24. Liburan.

2.2K 268 16
                                    

Satu Minggu.

"HANAN, TURUN NAK! UDAH SIANG INI JAM BERAPA LAGI KITA PERGI?" Teriakan menggelegar bunda dari halaman rumah berhasil membuat suara gaduh dari kamar Hanan. Pemuda Giovanni itu berlari dengan satu tas hitam miliknya.

"Ya ampun, apa lagi itu?"

Hanan tersenyum saja, lalu berjalan melewati bunda dengan wajah sangat ceria, mungkin dalam kepalanya seolah berkata, 'bogor i'm coming'. Setelah tepat berada di dekat mobil ia menyapa Marselio yang beberapa jam sebelumnya sudah datang.

"Haii Kak Lio!"

Marselio terkekeh, Hanan tidak pernah berubah, selalu mengatakan hal itu ketika mereka baru berjumpa.

"Nah ini anaknya baru nongol, ngapain aja sih Nan?" Tanya Johannes yang baru sama muncul dari arah belakang mobil, mungkin ayah dari Hanan itu sedang menata barang di bagasi mobil mereka.

Hanan hanya menyengir, ia lalu berjalan untuk masuk ke dalam mobil. Duduk di kursi penumpang bersama bunda di sampingnya, sedang Ayah juga Marselio berada di kursi depan.

"Om kalo capek boleh gantian bawa mobilnya."

Johannes mengangguk, ia mengatakan 'aman' sebagai jawabannya. Lalu setelahnya perjalanan di mulai, di awal perjalan Hanan sudah terlelap, sedang bunda sibuk bercerita dengan Marselio juga Johannes. Ketika perjalan sudah hendak sampai Hanan sudah bangun, ia melihat Bunda sudah terlelap di sampingnya.

"Ayah, udah sampe mana?"

"Bentar lagi sampe, satu jam lagi."

Hanan mengangguk, memajukan badannya untuk menempatkan diri di tengah-tengah, mengambil snack yang di siapkan oleh bunda semalam.

"Kak Lio, mau?" Tanya Hanan, ia menyodorkan keripik kentang ke arah Marselio yang di terima anak itu dengan baik. Yang mana membuat Johannes cemburu melihatnya.

"Lio aja nih? Ayah nya sendiri engga?"

Hanan terkekeh, lalu mengambil satu keripik kentang lagi lalu menyuapi sang ayah. Semenjak Hanan bangun mobil milik ayah yang melintas sedang di jalanan menjadi ramai, entah Hanan yang berceloteh ria, entah membahas ini dan itu, serta bernyanyi dengan suara unik miliknya. Hingga tidak terasa mereka sudah memasuki desa kelahiran sang bunda. Udara sejuk berbeda dengan suasana perkotaan yang sesak, Hanan tersenyum sembari mengulurkan tangannya di luar jendela, menikmati udara yang menyejukkan paru-parunya.

Mobil berhenti, dan mereka rupanya sudah sampai tepat di halaman rumah yang lumayan besar. Rumah nenek dari Bunda indentik dengan rumah di pedesaan jaman dahulu. Hanan dengan cepat turun dari mobil, menghiraukan tas-tas miliknya yang merupakan tanggung jawab dirinya sendiri.

Tok tok

"NINII!" Katanya heboh sebelum memasuki rumah tersebut. Wanita tua sekitar berumur 70an itu menoleh, senyum teduh di wajah keriput miliknya merekah. Ia berdiri di bantu dengan tongkat yang terletak di samping kursi tempat favoritnya.

Melihat itu Hanan dengan cepat melangkah mendekat, membantu sang nenek untuk berdiri dan berjalan menyambut kedatangan anak, menantu dan juga cucunya.

"Johannes." Panggilnya dengan lembut, mengusap pelan kepala menantu kebanggaannya.

"Iya, Bu. Ini Johannes, gimana kabar ibu?" Tanya Johannes dengan nada lembut pula, sangat menghormati ibu dari istrinya ini.

"Baik." Katanya dengan senyuman, tak lama Bunda dari Hanan itu memasuki rumah masa kecilnya. "Aduh aku gak di ajak nih peluk-pelukannya?" Katanya dengan wajah memberut.

[END] It's Okay, Kak.. Where stories live. Discover now