35. Sang Tokoh Utama

ابدأ من البداية
                                    

"Kayaknya aku suka sama kamu," titahnya.

Aku masih bergeming. Mencerna setiap kata yang keluar dari bibirnya.

"Bukan kayaknya sih, tapi emang aku udah suka sama kamu," lanjutnya masih dengan tatapan yang serius.

Aku berusaha menyelam ke dalam sorot mata teduh itu. Berusaha mencari-cari sebuah lelucon, mamun sialnya yang aku temui hanya ketulusan yang berbaur dengan kehangatan.

"Sejak?"

Hanya itu yang aku pikirkan. Bahkan aku tidak menyiapkan sebuah jawaban yang pasti karena kejadian seperti ini benar-benar diluar pranalarku.

Dipta sedikit berpikir, "Ehmm ... Ternyata nggak ada waktu yang pasti dalam mencintai, jadi aku putuskan untuk mencintaimu sejak pertama bertemu."

Aku sedikit terkekeh mendengar penuturan Dipta, "To the point sejak awal ketemu kan bisa ... segala pake majas."

"Kamu gimana?" tanyanya yang justru membuat aku kebingungan sendiri.

"Apanya?" sangkalku berusaha mengulur waktu dan memberikan ruang pada perasaanku sendiri untuk berpikir.

"Perasaannya!"

"Soal?"

"Perasaanmu ke aku gimana?"

"Ini kenapa nggak bisa basa-basi sih," batinku.

Aku terdiam cukup lama. Rasa gugup juga kikuk menghantamku secara tiba-tiba. Terlebih, tatapan Dipta benar-benar menghipnotisku.

"Kamu bingung ya? aku suka sama kamu Zian ... aku mau kita lebih dari teman," tandasnya penuh penekanan. Namun yang aku rasakan justru sebuah ungkapan tulus dan lembut. Aku benar sudah dibutakan oleh cinta.

"Kalau nanti kita putus?"

Aku terdiam karena aku memikirkan kalimat itu. Aneh bukan jika kita yang sudah berteman namun naasnya cinta datang diantara persahabatan. Jika suatu saat hubungan keduanya renggang, bukan hanya cinta yang harus direlakan. Tapi juga sebuah persahabatan, dan aku membenci fakta jika kelak aku harus bermusuhan dengan laki-laki yang sebenarnya juga sangat aku sukai ini.

Dipta menatapku dengan sangat lekat, "Akan aku pastikan itu tidak terjadi."

"Tapi kamu bukan Tuhan yang bisa mengaturnya."

"Tapi setidaknya aku akan berusaha untuk itu Zi," lirihnya.

"Aku nggak akan janji, tapi aku akan berusaha jadi orang pertama yang selalu ada buat kamu, tolong ya terima aku jadi pacarmu," lanjutnya dengan tatapan yang memelas.

"Kenapa maksa?"

"Kamu nggak mau?"

Aku menggeleng kecil dengan sedikit tertawa, "Kamu lucu banget kalau minta sesuatu." Ekspresi Dipta yang seperti ini adalah yang paling aku suka.

"Jadi mau ya? Plissss!!" Dipta menyatukan kedua telapak tangannya dengan raut wajah yang memohon.

"Tapi aku nggak bisa janjiin hubungan kita bakal berubah," jawabku.

"Maksutnya?"

"Aku mau Dipta ... Ta--"

"Nggak ada tapi-tapian, kamu mau terima pun aku udah sangat bahagia," potongnya.

Aku hanya tersenyum sendu menatap wajah yang sama sekali tidak menampakkan raut sedihnya. Hanya senyum merekah yang ia tunjukan, dan itu membuatku semakin menyukainya.

Zian [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن