15. Kejutan, Lagi

92 39 1
                                    

Suasana kampus berangsur membaik di penglihatan Laith. Tak ada lagi sakit keterlaluan tatkala memandangi bangku kelas di mana Oryza biasa duduk. Bangku itu sudah ditempati mahasiswa lain. Benar, Oryza terpaksa menunda pendidikannya untuk waktu yang tak dapat ditentukan.

Hal lain yang juga membuat Laith bisa bernapas lega adalah karena Pak Rahagi diberhentikan secara tidak hormat. Meski begitu, tetap saja pemuda itu gondok karena sang mantan dosen tak mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya.

Sudah tiga hari sejak perbincangan dalamnya bersama Zaa dan Nuha malam itu. Berakhir dengan Laith yang uring-uringan sendiri karena Nuha menolak diantarnya pulang setengah mati. Katanya, masih ada urusan dengan seseorang di salah satu hotel. Bagaimana Laith bisa santai, pikirannya kelewat bercabang bahkan sampai detik ini. Apalagi Nuha tak lagi menampakkan batang hidungnya setelah malam itu.

Maski keadaan kampus membaik, Laith masih menemukan satu dua anak yang membicarakan kasus Oryza. Sekadar mengasihani perempuan itu dan mengutuk si dosen brengsek tentu saja. Namun, ia memilih pura-pura tak dengar.

“Laith!” panggil Devi, teman sekelasnya saat pemuda itu hendak keluar kelas. Sambil mengulurkan lembaran kertas HVS, perempuan itu kembali melanjutkan, “Karena kemarin kamu nggak bisa datang buat bahas ini bareng, jadi kita udah buat ringkasan. Pelajarin ya, ini bahan buat presentasi tim kita besok. Bagian kamu udah aku lingkarin pakai tinta merah. Maklumin aja nggak pakai dokumen word, datanya ilang, sisa itu.”

Jujur, Laith merasa tak enak. Ia sengaja mangkir dari pertemuan kelompok kemarin, suasana hatinya benar-benar buruk.

Laith menerima kertas itu. “Makasih, Dev. Sorry aku ngrepotin kalian.”

Perempuan berjilbab pashmina itu mengangguk. “It’s ok, kita tahu situasinya. Ehm … aku pribadi turut berduka cita, ya. Maaf karena aku nggak bisa datang.”

Pemuda itu melayangkan senyum sambil mengangguk. “Terima kasih.”

“Ya udah, aku pergi dulu kalau gitu.”

Sekali lagi, Laith mengangguk.

Sejenak ia sengaja tak melakukan apa pun, hanya berdiri di tempatnya sambil memandangi kelas yang sudah kosong, sepi.

Pada akhirnya, Laith hanya mampu terkekeh, lebih pada menertawai diri sendiri. Kemudian, ia pergi dari sana.

Sengaja mengambil jalan memutar untuk sampai ke parkiran, Laith harus melewati taman kampus yang cukup ramai sore ini. Banyak mahasiswa tampaknya memilih tempat itu guna melepas penat atau sekadar menunggu jadwal kelas sore selanjutnya. Maklum, sinyal wifi di sana sangat kuat karena dekat dengan perpustakaan fakultas.

Tak ada yang menarik perhatian Laith selain salah satu bangku tempatnya dan Oryza sering berdiskusi dulu. Bukan, bukan karena teringat perempuan itu sepenuhnya, melainkan karena siapa yang duduk di sana.

“Nuha?” gumam Laith.

Hendak menyusul, Laith mengurungkan niat saat seorang mahasiswa ikut duduk di samping Nuha. Laith mengenalnya, Hasyar, seorang kakak tingkat.

Tak lepas mata Laith memandang dua orang itu saling melempar senyum. Dari kejauhan, semuanya tampak sangat jelas, sayang Laith tak bisa mendengar perbincangan mereka.

Banyak pikiran negatif mulai bersarang di kepala Laith. “Mana mungkin Hasyar yang aktif di banyak kegiatan keagamaan kayak gitu.”

Nyatanya, bukan hanya Laith yang memandang dua orang itu penuh tanya. Setelah Laith perhatikan, mahasiswa lain mulai menaruh minta pada Hasyar dan Nuha. Bagaimana tidak menarik perhatian jika penampilan Nuha sangat mencolok?

KelamkariWhere stories live. Discover now