mengembang di balik maskernya.

"Selama Zaky sekolah di negri, Zaky ga suka siapa-siapa. Zaky cuma temenan sama Bella. Itupun Zaky ga ada naruh rasa sama sekali pada Bella. Lalu, karena Zaky nakal, Zaky dipindahkan ke pesantren Abhizar Humaira, di sana hanya Ning yang berhasil mengisi hati Zaky." Sungguh, kini rasanya Maira ingin menangis.

Jika dilihat, Zaky memang lelaki yang susah jatuh hati. Meskipun di sekolah dulu ia tenggil, tapi bahkan ia 'tak pernah mempunyai pacar. Ya ... kecuali khilaf dengan Bella kemarin.

"Tapi ... lama-kelamaan Zaky sadar. Kalau Zaky bukan jodoh Ning, bahkan kadang Zaky suka insecure lihat Ning yang begitu shalihah. Zaky apa? Zaky cuma cowok nakal yang ga terlalu paham tentang agama." Zaky menjeda ucapannya sebentar, "Zaky ngerti kok kenapa Ning selalu nolak Zaky. Secara, Ning kan paham banget sama agama, pasti akan memilih lelaki shaleh untuk menemani kehidupan Ning selanjutnya. Untuk membimbing Ning menjadi lebih baik, dan pastinya dia bisa membimbing Ning menuju surganya Allah."

"Jadi ... Zaky ga ada hak buat marah sama Ning. Zaky juga cukup sadar diri, dan Zaky cuma mau ngucapin selamat karena sudah menikah dengan lelaki pilihan Ning."

"Kamu salah, aku bukanlah wanita yang pandai membaca kitab. Dan aku juga bukanlah wanita yang faham ilmu agama. Kamunya saja yang menganggapku berlebihan." Ujar Maira yang membuat Zaky terdiam. "dan satu lagi, pernikahan aku dan Kak Rafka itu gagal. Karena Kak Rafka ternyata sudah menikah," lanjutnya membuat Zaky semakin membisu.

"Sudahlah, capek gue jadi nyamuk terus. Mending ngurusin orderan." Batin Izar seraya menatap Zaky dan Maira dengan tatapan kesal.

"Ish! Jadi kangen sama Aisyah. Kok dia udah lama ga ke Ndalem ya? Padahal ... waktu makan mie samyang dulu masih ada dua permintaan yang belum dipenuhin."

"Aku boleh tanya sesuatu sama kamu?"

"Eh, i-iya boleh."

"Kenapa kamu selalu pakai masker?" tanya Maira dengan penuh hati-hati karena takut jika akan menyinggung perasaan lelaki itu.

Kini Zaky tersenyum di balik maskernya, "Kenapa Ning selalu pakai cadar?"

Maira mengerutkan keningnya saat Zaky melontarkan pertanyaan itu padanya. Bukannya menjawab malah menannya balik.

"Karena yang berhak melihat wajah saya nanti hanyalah suami saya." Jawab Maira membuat senyuman Zaky semakin melebar.

"Gue juga sama, cuma istri gue yang berhak lihat wajah gue."

Di balik cadar, kini Maira menggigit bibir bawahnya, "Beruntung ya, orang yang akan jadi istri kamu."

"Kenapa?"

"Karena dia bisa memiliki lelaki sekuat kamu," jawab Maira membuat Zaky terdiam mematung. Lalu kemudian senyuman kembali terukir di wajahnya, "iya, dan orang itu sekarang ada di depan gue."

Ciee, potongan dialoh di sinopsisnya udah habis. Ga nyangka sih, bisa end cerita ini.

Belum - belum, hehe masih sisa beberapa bab lagi.

Salat Tarawih [END]Where stories live. Discover now