1.3 - Tidak ada ruang

222 136 296
                                    

Karena ketika kamu memilih untuk jatuh hati, maka hatimu tak akan utuh lagi.

-Perfect Things-

Baru saja Lintang turun dari mobil Lexus hitamnya, ia sudah dihadang oleh gadis berambut panjang dengan tinggi semampai. Gadis itu menuai senyuman yang sempat Lintang kagumi. Namun kini, tidak lagi. Lintang justru muak menatapnya dari jarak sedekat ini.

Gadis itu berdiri di ambang pintu Nebulà, menghalangi Lintang yang hendak berjalan masuk. “Hai!” Gadis itu menyapa dengan riang.

Lintang mendengkus malas. “Lo ngalangin jalan.”

Gadis itu mengangguk, lantas menggeser tubuhnya sedikit dan menarik Lintang agar tidak meninggalkannya begitu saja. Lintang berdecak, kemudian menepis tangannya pelan. Menunggu apa yang hendak gadis itu sampaikan, Lintang hanya menatapnya datar.

“Ada banyak hal yang bikin hidup seseorang penuh beban,” ujar gadis itu gamblang.

Lintang menaikkan sebelah alisnya, menunggu kelanjutan ucapan gadis di hadapannya tanpa perlu repot-repot mengeluarkan suara. Namun gadis bersurai cokelat itu hanya memasang tampang acuh dengan punggung yang ia sandarkan ke dinding Nebulà.

Lintang berdecak sebal karena gadis itu tampak enggan kembali bersuara. Pada akhirnya, Lintang mengalah dan bertanya, “apa?”

Gadis itu kembali menolehkan kepalanya menghadap Lintang dan berkata, “salah satunya, masalah yang dipendam sendirian. Dan...”

“—dan?” sambar Lintang tidak sabaran.

“Rindu yang tak tersampaikan.”

Lintang tertawa pahit. “Sejak kapan Sonata Patricia jadi melankolis begini?” Lintang menatap Sona tidak percaya.

Sona memutar bola matanya malas lalu tatapannya berubah sendu. “Sejak kapan Semesta Lintang Baskara jadi sedingin ini?”

Sejak kapan?

Dulu, di hadapan Sona, Lintang bukan pribadi yang dingin seperti sekarang. Lintang selalu menjadi pribadi hangat yang menyenangkan banyak orang. Namun karena satu kesalahan yang telah Sona perbuat, berhasil mengubah sikap Lintang menjadi seperti sekarang.

Apa gadis itu tidak sadar bahwa luka yang ia torehkan teramat dalam?

Lintang mendengkus, lagi. Kali ini Lintang benar-benar ingin segera pergi. Bagi Lintang, urusannya dengan Sona sudah selesai. Menatap wajah gadis itu terlalu lama hanya membuat Lintang muak sendiri.

Lintang menatap Sona tajam dan berkata, “kalo lo dateng cuma mau bikin gue kesel, mendingan lo cari aman dan pulang aja sekarang.”

“Lintang—”

“—Sona, ketika lo udah memilih pergi, gue nggak punya alasan buat menyambut lo lagi saat lo kembali.” Lintang menatap Sona tanpa ekspresi. Ucapannya begitu menohok hati.

Sona menelan salivanya susah payah, tak sanggup ditatap oleh Lintang sedemikian tajamnya.

“Dan sekalipun lo beralasan mau memperbaiki, segalanya udah nggak sama lagi,” sambungnya, kemudian beranjak masuk ke Nebulà. Meninggalkan Sona yang kini tercenung.

Kata-kata Lintang begitu menohok hatinya. Tidak bisakah Lintang menunggu Sona berbicara terlebih dulu?

Sona bahkan sudah ditinggal pergi, sebelum ia memintanya untuk kembali.

🌷

🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perfect Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang