Halaman kedua puluh🍂; Tidak bisa jika tanpa oksigen

Beginne am Anfang
                                    

"Iya." Hanan mengangguk kecil sembari bersiap untuk mengayuh sepedanya, "Nanti akan Hanan ceritakan semua rasa sakitnya sama abang."

"Tapi janji harus kuat, janji kalau abang ngga akan ikut sakit waktu dengar semua cerita Hanan. Bisa?"

Tidak. Dengan sangat lantang Wisnu berteriak dalam hati, kalau dia tidak akan pernah mungkin bisa melakukan itu sampai kapanpun. Lagian siapa yang mampu bersikap biasa saja setelah mendengar cerita penuh luka milik Hanan? Wisnu rasa tidak akan ada satu pun orang yang mampu mengontrol emosi nya setelah mendengar secara keseluruhan rasa sakit Hanan.

Melihat itu Hanan terkekeh pelan, ia usap bahu sang kakak tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sudah bisa ditebak kalau Wisnu tidak akan pernah mampu melakukan itu.

"Ayo pulang." final Hanan yang langsung di balas anggukan oleh Wisnu setelah ia memutuskan untuk diam beberapa detik.

Sekitar pukul delapan lebih lima belas menit keduanya sudah sama-sama tidur di atas kasur masing-masing. Dengan Hanan yang selalu tidur ditemani oksigen belakangan ini, dan Wisnu yang tidur diantara Bian dengan Aji. Mata mereka masih menatap kosong langit-langit kamar, entah apa yang dipikirkan. Tapi kalau Wisnu, laki-laku itu masih terjaga sampai saat ini karena ucapan Hanan di taman tadi, ketika ia tak mampu membalas pertanyaan Hanan untuk berjanji agar tidak turut merasakan sakitnya menjadi Hanan jika pemuda itu menceritakan semua rasa lelahnya.

Berbanding terbalik dengan Hanan yang sekarang entah sedang memikirkan apa. Tubuhnya ia sandarkan pada 3 tumpukan bantal yang selalu ia tata sedemikian rupa, matanya menatap kosong kearah meja belajar untuk beberapa detik. Sampai akhirnya ia berjalan menuju tempat duduk yang berhadapan dengan meja belajar nya. Mengingat tinggal menghitung hari saja ujian sekolah dilaksanakan, Hanan memutuskan membuka buku-buku tebal untuk ia pelajari dan ia baca. Walaupun akhirnya ia harus kesusahan sendiri menghadapi rasa sakit yang terus mendera dadanya hingga tengah malam.

Sampai akhirnya setelah berusaha menahan rasa sakit selama itu, Hanan tetap kalah, dia gagal. Pemuda itu lantas memutuskan untuk beranjak dan menidurkan diri di atas kasur kembali pukul satu malam.


-----


Pagi ini di sekolah, Hanan dan anak-anak lainnya tengah sibuk mempersiapkan diri untuk ujian sekolah yang akan dilaksanakan lusa. Hanan juga terlihat begitu sungguh-sungguh saat mendengarkan dan mencatat seluruh materi yang guru sampaikan hingga jam terakhir. Tidak ada satupun yang terlewat sebab Hanan ingat janjinya, janji akan berada di peringkat pertama dan akan membuktikan semuanya pada ayah.

Hari ini juga Hanan tidak melewatkan satu menit pun jam les yang sudah ayah jadwalkan dari jauh-jauh hari. Pemuda itu terlihat sangat antusias mempelajari sedikit demi sedikit materi yang guru les nya sampaikan. Bahkan Hanan pun tidak masalah saat dirinya baru menginjakkan kaki di rumah pukul sepuluh malam, sebab sengaja ia tambah jadwal les sendiri selama satu jam lama nya bersama guru les yang notabene nya adalah sahabat dari sang ayah.

Hari itu Hanan habiskan untuk belajar tanpa kenal rasa lelah, meski beberapa kali Hanan merasakan pusing dan batuk-batuk hebat, Hanan tidak peduli. Yang terpenting sekarang adalah-ia harus menguasai seluruh materi yang akan keluar nanti saat ujian sekolah tiba. Hanan tidak mau peringkat pertama ditempati oleh orang lain. Hanan sedang berusaha menjadi manusia egois untuk pertama kali.

"Hanan kok baru pulang jam segini?" itu bunda, perempuan paruh baya dengan piyama putih menghampiri Hanan yang baru saja masuk setelah berhasil membuka sepatunya.

Tinta Terakhir ✔ Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt