# Kolase Hidup Zian

Start from the beginning
                                    

Affandra Dipta Pragia

Laki-laki dengan tubuh tinggi semampai dan rambut hitam lebat karena ketelatenan sang Bunda mengoleskan gel lidah buaya ketika ia masih bayi. Anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dan tumbuh dikeluarga yang mampu. Sekarang menjadi mahasiswa Kedokteran Gigi di universitas yang sama dengan Zian. Oh ya ... Zian, gadis itu mengambil Sastra Indonesia katanya ia ingin menganalisis dunia dan isinya dengan berbagai sudut pandang. Berbeda dengan Zian, Dipta sendiri juga dibuat bingung mengenai alasannya tetap menjalani aktifitasnya di jurusan yang sedari awal sama sekali tak ia minati.

Menjadi pengganti ayah untuk sang adik terkadang membuat ia juga sedikit kewalahan atas hidupnya. Ingin marah pada semesta, namun sadar duduk diam menikmati satu gelas es cappucino di kafe jauh lebih baik dan sedikit bermanfaat dari pada membuang waktu untuk hal-hal tidak berguna, seperti sok galau dengan playlist lagu Day6 di Spotify.

Berbeda dengan Zian yang menjalani hidup tanpa rasa benci dan suka. Dipta memilih untuk menyukai hujan dan buku, atau aroma buku, atau tumpukan buku intinya laki-laki itu menyukai semua tentang hujan dan buku. Duduk di pojok perpustakaan menatap hujan dari jendela berteman dengan beberapa buku di meja membuat laki-laki itu selalu lupa waktu, lupa dunia, lupa segalanya tapi masih tidak lupa dengan Zian. Bucin? Oh tentu tidak, ia hanya berkata jujur. Katanya bohong itu dosa, jadi ia tidak akan berbohong. Kecuali, mengenai uang jajan yang ia dapat dari Bunda atau jadwalnya pergi ke kampus. Karena sang bunda yang berprofesi sebagai seorang guru terkadang membuat laki-laki berhidung mancung itu tidak suka, karena tentang pendidikan bundanya akan terus-menerus ikut campur. Tapi, setidaknya laki-laki itu masih memiliki bunda yang juga berperan sebagai pengganti sang ayah.

Ada beberapa kebiasaan yang membuat laki-laki itu terkadang dicap aneh oleh teman-temannya. Dipta lebih suka duduk di bawah pohon yang rindang daripada dikursi lorong kampus. Katanya, Einstein pernah berkata bahwa hidup damai dan sederhana jauh lebih membahagiakan daripada mengejar kesuksesan berbalut kegelisahan terus-menerus. Bagi Dipta duduk di lorong kampus hanya membuat pikirannya gelisah karena tumpukan tugas yang belum ia selesaikan.

Mengunyah es batu juga kebiasaan yang dari kecil laki-laki itu lakukan, alasannya karena ketika gigi gerahamnya sakit sang ayah akan menyuruhnya menggigit es batu sekuat mungkin, meski sakit tapi giginya tidak lagi terasa ngilu dan tanpa ia sadari Dipta menjadi terbiasa menggigit es batu meski giginya tidak lagi sakit. Satu lagi, laki-laki itu suka sekali permen kapas. Jika ia disuruh memilih antara pergi ke Cappadocia dan makan makanan luar negeri yang enak atau pergi ke pasar malam dan diberikan lima permen kapas, ia tentu akan memilih pergi ke pasar malam. Laki-laki itu tidak punya alasan khusus mengenai kesukaannya itu.

Berbeda dengan Zian yang mungkin hanya memiliki teman dekat bernama Syafira Arindra. Dipta jauh lebih terbuka dan mudah bergaul dengan siapa saja. Kini, ia memiliki tiga orang teman laki-laki yang agak-agaknya sedikit lebih terlihat seperti anak teknik daripada anak kedokteran. Tidak perlu dibayangkan karena disini kita tidak akan membahas terlalu banyak mengenai mereka.



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Zian [END]Where stories live. Discover now