SHAGA || FIFTY FIVE

Start from the beginning
                                    

"Lo belum coba bicara sama dia?" tanya Hazel. "Maksud gue, jangan minta dia buat donor tulang sumsum. Tapi seenggaknya dia tahu kalau gue sakit, gue takut kalau umur gue nggak lama."

Elang diam. Memberitahu Anthon bahwa Hazel sakit? Cih dia tidak sudi bahkan hanya untuk melihat wajahnya. Apalagi dia harus meminta dan memohon pada Anthon untuk mendonorkan tulang sumsum nya, Elang tidak sudi mengemis pada pria bajingan itu.

"Ya udah, gue ke sana secepatnya. Tapi jangan harap dia mau datang ke sini."

Hazel diam saja dengan pandangan lurus pada atap ruangan. Pandangan nya kosong tapi pikirannya ramai. Penuh oleh seseorang yang selama ini mengganggunya.

Shaga.

Sedang apa lelaki itu sekarang? Sedang di kelas kah? Bercanda bersama teman-temannya seperti biasa? Atau mungkin bolehkah Hazel berharap Shaga sedang memikirkannya? Menunggu balasan pesan darinya?

Hazel tertawa dalam hati, tidak mungkin. Shaga tidak akan memikirkannya, tidak juga menunggunya. Dia sudah menyakiti Shaga begitu dalam dan meninggalkannya dengan kejam.

Mungkin sekarang Shaga sudah membencinya seperti dulu.

Membencinya.

Ah, mengapa hatinya begitu sakit memikirkan Shaga membencinya lagi? Bukankah ini yang dia inginkan? Shaga membencinya lalu dia akan pergi dengan mudah. Tapi kenapa... rindu pada lelaki itu selalu hadir, tanpa permisi menusuk hatinya hingga nyeri berkali-kali.

***

Shaga memasuki ruang tahanan dengan sekantung makanan serta buah yang dia bawa. Begitu matanya menatap tepat pada mata Anthon saat itu juga amarah Shaga kembali hadir.

Anthon adalah satu-satunya orang yang enggan dia temui sebenarnya. Tapi jika menyangkut Hazel apalagi berurusan dengan nyawa, Shaga tidak akan berpikir dua kali walau harus memohon dan menjilat ludahnya sendiri.

Anthon tampak berbeda dari pertemuan mereka sebelumnya, tubuh pria itu terlihat kurus dengan wajah suram serta kantung mata tebal. Bisa Shaga pastikan, Anthon tersiksa di dalam sana.

"Kamu datang...." Anthon menyambut dengan wajah heran tapi nada suaranya terdengar senang. Pria dengan kaus oblong hitam itu berdiri dengan kedua tangan mencengkeram jeruji.

Pembesuk memang di perbolehkan bertatap muka, hanya saja si tahanan tetap di kurung dalam jeruji besi, jadi mereka hanya bisa bicara dan saling tatap tanpa bisa berpelukan, lagipula, Shaga tidak ingin memeluk pria itu.

Shaga duduk di kursi seberang sel tahanan setelah menyerahkan kantung bawaannya.

"Shaga kamu sakit?" Tidak di sangka pertanyaan Anthon justru menanyakan kondisinya, Shaga pikir Anthon akan segera memintanya untuk membebaskan pria itu dari penjara. "Wajah kamu pucat."

Anthon perhatikan Shaga yang terduduk di depannya. Kondisi Shaga jauh dari kata baik, wajahnya pias dengan bibir putih keunguan.

"Bukan saya yang sakit," kata Shaga memulai obrolan. "Tapi anak anda."

"Hazel sakit?" Shaga ingin tertawa mendengar dan melihat Anthon yang tampak khawatir. "Dia sakit apa? Gimana keadaanya sekarang?"

SHAGA (SELESAI)Where stories live. Discover now