14❄🍦

831 134 15
                                    

14|| Hujan

Awan hitam menyertai perjalanan Jeno mengantar Winter pulang ke rumahnya. Pikir Jeno rumah Winter tidak terlalu jauh dari sekolah mengingat udah beberapa kali dia lihat Winter selalu naik taksi.

Jeno nih tipe ketua Osis yang apal sama semua murid yang pernah terlambat. Masih ingat catatan kecil itu kan? Yang pasti semua kebandelan anak MCS tersimpan rapi di sana.

Jeno melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Awan mendung di tambah jalanan macet membuat dia harus beberapa kali mengambil jalan dengan menyalip mobil.

"Hiks hiks hiks," Winter terisak.

Jeno mendengar isakan itu, walaupun kecil dan samar karena berbaur dengan suara bising kendaraan, telingannya cukup peka.

"Nangis aja yang keras," ucap Jeno pada gadis yang duduk di jok belakangnya. "Enggak ada yang denger suara lo."

Bukannya mendengarkan ucapan Jeno, Winter malah makin mengeratkan pelukannya ke pinggang kakak kelasnya itu. Kepalanya ditekan kuat ke punggung lebar Jeno agar tidak melihat ke jalanan kanan dan kiri.

Jeno merasa aneh sama tingkah Winter. Emang modelan cewek cemburu harus pakek nangis-nangis gitu?

Karena jujur aja ini pertama kalinya dia boncengin cewek selain adiknya, Ningning. Terus gitu kalau Ningning putus sama pacar atau ditolak gebetan enggak pernah nangis sekalipun.

Lah ini?

"Winter?!" Jeno agak meninggikan suaranya. Dia hampir enggak bisa napas karena tekanan lengan Winter di perutnya.

"Lo kenapa?" Jeno memelankan sepeda motornya terus nepuk pelan tangan Winter di perutnya agar Winter tau kalau dia mencoba mengajaknya bicara.

"Winter takut. Kak Jeno bisa berhenti? Sebentar aja. Hiks hiks."

Mau tak mau Jeno mendengarkan perkataan Winter yang memintannya untuk berhenti.

Jeno memilih tempat di seberang jalan, sekalian mencari tempat berteduh karena dia tahu kalau sebentar lagi hujan akan turun. Rintik hujan bahkan sudah mulai membasahi jalanan saat dia menepikan motornya.

Begitu berhenti, tanpa sepatah katapun Winter langsung turun dan berjongkok di sebelah motor yang terparkir itu.

"Hoek hoek hoek!"

Jeno mundur selangkah, dia barusan denger suara orang muntah.

Winter minta dia berhenti karena pengen muntah?

Jeno cuma ngeliatin Winter, dia enggak tahu harus ngelakuin apa.

"Dek itu pacarnya muntah dipijetin atuh." ucap salah satu pedagang kaki lima di dekat sana.

Jeno menyernyit bingung, dia enggak tahu kalau naik motor bisa buat orang mabuk. Dia enggak lagi naik bus loh ini.

"Hiks hiks hiks."

Kembali suara isakan itu terdengar di telinga Jeno. Dia akhirnya berani mendekati Winter setelah cewek itu selesai memutahkan isi perutnya.

"Lo nggak papa?" katanya berjongkok di sebelah Winter.

"Pacarnya hamil ya dek?"

Jeno melotot ke mas-mas penjual bakso itu. Bisa-bisanya si mas ngomong gitu ke dia.

"Dulu pas istri saya hamil juga enggak tahan sama bau asap motor."

Terus hubungannya sama saya apa pak?! Ingin sekali Jeno berkata bergitu.

Dia juga ingin mengumpat dengan keras, karena ya omongan si mas bakso nih ngebuat mereka jadi pusat perhatian. Kan anjing!

"Mungkin pacar adek juga sensitif sama bau motor."

Dear Winter [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora