SHAGA || NINETEEN

Start from the beginning
                                    

Shaga eratkan genggaman tangan nya, dia menatap Hazel dengan sedikit berbeda dari biasanya. "Mana ada yang lihat kamu kaya gitu? Siapa yang bilang kamu jahat?"

Hazel tersenyum lagi. "Ada," kata nya di detik yang sama. "Kamu salah satu nya, Shaga."

"Hazel."

"But it's okay. Kamu benar, kok. Aku memang jahat. Wajar kalau kamu dan yang lain benci aku."

Shaga merasa tertohok lagi. yang di katakan Hazel memang benar adanya, dia adalah satu orang yang selalu berburuk sangka pada gadis itu, mengatai nya jahat, licik, tak berperasaan, padahal dalam dua hari saja, Shaga sudah menemukan banyak kebaikan dari Hazel. Gadis itu sekalipun tidak pernah membela diri jika di katai jahat oleh nya, Hazel malah membenarkan perkataan nya, atau kadang dia hanya akan diam dengan wajah datar, dan dulu, itu sangat menyebalkan bagi Shaga.

Namun yang tidak Shaga tahu adalah, setiap di sebut jahat, maka, Hazel benar-benar merasakan dirinya jahat. Jahat karena telah membuat Shaga celaka. Jahat karena telah membuat Shaga hilang ingatan. Dan jahat karena pernah membuat Shaga buta. Dan itu benar-benar membuat Hazel tersiksa.

"Aku minta maaf," kata Shaga setelah beberapa saat terdiam.

Hazel terkekeh. "Okay seperti biasa, aku maafin."

Shaga melanjutkan langkah masih dengan hati yang belum nyaman, rasanya dia ingin lebih banyak berbicara dengan Hazel dan menguak semua yang dia tidak tahu tentang gadis itu. Terutama, tentang masa lalu nya saat kecil yang katanya membuat gadis itu tidak nyaman. Dia juga ingin bertanya tentang keluarga Hazel, terutama tentang Papa nya. apa kabar pria itu? apakah hidup nya baik setelah menghancurkan dunia putri nya?

Namun agaknya, Shaga harus lebih sabar menunggu untuk waktu yang tepat. berbicara tentang masa lalu di tempat ramai seperti lapang futsal begini sangat tidak mungkin.

"Kamu punya teman nggak?" tanya Shaga lagi coba alihkan pembicaraan.

"Punya satu, dulu. Tapi dia nggak ingat aku."

"Nggak ingat?" hera Shaga. "Kok bisa?"

"Panjang cerita nya. kamu bakal syok kalau aku kasih tau, atau mungkin pingsan," kekeh Hazel.

Shaga terdiam lagi dengan pikiran yang ramai. Mulai menerka-nerka, bahwa Hazel yang dingin, kaku, canggung dan kadang merasa takut saat banyak orang yang memerhatikan nya. salah satu alasan nya adalah gadis itu tidak terbiasa berinteraksi dengan banyak orang. Sehingga saat banyak orang memperhatikan nya, Hazel akan mendadak gugup dan canggung, terlebih trauma masa kecil nya mungkin sering kambuh.

"Masa teman nya cuma satu? Teman TK, SD, SMP? Teman SMA sebelum pindah? Nggak ada?" tanya Shaga lagi.

"Aku homescholling, jadi nggak punya teman."

Shaga mengangguk. "Aku nggak tahu."

"Dan kamu nggak pernah mau cari tahu," timpal Hazel.

Shaga berdeham saja menanggapi nya. Baiklah, satu tebakan nya benar. Hazel tidak biasa berinteraksi dengan banyak orang. Gadis itu tidak punya teman, maka Shaga dengan senang hati akan memberikan nya teman.

"Woyy bos, lama amet jalan dari sono ke sini. Sengaja banget pengen lama-lamaan pegangan tangan," Alef menyapa kehadiran Shaga dan Hazel dengan heboh. "Eh ada neng byudi."

"Byudi apaan," decak Shaga.

"Beuaty. Perempuan cantik." Alef cengengesan.

SHAGA (SELESAI)Where stories live. Discover now