23. Jatuh

6 1 0
                                    

Kupikir sesuatu yang bernama hati akan menemukan tempat untuk berlabuh dengan sendirinya. Tanpa kutuntun, dia memilihmu.

...

Kupikir ada yang aneh sejak hari itu. Pikiranku seolah terbawa arus yang tak dapat kukendalikan. Harusnya tawaran Kasta membuat perasaan ini lega, harusnya bukan Kasta yang kini berada dalam pikiran ini karena Vios bahkan telah kembali.

Semakin banyak berpikir, semakin terbesit keinginan dalam hati yang bahkan tak bisa kumengerti. Aku ingin Kasta tetap berada di sisiku, di sampingku dan bersamaku. Meski begitu, di sisi lain seperti ada yang mengganjal dalam hati, ini tentang Vios. Tentang bagaimana mungkin aku menggantikan Vios dengan seorang Kastara.

Harusnya dari awal aku tidak menerima tawaran Kasta serta Bu Aniya untuk jadi pacar pura-pura cowok itu. Omong-omong soal Bu Aniya, aku ikut aneh ketika dia tak sama sekali membicarakan soal klarifikasiku beberapa hari lalu. Pun dengan Kak Mai, mereka bersikap seolah tak ada yang terjadi. Padahal masih bisa kuingat jelas bahwa Bu Aniya cukup kelimpungan dengan berita yang beredar.

Aku menuju ruang kerja Bu Aniya. Bila kuingat-ingat lagi setelah berapa lama aku tinggal di rumah ini, tak pernah sekalipun kakiku menginjak ruangan kerja Bu Aniya. Ini pertama kalinya.

Tanganku mengetuk pintu dua kali lalu mulai membuka knop pintu dan menampilkan sosok Bu Aniya duduk di kursi kerjanya yang membelakangiku.

Langkah pelanku menuju mejanya. “Saya ingin bicara,” kataku pelan.

Namun, Bu Aniya tak segera membalikkan kursinya. Dia bergerak sedikit lalu menjawab, “Kita bicara nanti, Ara. Saya sedang tidak ingin diganggu.”

Kupikir ada yang aneh dari Bu Aniya. Beberapa hari ini dia jarang keluar dari ruang kerja, bahkan tidak pergi ke kantor.

Aku menghela napas. “Saya hanya ingin bilang kalau projek Web Series LHS sudah dialihkan ke Nabi.”

Bu Aniya tetap tak merespons. Mungkin dia memang tak ingin diajak bicara. Aku melangkah keluar dari ruangan. Bersiap menuju sekolah.

***

Sekolah tak lagi seperti sebelum-sebelumnya. Tak ada lagi mata yang memandangku seolah menghakimi. Tak ada lagi suara-suara bisikan yang penuh dengan perkataan-perkataan tak mengenakkan.

Thomas dan Nino secara bersamaan menghampiriku. “Selamat pagi Anara.”

Aku hanya menanggapi dengan senyuman. “Lo berdua enggak bosan bersikap sok manis mulu sama gue?” tanyaku dengan nada bercanda.

“Nino yang sok manis, gue mah enggak. Emang manis anaknya.” Thomas menanggapi seraya terkekeh.

“Prettt. Anyway, klarifikasi lo masih jadi tranding twitter, Ra. Kalau kita bisa kasih tau siapa yang menjebak lo itu pasti bakal lebih heboh dari ini.” Kali ini Nino yang berkata.

“Gue enggak cari sensasi, ya! Gue hanya membersihkan nama baik gue dari manusia-manusia sampah yang menjebak gue,” jawabku.

“Iya, sih. Lo bukan ratu sensasi. Tapi, ya, Ra secara enggak langsung semenjak lo pacaran sama Kastara otomatis kehidupan lo itu akan lebih di sorot. Meski selama ini dengan status lo anak Bu Aniya aja udah di sorot, tapi kali ini kayak double kill!” kata Nino.

“Bener. Tapi, gue masih heran, sih. Enggak mungkin yang culik lo itu orang yang bener-bener penculik. Soalnya kayak tu orang sengaja banget buat bikin gosip ini.” Thomas mulai memasang raut wajah seolah benar-benar menganalisis.

“Kita lihat aja. Cepat atau lambat orang itu akan menunjukkan dirinya sendiri,” kataku.

“Lo tau orangnya?” Nino dan Thomas secara bersamaan menatapku.

Hope for SecretWhere stories live. Discover now