"Kenapa?" tanya Zian dibalik linangan air matanya.

"Mas," panggil Kinasih yang baru datang bersama dengan Dio yang menggendong Arin. Laki-laki yang dipanggil Kinasih mas itu menoleh, ekspresi wajah yang sama sekali tidak bisa ia tebak.

"Ngapain kesini?" tanya Kinasih.

"Ryan bilang kalau Zian juga sudah tahu semuanya, makanya aku datang untuk bertemu anakku," jawab bapak sejujurnya.

"Setelah sembilan tahun?" sambung Zian lemah.

Dika berdiri di balik punggung Dipta yang berada di samping Zian. Kedua laki-laki itu sama sekali tidak tahu harus berbuat apa, bahkan Dipta memilih untuk tetap diam dan hanya melihat situasi. Dio mengajak Arin pergi lalu diikuti oleh Dika, dan kini menyisakan mereka berempat.

"Kita bicarakan di dalam, dilihat tetangga nggak enak." Kanasih hendak melangkah ke dalam rumah namun Zian menolaknya.

"Buat apa? nggak perlu nggak ada yang mau Zian omongin."

"Zi?" Dipta memegang tangan Zian berharap ia memilih jalan yang seharusnya. Bagi Dipta, melihat Zian bahagia adalah tujuannya. Tapi, dengan membiarkan Zian melepaskan kesempatan untuk meluruskan segala yang ada di masa lalunya juga bukanlah sebuah kebenaran.

"Kamu masih marah sama bapak? maafin bapak nak," tuturnya lembut sembari berusaha meraih tangan Zian. Namun dengan cepat, gadis itu menepisnya.

Zian menggeleng kuat masih dengan air mata yang belum berhenti, "Zian nggak marah sama bapak, Zian juga udah memaafkan segala kesalahan bapak bahkan Tante Kinasih dan Om Ryan yang nyembunyiin fakta inipun sudah Zian maafkan. Tapi bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun dimasa lalu itu sulit Pak .. asal bapak tahu seberapa sulitnya aku buat nahan ini semua selama sembilan tahun .. seberapa lemahnya aku yang tiap malem harus nangis sendirian di rumah Zian sendiri .. bapak tahu itu? enggak kan!! sekarang dengan entengnya dateng seolah diantara aku dan bapak nggak pernah terjadi sesuatu."

Dadanya bergemuruh sangat hebat, Dipta memeluk pundak Zian yang bergetar akibat tangis dan emosi yang akhirnya pecah. Laki-laki dengan setelah kemeja pendek itu tertunduk, dapat mereka semua ketahui bahwa ia tengah menangis.

"Baik Om Ryan, Tante Kinasih bahkan bapak sendiri nggak tahu kalau aku adalah korban dari semua yang telah kalian putuskan sembilan tahun yang lalu!!" pekiknya penuh emosi.

"Lalu kenapa kamu dulu juga bilang enggan ketemu sama bapak?" tanyanya tak kalah emosi.

Dipta sedikit tersentak melihat nada bicara laki-laki yang dipanggil Zian bapak yang meninggi itu, seolah-olah dia juga tidak mau disalahkan sepenuhnya atas apa yang terjadi dalam hidup Zian.

Zian tersenyum kecut, buliran itu masih setia turun di atas pipinya, "Bapak nggak sadar berapa usiaku waktu itu? sebelas tahun pak!! bahkan buat nangisin jenazah mama aja Zian masih sulit!! apa yang Zian bisa lakuin kalau telinga Zian dengar bahwa bapak lebih milih perempuan lain daripada putri bapak sendiri? apa pak? Zian masih takut karena kepergian mama yang mendadak ditambah bapak yang ternyata seperti itu ... apa pak yang bisa Zian lakuin huh?"

Pertahanannya selama ini telah hancur, gadis itu jatuh tersungkur di lantai. Dipta terus memegangi pundak Zian, berusaha menenangkannya meski nyatanya itu juga sia-sia. Dadanya yang bergemuruh kini menjadi sesak. Ia tak membenci bapak, tapi ia juga tidak bisa dengan mudah menerimanya kembali. Itu lebih sulit daripada memaafkan segala kesalahannya. Bayang-bayang akan masa lalu akan selalu menghantui pikirannya, sampai kapanpun itu.

Kinasih hanya terdiam dengan tangis yang juga pecah. Ia salah karena telah menyembunyikan faktanya selama ini, tapi ia tahu jika Zian mengetahui kebenarannya keadaannya juga akan sama persis dengan yang saat ini. Kinasih juga menyalahkan dirinya sendiri, karena sembilan tahun yang lalu ia bertindak egois tanpa memikirkan tumbuh kembang Zian kedepannya. Kala itu ia berpikir, bahwa dengan adanya dia dan Ryan sudah akan cukup bagi Zian. Namun kenyataannya, Ryan dan Kinasih sama-sama gagal mengetahui perasaan Zian. Secara pandangan mungkin mereka yang ada di samping Zian selama ini, tapi secara mental, Zian sendirian. Dan fakta itu membuat Kinasih semakin terisak.

Zian [END]Where stories live. Discover now