"Gra, lo—"

Algra tersenyum getir. "Gapapa Nay, gue memang sayang banget sama Kak Raya, tapi gue gak bisa mengenyampingkan istri gue," ucapnya lembut. "Apalagi lo lagi hamil anak gue," imbuh orang yang sama.

"Tapi—"

"1 kali protes sama dengan 1 ronde," ucap Algra mampu membungkam Naya dengan sendirinya.

Selanjutnya atas instruksi Sergio, tangan kanan Rayyan, pesta malam itu dibubarkan.

Pandangan Algra masih tertuju pada Raya yang sedang ditenangkan Bintang dibantu dua perawat. Darah ditubuhnya serasa mengalir lebih cepat dari biasanya. Terlebih melihat Raya yang keringatnya bercucuran lantaran histerisnya tadi tidak main-main.

"Bin, kamu nggak jahat kan?" Di sisa tenaganya, Raya menatap Bintang sendu.

Bintang menggeleng sebagai jawaban.

"Jangan seperti Al yang lebih memilih jalang," ucap Raya yang hanya bisa dibalas wajah datar dari Bintang.

Lantaran salah satu mata kuliahnya dulu ada yang berbau psikologi, sedikit banyak Bintang paham apa yang terjadi. Tidak mungkin untuk menyangkal pernyataan Raya walau yang dikatakan sebagai jalang adalah adik kandungnya.

"Raya sama gue," ujar Bintang sembari mengisyaratkan agar Algra membawa Naya untuk istirahat.

Dari posisinya yang sedang ada dipangkuan Bintang, Raya mengarahkan matanya pada Algra dan Naya yang berjalan berdampingan.

"Bin, apa salah kalau aku sayang sama adikku?" tanya Raya. Berkat bantuan obat penenang, Raya bisa lebih kalem dalam bersikap.

"Nggak, kamu nggak salah." Lagi, Bintang tersenyum.

"Iya Bin, aku nggak salah, karena yang salah hanya jalang itu. Iya kan?" Raya menggelantungkan tangannya di leher Bintang, tatapannya sangat dalam.

"Mbak Raya, kita kembali ke kamar ya," ajak salah seorang perawat. Bersamaan dengan itu Rayyan yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya turut menghampiri.

"Aku nggak mau!" tolak Raya mentah-mentah.

"Apa yang perawat bilang benar, Nak," sahut Rayyan dari posisi berdirinya.

"Aku ingin bersama Bintang ayah," lirih Raya sambil mengeratkan pelukannya pada cowok itu.

Netra Rayyan dan Bintang saling bertaut.

"Bintang, om minta kamu temani Raya malam ini, kamu mau kan?" pinta Rayyan.

Bak gayung bersambut Bintang menyetujuinya. Laki-laki 23 tahun itu menggendong Raya dan membawanya ke kamar sesuai arahan dari perawat.

"Kalian berdua ngapain masih disini?" protes Raya pada dua perawatnya.

"Kami—"

"Keluar, aku hanya mau berdua dengan Bintang!" titah Raya yang agaknya sangat sulit ditolak.

Dua perawat itu menjuruskan pandangannya pada Bintang dan langsung mendapat anggukan tanda persetujuan.

"Raya aman bersama saya, kalian boleh keluar."

Raya tersenyum lebar, baginya sikap Bintang sangatlah ber-damage. Dia suka.

"Bin, ayo tidur sekarang," ajak Raya seakan lupa berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat.

Beda dengan Raya yang sepertinya lupa, Bintang sangat paham. Cowok itu paham, berdua saja di suatu ruangan di malam hari adalah hal yang tidak etis. Namun, Bintang juga paham situasi dan kondisi yang ada saat ini.

ALGRAFIWhere stories live. Discover now