1.0 - Nymphaca pubercens

266 172 261
                                    

Katanya, ada begitu banyak kata yang menggambarkan tentang cinta.

Namun kataku, gambaran cinta itu hanya satu.

Yaitu, kamu.

-Perfect Things-

Sahara yang sibuk merapikan tatanan rambut dibuat terkejut oleh kehadiran Echan di depan gerbang.

“Aih, kayak anak SMA deh,” celetuk Echan sembari cengengesan. Melihatnya tampil natural tanpa riasan di sekolah, membuat Echan tak tahan untuk menggodanya. Biasanya saat di Nebulà, Sahara merias wajah ala kadarnya agar terlihat sedikit lebih dewasa.

Echan dan Sahara itu satu sekolah meski berbeda jurusan dan baru akrab karena kerja paruh waktu di tempat yang sama.

Sahara mendelik tajam. “Diem kau, Panjul!”

Echan terbahak. “Tanya dong, emang biasanya aing kayak naon? Kitu.”

Sahara mendengkus malas. “Apa?” tanyanya tanpa minat.

“Biasanya kan, kayak tante-tante.”

Sahara berdecak sebal dan memukul lengan Echan dengan geregetan. “Lo tuh kaya ondel-ondel!!”

“Hara, Hara, Hara,” panggil Echan dengan nada yang menyebalkan.

Sahara mendelik. “Mingkem nggak lo?!”

“Aih, galak pisan euy, kayak ikan cupang.”

“Lo bawel banget kayak ayam nggak dikasih makan!”

"Hara, ulah galak-galak, entar teu aya yang mau sama maneh!" Echan berseru saat Sahara berjalan menjauh.

Tatkala mulutnya berkomat-kamit memaki Echan, tubuhnya tanpa sengaja menubruk seorang pangeran dari negeri seberang. Pangeran itu adalah Bumi, si cowok manis dengan ketampanan di atas rata-rata yang membuat kaum wanita terpana tiap kali melihatnya.

Kenapa ya, kelas tetangga itu bening-bening kayak ubin masjid? Sementara isi kelasnya butek sekali seperti sepatu yang lama tidak dicuci.

Sama seperti Echan, Sahara dan Bumi itu satu angkatan, namun berbeda jurusan. Selain terkenal tampan, Bumi juga dikenal karena pintar dan aktif di berbagai organisasi. Ini pertama kalinya bagi Sahara berinteraksi dengan Bumi dalam jarak sedekat ini.

“Eh, sori ya.” Sahara meringis canggung sementara cowok itu justru tersenyum.

“Nggak apa-apa kok.” Bumi menyahut kalem masih disertai senyum manis.

“Hng... kalo gitu, gue ke kelas dulu, ya,” pamit Sahara.

Namun, sebelum Sahara benar-benar pergi, sebuah bola basket terlihat melayang ke arah Sahara tanpa sempat diprediksi. Sahara memekik tertahan, ia terlalu terkejut untuk menghindar.

Jika saja Bumi tidak cekatan berdiri di hadapan Sahara demi menghalau bola yang siap menghantam, niscaya wajah Sahara sudah mencumbu bola basket dengan mesranya. Bukan malah punggung Bumi yang menjadi korban terhantam bola demi melindunginya.

Sahara terperangah, posisi Bumi yang begitu dekat dengan tubuhnya membuat jantung Sahara hampir lompat dari tempatnya. Kakinya mendadak lemas, apa lagi ketika tangan Bumi bertengger manis di pundaknya.

Apa yang baru saja terjadi menuai beragam tanggapan dari para murid yang berada tak jauh dari tempat kejadian.

“Lo nggak apa-apa?” Bumi jelas terlihat cemas.

Masih dengan tampang shock, Sahara menggeleng. “Harusnya gue yang nanya kayak gitu!” Sahara bahkan memukul lengan Bumi dengan gemas.

Perfect Things (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang