17. Berbeda

16 6 0
                                    

Kamu hanya perlu jatuh cinta berulang-ulang untuk tahu seberapa besar kamu mencintainya.
...

Tiga hari berlalu sejak hari itu. Tidak ada satupun pertanyaanku mengenai Kasta yang terjawab. Justru menambah pertanyaan baru.

Kastara terasa berbeda dari sebelumnya. Kupikir ini hanya perasaanku saja, tapi memang sungguh berbeda. Mendadak menjadi manusia lembut dan perhatian. Mendadak menjadi orang yang siaga untukku.

Dia kerap mengirimi makanan ke rumah beberapa hari ini, selalu mengantar jemputku, dan selalu laporan bila selesai syuting. Aneh, benar-benar aneh. Sejujurnya aku bisa saja menolak semua kebaikannya, kan? Tetapi tidak. Aku makin tertarik alasan perubahan sikap Kastara ini.

Seperti sekarang kami tengah menuju perjalanan ke sekolah. Kasta menyetir dengan fokus sembari memutar lagu-lagu barat yang tengah naik daun tahun ini.

“Web seriesnya udah mulai suting?” tanyanya.

“Udah, kemarin. Kenapa?” Aku menoleh pada cowok itu.

“Penasaran sama hasilnya aja.”

Aku terkekeh. “Baru juga mulai syuting.”

“Ra, nanti gue sampai malam kayaknya syuting. Enggak bisa jemput lo, enggak pa-pa, ya?” Dia menoleh padaku sekilas.

Aku tersenyum. “Gue enggak pernah minta lo jemput, Kas.”

Mobil yang Kastara kemudikan memasuki gerbang sekolah. Ah iya, beberapa hari ini sekolah meski pagi sudah cukup ramai. Anak osis terkadang mengambil kesempatan di pagi hari untuk mempersiapkan acara ekspo. Acaranya hanya akan tinggal dua hari lagi.

“Kalo ada apa-apa nanti lo hubungin gue, ya?” kata Kastara begitu selesai membuka sabuk pengamannya.

Perlahan kutatap mata cowok itu. “Gue boleh tau alasan kenapa sikap lo berubah gini?” tanyaku.

“Apa yang berubah, Ra? Gue tetap Kasta.”

“Gue udah berkali-kali mikirin ini. Lo beda Kas, kalau sikap lo kayak gini karena suka sama gue tolong stop. Gue–”

Tangan Kasta beralih menggenggam tanganku. Matanya tertuju padaku. “Gue enggak berniat menggantikan siapapun di hati lo. Tenang aja.”

Aku menggeleng. Namun, Kasta kembali bicara. “Lagian kayaknya ini biasa aja buat orang pacaran. Megang tangan.” Kasta mengangkat tangannya yang menggenggam tanganku lalu menunjukkannya.

Dan tangan kirinya beralih mengacak rambutku. “Dan ngelus rambut gini itu hal biasa yang cowok lakuin ke pacarnya. Sekalian akting harus terlihat natural lah,” ucapnya tersenyum meyakinkanku.

Aku tak bisa berkata apapun lagi. Vios yang masih menghilang ini membuatku khawatir akan sikap Kasta yang terus-menerus begini.

Kami beriringan melewati koridor dan seperti biasa Kasta mengantarku hingga di depan kelas. Tanpa, kusangka Thomas dan Nino sudah berdiri di depan kelas. Sepertinya mereka menunggu kedatanganku.

“Lo berdua ngapain?” tanyaku.

“Ada yang mau kita bahas, sih, Ra,” kata Nino.

“Ya udah ayok.” Aku hendak mengajak mereka ke rooftop, tetapi perkataan Thomas pada Kasta cukup menarik perhatianku.

“Lo ingat kata-kata gue kemarin, ya. Gue enggak main-main.” Thomas melalui Kasta dan berkata padaku. “Ayok, Ra.”

Meski masih cukup penasaran apa yang dimaksud Thomas aku tetap pergi bersama mereka berdua.

Hope for SecretWhere stories live. Discover now