4.0 - Pulang

73 34 458
                                    

Akhir pekan yang didambakan, terbebas dari beban tugas yang menuntut untuk diselesaikan, dan scroll timeline sampai jempol kapalan sembari rebahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhir pekan yang didambakan, terbebas dari beban tugas yang menuntut untuk diselesaikan, dan scroll timeline sampai jempol kapalan sembari rebahan. Sayangnya, minggu pagi ini Sahara harus rela berpisah dengan kasurnya sedikit lebih cepat dari biasanya.

Sesuai yang telah direncanakan dan dijanjikan, Lintang kembali mengajak Sahara untuk berkunjung sekaligus pulang ke rumah orang tuanya pada akhir pekan. Sahara jelas saja tidak keberatan, gadis itu bahkan membantu Lintang mempersiapkan segala keperluan yang mesti dibawa.

Barang yang dibawa memang tidak terlalu banyak, sebab Lintang masih bisa mengambil beberapa barang yang tertinggal jika ada waktu luang. Lagipula, rumahnya yang berada tak jauh dari kampus itu akan menjadi markas untuk berkumpul dengan para teman-temannya nanti.

Sesampainya di rumah besar keluarga Baskara, Lintang dan Sahara tak melepaskan genggaman tangan mereka. Barulah ketika Alam membukakan pintu dan menyambut mereka, Sahara buru-buru menjauhkan tangan Lintang karena merasa malu di hadapan sang calon mertua.

"Papa senang, akhirnya kamu mau pulang," ungkap Alam dengan wajah berseri, dia memeluk erat anak sulungnya begitu membuka pintu.

Lintang hanya tersenyum tipis kala pelukan itu terlepas. Sementara Alam beralih menatap Sahara yang berdiri canggung di samping Lintang.

"Sahara, terimakasih karena sudah membawa Lintang kembali," ucap Alam tulus.

"Ini semua juga karena kemauan Mas Linlin sendiri kok, Om."

"Mulai sekarang panggil saya Papa aja," saran Alam membuat Sahara tercenung.

"... Papa?"

Bukan apa-apa, panggilan itu terdengar asing di telinganya. Sebab selama bertahun-tahun, tidak ada sosok yang benar-benar Sahara panggil Papa kecuali mendiang ayahnya yang sudah tiada hampir enam belas tahun silam.

Alam tersenyum meyakinkan. "Iya, biar lebih akrab. Lagian saya kan, calon Papa mertua kamu."

Hati Sahara menghangat bersamaan dengan pipi yang memanas karena malu. "Pa, udah dong, kasian Haranya malu tuh," tegur Lintang yang menyadari wajah Sahara yang biasa putih pucat, kini justru tampak merona.

Alam terkekeh. "Ah, iya maafin Papa ya, Sahara. Kita selalu ketemu di suasana yang kaku, jadi saya cuma nyoba bangun suasana baru."

Sahara hanya mampu tersenyum kikuk menanggapi sang calon mertua. Sementara Lintang menatap sang Papa jengah. "Pa, kapan kita boleh masuk?"

"Oh iya, sampe lupa." Alam nyengir, "ayok, masuk."

Sama seperti sebelumnya, Mbok Marni menjadi yang paling heboh saat tahu kedatangan Lintang dan Sahara. Wanita paruh baya itu berulang kali mengucap syukur karena Lintang pada akhirnya benar-benar bersedia untuk pulang.

Sedangkan Bumi turut serta merasa bahagia saat tahu kehadiran Lintang dengan sebuah koper besar, yang menandakan bahwa pemuda itu bukan hanya akan berkunjung sebentar, melainkan untuk pulang ke rumah yang penuh dengan kenangan.

Perfect Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang