19. Hadiah

6.9K 401 5
                                    

"Arsen, gue-"

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Arsen, gue-"

"Sha, gue masih ribet ini. Nanti ya telfonnya" ucap Arsen menyela ucapan Isha.

"Tapi Sen, gue ma-"

Sebelum Isha menyelesaikan ucapannya, Arsen sudah mematikan telfonnya terlebih dahulu. Isha memeluk gulingnya dan kembali menangis.

Ia takut, takut jika yang selama ini ia perjuangkan tidak tercapai. Ia hanya ingin kuliah dari hasil usahanya sendiri.

Isha, sangat benci dengan kegagalan. Ia benci jika apa yang diusahakan mati-matian di tumbangkan.

Karena terus menangis, Isha akhirnya tertidur masih lengkap dengan seragam sekolahnya.

***

Pagi ini Isha disambut oleh cuaca yang sangat cerah, bahkan matahari terasa terlalu semangat memancarkan sinarnya ke bumi. Sehingga sinarnya terasa begitu menyengat di kulit.

Seperti biasa, Isha masih membantu ibunya menyiapkan sarapan kemudian berangkat bersama dengan Arsen. Semuanya berjalan seperti biasa.

"Kak, kamu mau bantuin abang kan? Tabungan ibu kalau digabung sama tabunganmu, udah cukup untuk nutup itu. Boleh ya sayang?" tutur ibunya Isha dengan wajah penuh harap.

Isha menghela nafasnya, kemudian menganggukkan kepalanya, "Lagipula nggak ada pilihan untuk nolak kan bu?" sahut Isha sembari berjalan menuju kamarnya.

Setelah mengambil barang yang ia butuhkan, Isha segera keluar dari kamarnya dan memberikannya kepada ibunya, "Ini buku tabungan sama ATM punya Isha bu"

"Lo serius segampang itu ngasih ke gue, Sha?" tanya Vano.

"Nggak gampang juga sama aja kan hasilnya bang? Emang kalau gue nggak ngasih, lo bisa ngumpulin uang lima puluh juta dalam beberapa bulan?" ucap Isha dengan datar.

Sedangkan Vano hanya diam saja. Tak merespon ucapan pedas yang keluar dari mulut adik perempuannya itu.

Lagipula yang dikatakan Isha memang benar.

"Ini ada apa sih?" tanya Farel yang tampak sudah menyelesaikan sarapannya.

Isha menatap Farel, "Tanya ibu sama abang. Yang pasti, mulai sekarang lo harus hemat" sahut Isha kemudian berjalan keluar dari rumahnya. Arsen sudah menunggunya di depan rumah.

Sepanjang perjalanan berangkat sekolah, Isha sama sekali tidak membuka suara sama sekali. Arsen yang tidak tahu apa-apa jelas bingung dengan Isha pagi ini.

Biasanya, ada kejadian apapun selama di jalan, Isha akan mengomentarinya. Namun hari ini, Isha benar-benar diam.

"Lo kenapa?" tanya Arsen.

"Nggak papa" sahut Isha.

"Beneran?" tanya Arsen lagi.

Isha menganggukkan kepalanya, "Iya"

Bertaut [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora