21. Papa Marselio.. Om Vernando.

2.7K 310 24
                                    

Setelah sampai di dapur, Hanan langsung saja meletakkan mangkuk beserta gelas yang ia bawa untuk ia letakkan di wastafel. Si Ibu yang ternyata muncul dari balik pintu yang menghubungkan dapur dengan halaman belakang langsung saja mengambil alih. Hanan tersenyum menanggapinya, ia lantas membuka suara.

"Gapapa bu, biar Hanan aja. Ibu kalo mau tidur silahkan, udah malam soalnya." Ujar Hanan dengan ramahnya. Si Ibu terlihat terharu menatap Hanan yang saat ini tengah mencuci piring tersebut.

"Gapapa ya, Mas?"

"Gapapa lah, Bu. Capek pasti kerja dari pagi."

Si ibu mengangguk, lalu dengan senyum senang miliknya melangkahkan kaki ke arah kamar yang Hanan liat tidak jauh dari dapur. Setelah selesai mencuci piring, Hanan meletakkan kembali benda yang ia cuci pada tempatnya seperti ia sudah sering berkunjung ke rumah ini, padahal faktanya Hanan perdana dalam mengunjungi rumah Marselio ini.

"Siapa kamu?"

Hanan tersentak ketika suara bariton itu memasuki indra pendengarannya. Ia menatap pria yang mungkin seumuran dengan ayahnya atau bahkan lebih muda, entahlah ia rasa sekitar itu. Pria yang masih terlihat tampan dan awet muda.

"Saya temennya Kak Lio, om." Jawab Hanan se sopan mungkin, ia bahkan membungkukkan tubuhnya sebagai tanda salam dengan pria yang berjarak beberapa meter darinya itu.

"Temen kuliah?"

"Iya om."

Pria yang Hanan yakini bahwa dia adalah seseorang yang Marselio panggil dengan sebutan 'papa'.

Pria itu kemudian berlalu tanpa ingin berbasa-basi lebih banyak lagi. Namun, sebelum pria itu hilang di balik pintu berwarna hitam itu, Hanan membuka suaranya.

"Om, Kak Lio sakit. Kayaknya kecapekan karena dia lagi magang plus kerja part time juga. Siapa tau om berniat buat ngasih sedikit perhatian dan keringanan buat Kak Lio. Maaf om, saya lancang, maar juga sudah menganggu waktunya, selamat malam." Setelah mengatakan hal tersebut Hanan berlalu, meninggalkan pria yang berstatuskan sebagai ayah dari Marselio itu dengan tubuh yang terpaku pada tempatnya.

Perkataan dari teman Marselio berhasil masuk ke dalam otaknya dengan baik. Tentang kata-kata 'memberikan sebuah keringanan' yang sudah bisa pria itu tangkap baik-baik maksudnya.

Pria yang memiliki nama lengkap Jeron Vernando itu nampaknya sadar bahwa dirinya terlalu keras pada putra semata wayangnya. Jeron terhenti dari lamunannya, ia kembali melangkahkan kaki menuju ruang kerja yang seolah menjadi kamar pribadinya juga. Karena Jeron tidak akan pernah sudi untuk tidur di kamar pribadi miliknya, karena kenangan bersama sang istri membuatnya merasakan sakit hati kembali.

Setelah memasuki ruangan temaram ini Jeron menghembuskan napasnya lelah, membuang jas kantornya dengan sembarang. Ia melangkah menuju kursi yang biasa para boss gunakan. Menghempaskan diri dengan kasar lalu menyandarkan kepalanya karena penat dengan segala pekerjaan yang ada.

Perkataan dari teman anak nya berhasil membuat Jeron memikirkan, apakah benar anaknya itu sakit? Jeron membuka matanya yang tadi terpejam, ia menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong miliknya. Sebab di kepala sedang banyak memikirkan berbagai macam hal tentang pekerjaan, anak, dan masih banyak lagi.

Jeron lagi-lagi menghela napasnya lelah, kejadian beberapa bulan yang lalu tentang Marselio membuatnya pusing buat main. Bermain dengan kekasihnya sehingga video tersebut tersebar bahkan seluruh rekan kantor dirinya tahu. Jeron jelas marah, Marselio dalam sekejap mata meluluhlantahkan segala bisnis yang Jeron bangun mati-matian. Namanya jelek hanya karena video berdurasikan 30 detik itu.

[END] It's Okay, Kak.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang