30. Rafka?

411 73 10
                                    

Jadi, ini rencanamu?
Bukan kamu, tapi dia?
Kamu sungguh telah membuatku berfikir lebih.

"Ka-kak Rifki?" tanya Maira dengan terbata-bata. Sedangkan Rifki hanya membalasnya dengan senyuman. Gugup dan terkejut juga, pasalnya Rifki datang bersama anggota keluarganya.

"Ingat Ira ... tidak boleh terlalu percaya diri. Mungkin saja keluarganya hanya ingin mengundang Abi dan Izar untuk datang ke acara besok." Batin Maira mulai mencoba mengkondisikan ekspresinya.

"Apa kabar Kyai?" tanya Rifki sambil mencium punggung tangan Kyai. Tidak lupa dengan senyum manis yang selalu menempel di wajahnya.

"Alkhamdulillah baik, Nak Rifki. Kalau Nak Rifki sendiri bagaimana?" ujar Kyai sambil menepuk pelan punggung Rifki.

Rifki hanya terkekeh, "Alkhamdulillah baik Kyai, sangat baik."

"Izar, gimana kabar lo?" Izar hanya menanggapinya dengan cengiran, "alkhamdulillah baik Kak,"

Rifki berjalan mendekat ke arah Izar, lalu berbisik. "Mana cewek lo?"

Blus. Sial, bahkan kini pipinya sedikit memerah. Sekarang ia memang jarak kontak dengan Aisyah. Meskipun jarang berbicara, tetapi hatinya tetap saja hanya ada nama gadis itu.

Rifki yang melihat itu hanya tertawa, "Santai kali, tegang banget mukanya." Ucap Rifki sambil menepuk bahu Izar.

Lalu tatapannya beralih pada Maira yang terus menunduk, "Ira gimana kabarnya? Masih single kan?" tanya Rifki yang diakhir kalimatnya ia lirihkan.

Maira mengangguk canggung, "Alkhamdulillah baik Kak."

"Bagus."

"Mari-mari duduk dulu," ujar Kyai yang dibalas anggukan oleh keluarga Rifki.

"Ira ke belakang dulu," pamit Maira seraya beranjak pergi dari ruangan yang membuat dadanya sesak. Entah harapan apalagi yang akan Rifki kasih padanya.

"Izar nyusul Kak Ira bentar,"

Izar perlahan melangkahkan kakinya menuju dapur, diam-diam menatap Kakaknya yang sedang membuat teh dengan tatapan kosong. Mata Izar refleks melebar saat melihat Maira memasukkan terlalu banyak gula di dalam gelas.

Izar langsung bergegas menuju Maira, mencekal tangan Kakaknya itu yang membuat Maira tersentak. "Izar! Ganggu ih!"

"Ck! Liat tuh, masukkinnya dua sendok aja. Itu kebanyakan." Maira langsung menoleh ke arah gelas yang dimaksud Izar, matanya membelalak saat melihat gula yang takarannya hampir setengah gelas.

"Astagfirullahalazim, kok bisa gini? Siapa yang masukkin gulanya? Ini kebanyakan!"

"Kakak yang masukkin," Maira menyeritkan keningnya, apa? Dirinya? Benarkah?

"Aku?" Izar mengangguk.

"Udah, ga usah dipikirin. Kakak cuci muka sana, biar ga ngelamun terus. Ini biar gue yang urus."

"Ta-tapi,"

"Udah sana Kak ...." Maira hanya menurut, ia berjalan menuju kamar mandi. Membuka cadarnya lalu menyalakan keran wastafel. Menangkupkan kedua tangannya di bawah air mengalir, lalu membasuhnya di wajahnya. Maira mematikan keras tersebut dan menatap dirinya di cermin kecil tepat di atas wastafel itu.

Salat Tarawih [END]Where stories live. Discover now