Isha tersenyum kecut mendengar ucapan ibunya.

"Apa buktinya kalau ibu peduli? Apa ibu peduli sama mimpiku untuk kuliah yang pupus gitu aja karena abang? Andai ibu tau, bahkan itu adalah impian pertama yang pernah aku punya dan harus pupus sebelum berjuang"

Isha mengambil nafas, mengusap air matanya, kemudian kembali mengucapkan semua yang ia rasakan.

"Apa ibu tau kalau aku pernah nyaris jalan kaki dari sekolah sampai rumah karena nggak punya uang? Apa ibu tau kalau aku bahkan hampir jadi korban pelecehan seksual di bus? Apa ibu tau aku dipermalukan habis-habisan di acara prom night yang harusnya jadi momen bahagiaku? Anak gadis ibu satu-satunya ini, dibilang jalang karena ulah orang yang tadi Isha teriaki. Ibu tau? Ibu nggak tau dan nggak akan pernah peduli"

Ibunya Isha tampak menangis mendengar ucapan Isha, bersamaan dengan abang dan adiknya Isha yang ikut keluar karena mendengar suara Isha yang lumayan keras itu. Tak seperti biasanya.

"Maafin ibu, kak. Ibu belum bisa jadi ibu yang baik buat kamu. Ibu nggak tau kalau kamu kesulitan seperti ini" ucap Ibunya Isha disela tangisannya.

Saat mendengar tangis ibunya, entah kenapa hati Isha rasanya sakit.

Bukankah seharusnya ia lega mendengar ibunya meminta maaf dan mendengar semua hal yang ia sembunyikan dari seisi rumah. Namun, ternyata rasanya sakit.

Mungkin ini yang dinamakan ikatan batin ibu dan anak. Sejauh apapun hubungannya, setidak akrab apapun anak dan ibu, mereka akan memiliki sedikit ikatan batin.

Isha memejamkan matanya, air matanya masih terus saja menetes.

Ibunya Isha mendekati Isha dan memeluk anak gadisnya itu dengan erat dari samping, "Maafin ibu kak, setelah ini ibu akan lebih peduli lagi sama kamu"

Pelukan ini, pelukan yang sangat Isha rindukan serta inginkan. Pelukan yang biasanya hanya bisa ia lihat ketika nilai Farel naik, atau abangnya mendapat peringkat pertama. Pelukan yang selama ini hanya ia lihat, kini bisa ia rasakan.

Isha yang sudah tidak bisa berbicara, hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Sha, kalau lo pikir ibu sepenuhnya nggak peduli sama lo, lo salah besar. Ibu selalu doa dan berharap lo tumbuh jadi perempuan yang kuat, supaya ketika terjadi sesuatu di waktu yang akan datang, lo udah siap sama semua itu" jelas Vano.

Isha menoleh kearah ibunya, tatapannya seolah meminta penjelasan lebih kepada ibunya.

Ibunya menganggukkan kepalanya sembari mengelus pundak Isha.

"Iya. Selama ini, ibu pikir dengan melepaskan kamu, dengan membiarkan kamu melakukan apapun itu hal yang benar. Karena ibu ingin kamu tumbuh menjadi wanita yang kuat dan mandiri, ibu nggak mau kamu jadi perempuan yang lemah dan rapuh seperti saat ibu di tinggal oleh ayahmu"

Ibunya Isha menatap kedua mata indah milik anak gadis semata wayangnya itu, "Dan ibu tau sekarang kamu sudah tumbuh menjadi gadis yang kuat dan mandiri meskipun ibu tidak mendidik kamu dengan baik. Maaf jika selama ini kamu merasa ibu mengabaikanmu ya cantik. Terimakasih, sudah tumbuh dengan baik"

Mendengar ucapan ibunya, justru membuat tangisnya semakin menjadi-jadi.

"Tapi kak, lo emang keren banget tau. Gue nggak bisa bayangin apa yang bakal terjadi sama rumah ini kalau kemarin nggak ada lo. Gue bangga banget punya kakak cantik dan serba bisa kayak lo" timpal Farel.

Mendengar ucapan Farel, membuat Arsen berpindah tempat dan menyuruh Farel untuk duduk di samping Isha.

Arsen bisa melihat dari mata Farel bahwa ia mengatakan semua itu dengan tulus. Lelaki yang sedang beranjak remaja itu terlihat benar-benar bangga dengan kakaknya.

Bertaut [END]Where stories live. Discover now