13. Berhenti, kata Hendrik.

2.3K 288 27
                                    

Hendrik tidak tahu apa yang ada dipikiran teman seperjuangannya itu saat ini, mata tajam milik Hendrik terus menatap kearah Marselio yang terlihat sibuk dengan handphone miliknya. Jarang sekali, atau bahkan tidak pernah Hendrik temui seorang Marselio bermain handphone saat seseorang sedang berbicara mengenai hal apapun itu. Tapi kali ini Marselio melakukannya, handphone adalah fokus seorang Marselio Vernando saat ini.

Beberapa detik setelahnya Hendrik mengalihkan tatapannya pada kotak plastik bekas nasi goreng yang baru saja tanda karena ulah teman-temannya yang lain. Hendrik menghembuskan napasnya pelan ketika mengingat lagi suatu hal. Tentang hubungan Marselio dengan adik tingkat jurusan Seni dan Musik itu.

Jujur saja Hendrik tidak setuju dengan apa yang Marselio lakukan, tapi apa yang bisa ia perbuat? Marselio ini adalah tipikal orang yang penasaran dan ingin mencoba berbagai hal yang baru. Jadi ketika Luvi dengan gamblang bercerita bahwa ada seseorang yang menyukai pemuda Vernando itu dengan semangat 45 Marselio mencari tahu tentang itu juga. Bukan untuk di marahi karena sudah lancang menyukainya, tapi di manfaatkan orangnya untuk kemudahan dan juga senang-senang belaka. Hendrik tidak pernah membenarkan akan hal itu, namun Marselio tetap Marselio, Hendrik tidak akan bisa mengubah itu semua.

"Mar, mau kemana?!" Hendrik berseru ketika Marselio berdiri dari duduknya setelah memasukan handphone yang menjadi fokus utamanya tadi.

"Catherine." Jawabnya singkat, lalu setelahnya Marselio berlalu untuk menemui mantan kekasihnya itu.

Hanya satu nama Hendrik tahu bahwa Marselio bersikap demikian karena nama itu. Hendrik cukup tahu bahwa Catherine memiliki peran tersendiri dalam hidup sahabatnya. Tiga tahun menjalani hubungan bukanlah sesuatu yang sebentar. Semuanya, suka maupun duka Marselio lewati bersama dengan perempuan cantik jurusan Design itu.

"Heng.. gue salah ya?"

Hendrik menggerakkan matanya untuk melihat Luvi yang menatap nyalang dirinya. Hendrik mengangkat bahunya acuh, sedikit kesal dengan Luvi yang mulutnya bisa keceplosan waktu itu.

"Udah biasa, tapi untuk yang kali ini gue gak dukung." Ujar Xena, pemuda itu juga nampaknya sama kesalnya dengan Hendrik.

Benar memang, apa yang Marselio lakukan pada Hanan memang sudah biasa Marselio lakukan. Dan Hendrik maupun yang lainnya tidak mengerti kenapa Chaterine nampak biasa-biasa saja dengan apa yang Marselio lakukan. Mungkin, Catherine cukup pede karena mau bagaimanapun Marselio tetap akan kembali padanya. Sejauh apapun Marselio pergi, senyaman apapun Marselio dengan orang lain, pemuda itu tetap akan kembali pada Catherine nya.

"Kenapa?" Hendrik layangkan pertanyaan itu untuk Xena yang satu pemikiran dengannya.

"Hanan.. anak itu terlalu polos, baik banget. Gue gak tega kalo dia diperlakukan kayak gitu sama Marsel. Sumpah, Hanan bisa dapet yang lebih-lebih baik lagi dari Marselio." Ujarnya, menunjukkan pada Hendrik bahwa ia memang benar-benar tidak setuju untuk kali.

"Kalo mau di pikir-pikir yang sebelum-sebelumnya juga baik, tapi.. iya sih, Hanan ini beda banget. Aduhh, gara-gara gue nih!" Luvi menepuk bibirnya sendiri, tidak habis pikir kenapa dirinya terlalu mudah buka suara seperti ibu-ibu komplek di sore hari.

"Makanya congor di jaga! Udah gue ingetin padahal, sampe sepatu mahal gue pengen banget melayang ke muka lo. Tapi ya gimana, nasi udah jadi bubur." Hendrik lalu berdiri, tempat ini sudah tidak senyaman sebelumnya.



"Hanan!"

Panggilan tersebut sontak membuat Hanan menoleh, ia tersenyum manakala tahu siapa seseorang yang memanggilnya barusan.

[END] It's Okay, Kak.. Where stories live. Discover now