SETITIK LUKA || PANDANGAN GIBRAN!

3.1K 201 4
                                    

back to my story'

tandai typo

tandai typo

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

--

Rooftop.

Waktu istirahat dihabiskan oleh Raga dkk, termasuk Gibran, di rooftop. Mereka menikmati semilir angin dan pemandangan kota Jakarta yang tak pernah sepi akan suara klakson kendaraan bermotor ataupun mobil.

Tak ada satupun yang membuka suara. Mereka masih merasa nyaman dalam keadaan saat ini, hening.

Sampai dimana, suara Radit membuyarkan lamunan mereka.

"Gib? Ada hubungan apa Lo sama Dara?" Tanya Radit serius.

Semua atensi teralih pada Radit, seakan ini adalah topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Termasuk Raga, yang sedari tadi fokus pada ponselnya, entah apa yang menarik dalam ponselnya.

"Sebelumnya sorry, gue tanya perihal ini sama Lo." Sambungnya lagi.

Gibran menoleh ke arah Radit, kemudian tersenyum.

"Maksud Lo Alea?" Tanya Gibran yang membuat mereka mengerutkan keningnya bingung.

"Alea?" Beo mereka bersamaan.

Gibran mengangguk. "Itu nama panggilan khusus dari gue buat dia." Jelas Gibran yang membuat Radit mengangguk mengerti.

"Dia sahabat masa kecil gue. Kita bersahabat udah dari usia 5 tahun. Waktu itu, nyokap gue sama nyokapnya dia berteman baik, jadi gue sering main dan ketemu sama dia. Akhirnya kita memutuskan untuk berteman, lebih ke sahabat sih." ujarnya mulai menjelaskan.

Radit mengangguk-anggukan kepalanya, "gue percaya sama satu hal. Dalam sebuah hubungan pertemanan, pasti salah satu diantara mereka ada yang jatuh cinta. Lo suka sama Dara?" Tanya Radit lagi, to the point.

Gibran tersenyum samar kemudian mengangguk. "Munafik kalau gue bilang ngga suka sama dia."

"Dara gadis yang baik, tulus, penyayang dan apa adanya." Sambung Gibran membuat Radit mengangguk setuju.

"Dia juga ngga mau membagi rasa sakitnya bersama orang lain. Karena dia, ngga pengen apa yang seharusnya hanya dia yang merasakan, orang lain juga merasakan dan menjadi beban untuk mereka."

"Terlihat sangat egois memang. Tetapi, ya begitulah Dara."

Raga semakin serius mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut sepupunya itu. Dan Ia kembali merasakan desiran aneh dalam hatinya, ketika mengetahui bahwa Gibran- sepupunya itu, mencintai Dara. Ia tak tau apa arti dari itu semua.

"Kenapa Lo ngga coba untuk ungkapkan perasaan Lo ke Dara?" Tanya Kenzi ikut nimbrung.

"Kalau bisa gue lakuin, udah dari dulu gue bakal ngelakuin hal itu. Tapi nyatanya, Dara ngga suka sama gue. Dan yang gue tau, saat ini Dara suka sama seseorang yang selama dua tahun terakhir selalu mengisi hari-harinya."

"Tapi sayangnya, orang itu ngga pernah memberi kebahagiaan untuk Dara. Yang orang itu beri hanyalah rasa sakit dan rasa kecewa." Raga yang akan membuka suaranya menjadi bungkam,saat mendengar penjelasan Gibran.

"Lo tau, siapa orang yang dimaksud sama Dara?" Tanya Kenzi lagi, sembari melirik Raga sekilas.

Gibran menggeleng, "Dara sengaja ngga kasih tau gue, karena dia tau, apa yang bakal gue lakuin kalau gue tau siapa orangnya."

"Gue akan melakukan hal yang sama, seperti apa yang dilakukan Dirga pada orang itu."

Raga terdiam, mengingat saat dimana Dirga menghajarnya.

"Segitu sayangnya Lo sama Dara?" Kenzi dan Radit tak henti-hentinya mengintrogasi Gibran.

"Lebih dari apapun. Dara adalah perempuan terhebat setelah mama dan Nara." Ujar Gibran membuat mereka mengangguk, kecuali Raga.

Sedari tadi, Ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia tak suka mendengar sepupunya itu, selalu membangga-banggakan Dara.

Raga kenapa sih? Aneh lu.

-

Disisi lain.

"OMOOO. Kalian tau ngga, di sekolah kita ada murid baru. Katanya sih ganteng." Ujar Ara senyam-senyum sendiri.

Dara dan Nana hanya mendengarkan tak menanggapi. Sedari tadi, Ara berbicara terus tak ada hentinya. Sampai rasanya, telinga Nana dan Dara serasa ingin pecah.

"Stop Ra, pliss! Kuping gue pengang dengerin Lo ngomong dari tadi." Ujar Nana memohon.

Ara mengerucutkan bibirnya sebal. Dara hanya terkekeh melihat ekspresi wajah Nana yang tertekan, dan ekspresi wajah Ara yang jengkel.

"Gue tau. Namanya Gibran." Sahut Dara yang membuat Ara langsung melihat Dara dengan mata berbinar.

"Lo tau? Tau dari mana Dar?" Tanya Ara dengan ceria.

"Yee, giliran ada cogan aja mata Lo melek." Nana menonyor kepala Ara pelan.

Ara tak menanggapi Nana. Ia lebih memilih fokus pada Dara yang menceritakan tentang murid baru itu.

"Dia sahabat gue." Ujar Dara singkat, tapi bisa membuat Ara dan Nana melongo.

"Kalau gitu Lo sama dia aja Dar, ngapain Lo sama si brengsek itu." Ujar Nana semangat.

"Ngga deh, gue kasih buat Lo aja Ra!"

Mata Ara berbinar, "serius?"

Dara mengangguk mengiyakan.

--

Dua hari ngga ketemu, rasanya kek gimana gitu!Kalau hari sabtu/minggu aku libur up ya prenn, gada waktu soalnya

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Dua hari ngga ketemu, rasanya kek gimana gitu!
Kalau hari sabtu/minggu aku libur up ya prenn, gada waktu soalnya. Kerjaan banyak bet.

Oghe see u.

JAN LUPA VOTE N KOMENNYA PRENN!

youcancallmedinda📌
Ikuti kisah DaraRaga
DR;/

SETITIK LUKA || ENDTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon