SHAGA || FORTY TWO

Mulai dari awal
                                    

Lutut Hazel rasanya lemas, dan dadanya sesak. Hazel yakin, Shaga sudah melupakannya lagi. Cara cowok itu menatapnya asing sudah Hazel kenali, dan hal itu terjadi setiap kali trauma Shaga kembali.

"Kamu, siapa?" tanya Shaga tidak suka. "Ini..., saya di mana?"

Hazel coba menarik sudut bibirnya kalau terasa kaku. "Saya..., perawat di sini," ucapnya mencoba tenang walau Hazel sendiri yakin suaranya bergetar. "S-sebentar, saya panggilkan dulu Dokter."

Dengan sisa tenaganya yang tidak seberapa, Hazel membalik badan dan saat itu juga air mata nya turun tanpa bisa di cegah. Dadanya terasa penuh, sesak, dan sakit karena menahan isak tangis yang harusnya bisa dia keluarkan.

Hazel akui, dia selalu lemah pada saat kondisi seperti ini. Kembali di lupakan Shaga, ternyata masih bisa menyakiti hatinya dengan begitu parah. Padahal harusnya, Hazel harus bisa membiasakan diri karena kejadian seperti ini tidak terjadi sekali dua kali.

Berusaha tanpa mengeluarkan suara, Hazel menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan. Di rasa dadanya sudah sedikit longgar, Hazel putuskan mengambil langkah.

Namun, baru satu langkah Hazel ambil, gadis itu harus di buat terkejut ketika sebelah tangannya di tarik dari belakang, Hazel hilang keseimbangan, hingga berakhir dia yang terjerembap di atas tubuh Shaga dengan wajah jatuh tepat di dada cowok itu sehingga bisa Hazel rasakan detak jantung Shaga.

"Mau ke mana suster cantik?" bisik Shaga dengan kekehan geli. "Masa pasien seganteng ini di tinggal sendiri, sih"

Hazel segera mendongakkan wajah, mata coklat terangnya yang masih berlapis air saling tatap dengan mata Shaga yang menatapnya hangat. "Kamu...."

Shaga mengangguk, dia usap pipi Hazel yang basah. "Iya aku sayang, siapa lagi?" tanya nya.

"Kamu..., nggak lupa sama aku?" tanya Hazel masih belum bisa mengerti kondisi saat ini.

"Mana mungkin aku lupa sama tunangan yang judes, galak, tukang nyinyir," cibir Shaga bergurau.

Hazel mengernyit. "Tapi..., tadi kamu..., nanya siapa aku itu?"

Shaga mendengkus. "Itu aku bercanda, dan kamu malah jawab saya suster! Apaan coba," decaknya tidak suka.

"Lagian kamu tanyanya begitu, aku kira kamu benaran lupa?"

Shaga sentil hidung Hazel menahan gemas. "Kalau aku benaran lupa sama kamu, harusnya pas aku tanya 'siapa kamu?' kamu jawabnya 'Aku istri kamu, Shaga' gitu lho, bukan malah jadi suster!" omel cowok itu.

"Nanti kamu marah kalau aku jawab gitu."

"Mana mungkin aku marah punya istri secantik ini," decak Shaga. Kemudian hening, Shaga dan Hazel saling tatap untuk beberapa saat sebelum kemudian Shaga berucap lagi. "Maaf bikin kamu nangis, kamu pasti khawatir banget sama aku 'kan? Nggak heran, sih, kamu pasti bakal sedih banget kalau aku benaran hilang ingatan."

Hazel mendecih. "Aku nangis saking bahagianya kamu hilang ingatan! Biar bisa putus tunangan dari cowok pr— aaaww! Shaga!" Hazel merengut saat bibirnya di sentil. Sungguhan sakit, dan sepertinya cowok itu tidak bercanda.

"Jadi gitu, kamu senang kalau aku hilang ingatan hah?"

"Iya, dong."

Shaga memutar bola mata. "Dengar! Kalaupun aku hilang ingatan, satu-satunya orang yang bakal aku ingat itu kamu!"

Hazel mendecih, mengejek. "Let see," ujarnya percaya diri, karena sebenarnya, apa yang Shaga katakan jauh dari kenyataan.

"Dah lah kamu nyebelin." Shaga mencebik tapi Hazel tidak peduli, alih-alih membujuk Shaga, Hazel malah berdiri mencoba beranjak namun gagal karena Shaga segera mendekapnya erat. "Kamu mau ke mana suster judes?! Rawat dulu pasiennya ini sampai sembuh!"

Tidak Hazel pedulikan ucapan Shaga itu, dia terus berusaha keluar dari pelukan Shaga. "Ga lepas!"

"Sun dulu!"

"Nggak!"

"Ya udah, aku yang cium!" Shaga sedikit mengangkat badan, menggerakkan kepalanya secara acak, ke kiri dan kanan hanya agar bisa mendapatkan pipi Hazel tapi susah karena gadis itu tidak mau diam. Sedikit lagi, Shaga bisa mencuri satu kecupan namun suara pintu yang di buka membuat keduanya kaget dan langsung menoleh ke belakang.

"Hehehe..., maaf kirain mama kalian lagi berantem soalnya berisik." Ranti menyengir lebar sambil berusaha untuk memundurkan badan keluar namun badannya malah terdorong ke dalam karena Riko menyerobot masuk.

"Shaga! Kamu udah bang—"

Melihat kedatangan Ranti dan Riko, Hazel segera beranjak dari Shaga. Dia turun terburu-buru dan syukurlah Shaga tidak mempersulitnya.

Shaga mendelik kesal pada Ranti dan Riko, sementara Hazel pamit keluar lalu berjalan menunduk sambil memegangi pipi nya yang terasa hangat.

"Yang! Yang! Aku jangan di tinggal, dong!" teriak Shaga namun Hazel abaikan. "Ck, kalian sih ah."

"Kok, kita, sih! Kamu lah, main cium-cium anak orang!" decak Riko. "Nikahin dulu baru ciumin!"

Shaga mendengkus saja dan membaringkan badan lagi dengan benar karena Dokter Farah masuk akan memeriksanya.

Selama pemeriksaan, Ranti dan Riko tidak harus berbuat apa. Entah harus bersyukur karena Shaga tidak kembali trauma atau justru khawatir karena Shaga cengar-cengir sendiri bahkan saat Dokter Farah selesai memeriksa.

"Pa, kayaknya anak kita selamat dari trauma malah jadi gila," gumam Ranti prihatin. 

***

To be continued... 

Published : Feb 08, 2022.

See you on next chapter 🦋

SHAGA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang