27. Tentang yang di tinggalkan dan yang meninggalkan.

Mulai dari awal
                                    

Reka melepaskan cengkeramannya pada kerah baju Marselio, kemudian berlalu ke arah pintu kamar untuk melihat keadaan sahabat baiknya itu. Menyisakan Agrena yang menatap sedih ke arah Marselio. Sejak awal dirinya yang setuju-setuju saja dengan kedekatan Hanan juga Marselio, bahkan Agrena juga yang membujuk Reka untuk tidak terlalu egois dan membiarkan Hanan bersama dengan Marselio.

"Seharusnya dari awal gue dukung Reka, bukannya ngebujuk dia buat gak egois dan biarin lo sama Hanan." Katanya lalu berlalu mengikuti jejak Reka yang menatap nelangsa Hanan di dalam sana.

Marselio menunduk, pikirannya kosong, semuanya tidak bisa ia cerna dengan baik kecuali Hanan jadi seperti ini karenanya, karena keegoisannya.



2 hari kemudian.

Hanan sudah tersadar dari masa koma sejak satu hari yang lalu, dan saat ini dirinya sudah sadar sepenuhnya. Ia menatap ke arah Bunda yang tersenyum dengan senyum getir miliknya.

"Bunda.."

"Iya, nak?"

"Tadi Hanan mimpi, mimpinya sedih tapi juga akhirnya bahagia."

"Mimpi apa, anak bunda mimpi apa?"

"Mimpi sama kak Marselio. Di sana di pakek serba putih. Ganteng banget!" Katanya dengan malu-malu. Ia bisa mengingat mimpi yang tadi sempat ia lalui bersama dengan sang kekasih.

Di mimpinya Marselio memang terlihat begitu tampan dengan balutan baju berwarna putih bersih, wajahnya nampak berseri dengan senyuman teduh yang Hanan sukai. Mereka banyak menghabiskan waktu hanya untuk berpelukan, menciumi pipi satu sama lainnya. Tidak berbicara apapun, hanya menatap satu sama lain dengan tatapan penuh akan cinta.

Hanya satu yang Hanan ingat bahwa Marselio mengatakan bahwa, pemuda itu mencintainya sampai kapan pun itu.

Bunda menunduk, mencoba menyembunyikan bahwa ia merasa sesak dada mendengar nama tersebut.

"Bunda, apa kak Lio belum kesini juga? Bunda ngabarin kak Lio kan kalo Hanan udah sadar?"

Bunda mengangguk, ia mati-matian menahan tangis di depan sang anak yang baru saja pulih kesehatannya.

"Hanan tidur aja lagi mau, Nak? Pusing gak kepalanya? Dada nya, sakit?"

Hanan menunduk, melihat ke arah dada nya yang memang ada perban di sana. Sehingga membuatnya bertanya-tanya, "kok di perban, dada Hanan kenapa?"

"Jantung Hanan, karena kecelakaan kemarin jantungnya bocor, Hanan jatung baru." Kekeh Bunda, sebuah taw yang kalau di teliti lagi adalah tawa yang begitu menyesakkan dada.

Hanan terlihat kaget tentu saja, "Emang iya, Bun? Siapa yang donorin? Baik banget, semoga dia selalu bahagia di sana."

Bunda mengangguk, memerintahkan Hanan untuk segera tidur kembali. Sedang laki-laki pemilik nama Tennie itu sudah berlalu ke arah kamar mandi. Menjatuhkan air matanya yang sudah di tahan sedari tadi. Sesak rasanya berada di posisi saat ini. Hingga 20 menit berlalu ibu dari Hanan itu baru keluar dari kamar mandi, melihat ke arah sang anak yang sudah tertidur.

Belum saatnya, mungkin nanti setelah keadaan Hanan benar-benar pulih, Tennie akan memberitahu semuanya. Tentang Marselio yang mendonorkan jantungnya untuk Hanan. Tennie saat itu tidak menyetujui akan hal itu, ia tidak mau anak nya hidup dengan jantung dari pemuda yang ia sukai.

"Lio tunggu sebentar lagi, pasti pihak rumah sakit menemukan pendonornya."

Marselio menggeleng saat itu, "gak Bun, ini udah hampir habis waktunya. Lio gak mau Hanan kenapa-napa, Bunda percaya kan sama Lio? Jantung Lio sehat buat Hanan, Bun."

Bunda menggeleng, bukan masalah sehat atau tidaknya. Bunda hanya tidak ingin melihat Hanan terluka saat tahu kekasihnya sendiri rela mendonorkan jatungnya sendiri hanya agar Hanan bertahan hidup. Bunda tidak ingin Marselio pergi karena han itu, Bunda tidak akan membiarkan satu anaknya baik-baik saja sedang anaknya yang lain pergi meninggalkan dunia.

Namun ternyata semua berpihak pada Marselio, beberapa jam mereka menunggu tidak ada kabar dari pihak rumah sakit bahwa ada pendonor jantung untuk Hanan sendiri. Sedangkan saat itu Hanan semakin kritis keadaanya, mau tidak mau Marselio harus melakukan ini demi kekasih hatinya. Lagi pula ini untuk Hanan batin pemuda itu.

Marselio rela memberikan apapun asal itu untuk kekasihnya. Ia rela Hanan hidup dan bernapas di dunia ini dengan jantung miliknya. Tidak masalah dirinya yang pergi untuk selamanya, Hanan harus hidup untuk kedua orang tuanya, untuk masa depannya. Mungkin ini lah bisa Marselio berikan untuk membalas semua ketulusan dan kebaikan Hanan dalam hidupnya.



Hanan Giovanni, pemuda berumur 20 puluh tahun itu menatap kosong gundukan tanah yang berada di hadapannya sekarang ini. Satu bulan berlalu semenjak kejadian yang tak ingin Hanan ingat itu hatinya masih sama, dirinya seakan kehilangan separuh dari hidupnya.

Air mata tak henti menetes begitu saja dari kedua mata lelah miliknya. "Jadi mimpiku waktu itu tandanya ini ya, Kak? Curang kamu." Katanya dengan pelan. Sebanyak-banyaknya Hanan berkunjung kemari, baru kali ini ia berani membuka suara miliknya.

"Kamu bahagia, sedang aku menderita dengan semuanya. Kak.. aku gak butuh, aku gak butuh jantung kamu. Aku butuhnya kamu, Kak!" Hanan menatap ke arah nisan dengan tatapan kecewa, bagaimana bisa Marselio egois dengan cara meninggalkannya begitu saja?

"Kamu bilang mau kita sama-sama, kamu bilang jangan tinggalin aku. Tapi apa? Kamu ninggalin aku gitu aja. Tanpa pamit, tanpa persetujuan." Hanan mulai sesegukan, rasanya sangat sesak.

"Seengaknya izin dulu, seenggaknya selesain skripsi kamu! Tapi Jangan pergi setelah itu." Katanya dengan tangis yang pecah. Tidak ada yang bisa Hanan katakan lagi, ia sudah tidak sanggup. Kenapa kehilangan rasanya begitu sesakit ini?

"Kosong, rasanya kosong, Kak. Gak ada lagi yang manja ke aku, gak ada lagi yang bawel, gak ada lagi yang cemburu sampe diemin aku seharian lagi. Gak ada.."

Cukup lama Hanan terdiam, ia hanya menangis sambil mengingat kenangan yang mereka sempat lalui, belum lama kisah mereka berjalan, namun takdir begitu kejam sehingga hubungan mereka kandas karena sebuah pengorbanan.

Hanan berjongkok setelahnya, menghapus air mata yang masih terus mengalir dengan begitunya.

"Okee, kalo kayak gini akhirnya. It's Okay.. Hanan kamu ini bakal jaga jantung punya kamu dengan sangat baik. Makasih atas semua pengorbanan yang kamu kasih ya, kak. Bahagia di sana. Hanan pamit dulu.." Hanan terdiam sejenak, lalu mengulas senyum manis miliknya. "Hanan juga cinta banget sama kakak." Katanya menjawab kata-kata Marselio dalam mimpinya waktu itu.

Hanan berdiri setelah mengecup lama nisan yang tertuliskan nama kekasihnya di sana.

Marselio Vernando.

Nama yang akan Hanan kenang untuk selamanya, cinta pertama dan bahkan terakhir yang ia punya.

~~

SIAPA KEMARIN YANG MINTA MARSELIO DAPET KARMA???

Udaah yaa guyss:) iya-iya gapapa ayoo kesal dengan Jee..

Ending yang sangat memuaskan bukan? :)

Sekian.. terimakasih.

Ini beneran usah end. Nanti kalo jee sempet, Jee buatin bonusnyaa.

Bye byeeee ❤️❤️❤️❤️

[END] It's Okay, Kak.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang