"Om Annan siapa?"

"Om kamu juga, Nini." Mencomot tangan Leoni, menggenggamnya di depan dada sambil memberikan senyum manis.

Aduh, Nan. Anak kecil aja kamu gituin.

"Tapi nama Oni bukan Nini."

"Oooh jadi salah, oke deh Oni, ayo bobo," ajak Fannan lagi. Kali ini cowok itu menggendong Leoni dan membawanya ke ruang tengah atas instruksi Aksa.

Aksa meloloskan napas lega. "Untung ada Fannan."

Sementara Fannan mengasuh Leoni, Dhafi dan Aksa sibuk menenangkan Naya yang panik karena Algra tidak pulang bersama mereka.

"Algra mana, Aks, Dhaf?" tanya Naya kesekian kali.

Bukan tak mau jawab, Aksa dan Dhafi bingung mau bagaimana bilangnya. Jujur kalau Algra sedang mabuk di Rumah Te Amo? Lalu, kalau Naya tanya-tanya lagi soal mabuknya Algra bagaimana?

Pasti ribet, apalagi yang dihadapi adalah perempuan hamil yang emosinya sama sekali tidak bisa diajak kompromi.

Aksa menggaruk pelipisnya bingung. "Algra anu, itu—"

"Anu itu apa?" sela Naya curiga, ia refleks maju satu langkah dan memukul pundak Aksa. "Jawab!"

"Dhaf?" Lantaran Aksa masih bungkam, Naya beralih ke Dhafi. "Algra mana?"

Keinginan Naya untuk menemui Algra saat ini mungkin tak akan seperti yang dibayangkan. Perempuan 17 tahun itu sama sekali belum tau kalau semuanya sudah berubah. Algra bukanlah Algra yang menyayanginya lagi. Algra yang sekarang adalah Algra yang kalut dengan dendam.

Obsesi Algra untuk melindungi Raya sangat berlebihan. Singkatnya, dia rela mengorbankan apa dan siapa saja yang berani mengusik kehidupan Raya.

Prak

"Aksa, Dhafi. Gue nanya loh dari tadi!" Saking kesalnya karena tak kunjung diberi jawaban, Naya membanting kotak tisu yang kebetulan mudah ia raih dari atas meja.

"GUE DISINI!"

Cowok tinggi dengan aura negatif yang seakan betah menemaninya, berjalan sempoyongan ke arah tiga manusia yang berdiri 6 meter darinya.

Bersama langkah yang sangat tidak ajeg, ia mendekat ke sana. Matanya merah serta layu, rambutnya berantakan, apalagi pakaiannya. Ya, dia Algra. Tadi Aka sempat menahannya agar tidak kesini, tapi apa daya tenaganya kalah kuat dengan Algra yang sedang dalam kondisi mabuk.

"Algra... Gue kangen." Dengan cepat Naya mendekap tubuh yang satu meter lagi sampai ke tempatnya berpijak. Rasa rindunya mengabaikan kondisi abnormal yang dialami suaminya.

"Lepasin gue!"

"Tadi ada maling yang masuk rumah kita, Gra," adunya tak memperdulikan respon Algra sebelumnya.

"Lepas."

"Please, gue takut banget kalo inget maling itu mau pukul gue pa—"

"LEPASIN GUE BILANG!" Algra menghempas kasar tubuh Naya. Untung tak jauh dari sana ada Dhafi, sehingga Naya tidak tersungkur ke lantai.

Naya melongo, tak paham dengan sikap Algra yang begitu.

"Gra?"

"Singkirin wajah polos lo itu, karena itu sama sekali nggak mencerminkan diri seorang jalang seperti lo!" bentak Algra pada Naya.

Dari jarak kurang lebih 1 meter, Naya memberi tatapan kosong pada sang suami. Malam-malam begini, otaknya dipaksa berpikir soal kemungkinan. Kemungkinan antara kumatnya Algra, mabuk, atau malah itu semua dilakukan penuh kesadaran.

ALGRAFIWhere stories live. Discover now