SHAGA || FIFTY ONE

65.4K 9.3K 11.1K
                                    

Assalamualaikum...

Makasih banyak buat kalian yg udah menuhin target komen di bab 50, Tessa, Lala, Hilda, Fara, dan banyak lagi, nggak bisa aku tah karena lupa nama akunnya wkwk ❤️

Bestie, aku akan update lagi setelah bab 4,5,42,44,46,47,49,50 dan 51 votenya 4K ya.

Atau, 10K komen buat bab 52 update besok. BESOK YA BESTIE 🤣

***

"Lihat! Gigi kamu itu ompongnya lebih banyak dari Seva." Hazel tertawa pelan selagi telunjuknya mengarah pada foto Shaga yang tengah menyengir lebar, gigi bawah bocah lelaki itu rapi sekali, namun, bagian atasnya tidak ada satupun gigi yang tertinggal, hingga hanya menyisakan gusi merah muda. "Mana umur kamu udah gede ini, lima tahun. Seva baru tiga tahun lho."

            Shaga memutar bola mata. "Ya kan anak pada umumnya begitu, yang. malah kalau anak yang nggak ngalamin ompong, itu yang patut di pertanyakan. Nggak normal tahu."

            "Ya maksudku, kamu stop ngejek Seva itu ompong. Semenjak di ejek kamu, dia jadi nggak mau makan manis berlebihan, tadi aja dia makan donat satu doang, padahal sebelumnya bisa makan tiga."

            "Ya bagus, yang. Bukan masalah ompong atau nggaknya, cuma anak kecil makan manis berlebihan juga nggak baik."

            Hazel memajukan bibir bawah dengan hidung mengerut, ekspresi ketika gadis itu mengejek Shaga. "Aku beneran lho bilang gini, tanya aja sana sama Dokter Anak," decak Shaga sebal. Dia lalu membalik halaman foto selanjutnya dari album yang dia pegang. "Lihat, kalau aku lagi mingkem gini, tampan banget, 'kan?"

            Hazel perhatikan foto yang di tunjuk Shaga, dan memang betul, bocah lelaki itu sangat tampan dan terlihat pendiam, siapa yang sangka bahwa ternyata Shaga itu menyebalkan dan pecicilan?

            "Kamu harus bersyukur banget, sih, di jodohin sama yang ganteng kayak gini." Shaga usap rambut tebalnya ke belakang dengan percaya diri. "Berkharisma!"

            Hazel mendecih, lalu menutup album foto itu untuk mengakhiri kenarsisan Shaga. "Kita turun!"

            "Ck, baru juga bentar yang. Belum kangen-kangenan kita," keluh Shaga. Rasanya baru saja dia duduk sebentar dengan Hazel di atas rumah pohon yang sejuk ini setelah dia lelah membantu gadis itu masak dan cuci piring.

            Shaga sengaja mengajak Hazel ke rumah pohon agar bisa berduaan dan menghabiskan waktu bersama, karena jujur saja, kalau sedang di panti, Hazel pasti sibuk dengan anak-anak, dan Shaga tidak suka. Dia tidak rela kalau perhatian gadis itu di bagi terlalu banyak.

            "Mau hujan, Ga. Nanti kita kejebak, susah turun." Hazel berdiri, namun limbung lagi ketika Shaga menarik tangannya. Gadis itu jatuh di pangkuan sang tunangan.

            "Ya udah nggak apa-apa, 'kan, ada aku. Kita pelukan di sini sampai hujannya reda, biar hangat," kekeh Shaga yang langsung saja mendapatkan tatapan sinis dan tabokan di bibir.

            "Aku mau sepedahan, Ga. Turun yuk?" bujuk Hazel.

            Kalau Hazel sudah memasang wajah melas, Shaga bisa apa selain menurutinya?

            Akhirnya kedua orang itu turun dari rumah pohon setelah sepakat bahwa mereka akan menggunakan satu sepeda dengan Shaga yang mengendarai sementara Hazel di bonceng. Beruntung, Ibu panti memiliki satu sepeda ontel yang bisa mereka gunakan, sehingga Hazel tidak perlu repot berdiri karena ada jok di belakang.

            "Ga, jangan ke jalan besar. Sekitar komplek sini aja ya?" Ranti menahasehati dengan khawatir, persis seperti belasan tahun lalu saat Shaga dan Hazel hendak pergi bersepeda.

SHAGA (SELESAI)Where stories live. Discover now