Chapter 09

1.6K 132 59
                                    

Vote☆

🍁🍁🍁🍁🍁

"..Ya, hancurkan saja."

"Hancurkan dari yang bawah terlebih dahulu. Jangan sampai ada seseorang yang bisa masuk apart melalui tangganya."

"Dimengerti, sir."

"Tidak perlu semuanya."

"Yes sir, kami tidak akan mencopot dan menghancurkan semua anak tangganya. Hanya tiga setengah meter dari bawah, bukan begitu?"

"Hm. Selesaikan malam ini juga."

Aku memutus sambungan telepon setelah berbincang dengan Tyo juga Bradd. Tidak mungkin aku menyuruhLouise untuk menghancurkan tangga monyet. Bocah itu pasti akan merepotkan dan tidak becus.

Hhh

Aku menghela napas berat, sedikit aneh mengingat kehancuran dunia yang mulai terjadi, sedangkan jaringan seluler masih berjalan normal. Begitupun dengan listrik yang sama normalnya.

Kualihkan pandanganku menatap pintu balkon yang terbuka lebar, angin sepoi malam datang menghampiri dan menyentuh kulitku secara malu- malu. Di sana, di luar ruangan, terdapat seorang gadis yang sedang melihat pemandangan mengerikan di bawah sana. Perempuan yang membuatku jatuh cinta untuk kedua kalinya.

"Aku minta maaf," Ucapku. Aku memeluk Luna dari belakang, membuat gadis itu sedikit terlonjak kaget.

"Tidak perlu. Aku memang bodoh."

Sudah kuduga, remaja labil ini pasti mudah tersinggung. Mereka yang cenderung seusinya memang kerap kali memasukan omongan orang lain pada hatinya.

"Tidak. Kau cantik, dan kau pintar."

"Apa maksudmu?"

"Hm sempurna."

Aku menunduk dan membenamkan kepala pada pundak Luna. Aroma-nya yang tercampur shampoo milkku menguar begitu memabukkan. Luna tidak menolak, beradu dalam pikiran masing- masing, kami menikmati momen mesra ini ditengah hancurnya dunia. Suara- suara mengerikan yang berasal dari makhluk mengerikan itu terdengar begitu keras. Makhluk-makhluk itu sepertinya tidak tidur dan kupastikan mereka lapar.

****

Pagi ini, tepatnya di roftoop, aku baru saja selesai melatih Luna untuk cara membidik dan menembak. Sangat buruk dikarenakan ini kali pertamanya memegang senjata api. Tembakannya beberapa kali meleset dan tidak mengenai titik yang telah diatur.

"Aku tidak mau lagi," Ucap Luna, ia melepas alat pelindung mata dan juga alat pelindung diri.

"Kita istirahat, aku akan melatihmu hingga kau menjadi terbiasa."

Terik sang surya terasa begitu hangat dan juga menyengat secara bersamaan,  aku mengusap keringat yang mengucur di dahi menggunakan sapu tangan yang kubawa. Aku merasa haus, sepertinya aku membutuhkan minuman yang segar. Kupalingkan pandanganku ke samping, Luna tertangkap basah sedang memperhatikanku, gadis itu langsung membuang muka dan berjalan tergesa menuju pembatas tembok, mengintip bawah sana dari lantai enam belas.

"Kau bisa mual jika terus melihat ke bawah," Aku menarik tubuh Luna. Benar saja, Luna oleng. Ckck kucingku yang manis.

"Pagi yang cerah a!"

[3.1] The Apollyon [END]Where stories live. Discover now