[24] Pengumuman Kedua

82 5 0
                                    

Keesokan harinya, suasana hati kedua orang tua Asti terlihat makin muram. Mata Asti terlihat sembab karena menangis semalaman.

"Apa sebenarnya yang terjadi?", tanya Mamah Asti pada anak pertamanya Heidi. "Apa mereka benar-benar akan berpisah?", suaranya resah saat menunggu Asti datang.

Siang ini, kedua keluarga mereka kembali berkumpul untuk mendengarkan penjelasan Asti. Semua orang tampak tegang.

"Sebelumnya, kami minta maaf karena sudah membuat kalian sedih...", Asti mulai bicara sementara Rian duduk diam di sebelahnya.

"Akhir-akhir ini, kami memang banyak memikirkan ulang tentang hubungan kami berdua. Seperti yang kalian tahu, kami sudah pacaran dan bertunangan dalam waktu lama. Tapi menikah, ini sangat berbeda..."

"Kami menyadari konsekuensi pernikahan sangat berat", ujar Asti. "Lagipula, Kak Rian mungkin khawatir aku terbebani. Beberapa waktu lalu aku memang sempat marah-marah dan bilang masih belum siap menjadi istri..."

Rian menoleh. Wajahnya tampak penasaran. Skenario macam apakah yang akan dikarang Asti untuk menenangkan keluarga mereka karena membatalkan pernikahan ini?

"Ayah dan Papah jangan marah dengan Kak Rian yaa?", Asti memandangi Ayah mertua dan Papahnya, kemudian matanya beralih pada orang tua perempuan mereka, " Mamah sama Bunda juga..."

"Ini semua salah Asti. Sepertinya Asti memang belum cukup dewasa bersikap", ujar Asti dengan wajah penuh penyesalan.

Mamah Asti menarik nafas berat. Beliau mungkin ingin sekali memarahi tingkah putri semata wayangnya itu namun berusaha menyabarkan diri. Lagipula, nampaknya cerita Asti masih belum sampai ujung.

"Tapi kami nggak serius mau berpisah, kok! Kak Rian cuma sedang kesal aja karena dia sepertinya masih setengah hati mengizinkan Asti melanjutkan studi..."

Eh?? Rian tak mengerti sama sekali maksud perkataan Asti yang berbelit-belit itu. Keningnya mulai berkerut!

"Jadi kamu mau lanjut studi?", Mamah Asti terdengar agak histeris.

Asti mengangguk.

"Kemana?", tanya Mamahnya.

"Twente University di Belanda, Mah"

"Trus mau ditunda gitu nikahnya?", kali ini Bundanya Rian ikut bersuara.

"Enggak kok, Bunda. Kita tetap nikah sesuai rencana. Cuma nanti kita mungkin bakal LDR-an lagi..."

"Alhamdulillah...", kelegaan menyerbu keluarga mereka.

"Tunggu...", ujar Rian gugup. "Ehmmm...kami mohon izin bicara berdua sebentar...", dia memberi kode dengan tangan agar Asti mengikutinya ke taman belakang.

Sejak tadi dia sudah ingin protes. Tapi...

🍀🍀🍀

Sebelum pertemuan keluarga....

"Aku punya permintaan...", ujar Asti pada Rian.

"Apa?", tanya Rian.

"Apapun yang kukatakan, jangan pernah menyela atau membantah ceritaku di hadapan keluarga kita..."

"Oke!", Rian setuju. Dan janji itulah yang membuatnya terpaksa menahan diri sehingga tidak ada kegaduhan baru disana!

🍀🍀🍀

"Kamu sebenarnya ngapain sih??", Rian masih tak bisa mencerna dengan baik maksud penjelasan Asti barusan. "Bukankah kita sudah sepakat bakal putus dengan tenang?"

Asti mengangguk. "Dan kita kemarin sudah putus dengan tenang kan??", ujar Asti. "Aku bahkan menangis semalaman kayak biasanya orang putus cinta itu. Lihat, mataku sampai mirip ikan mas koki gini...", Asti menunjuk mata sembabnya.

Rian menahan sesuatu yang tiba-tiba menusuk dadanya!

"Lalu kenapa kamu bilang kita tetap nikah?"

Asti menatap ke dalam mata Rian. "Kamu yakin mau meninggalkanku dan membatalkan pernikahan kita?"

Rian menghindari tatapan Asti. Sejujurnya baru semalam mereka putus tapi rasanya dia sudah depresi. Tapi Rian tak ingin memaksa Asti lagi.

"Bukannya kamu benci terus bertengkar denganku?", Rian mengingatkan.

Asti mengangguk. "Memuakkan memang jika kita terus-menerus bertengkar pada hal-hal tak krusial seperti dulu itu", akunya. "Tapi kupikir, selama nanti Kak Rian mau mengerti dan memahami pandanganku, menghormati keinginanku dan juga bersedia mempercayaiku, aku tak keberatan sedikit bertengkar denganmu"

Kening Rian berkerut. Ada apa dengan Asti?

"Lagian, setelah kupikir-pikir, mana ada sih hubungan dua manusia yang berjalan tanpa pertengkaran sama sekali", lanjut Asti lagi. "Mungkin baiknya, kita anggap aja, pertengkaran itu bumbu penyedap yang bikin hidup kita jadi lebih hidup. Gimana?"

Rian memelototi Asti waspada. "Kamu beneran Asti?", gumamnya.

"Bukan. Ini avatarnya kok!", suara Asti sewot.

Mau tak mau, Rian tersenyum mendengarnya. Sudah lama mereka tak bercanda seperti ini.

"Jadi kita sudah baikan kan??", Asti mencoba mengembalikan fokus utama pembicaraan mereka.

Rian tampak ragu. "Entahlah. Aku..."

"Oh, ayolah, Kak!", Asti langsung memotong. "Pokoknya, kalau nanti kita bertengkar lagi, aku akan sedikit mengalah denganmu..."

Rian tertawa mendengar tawaran Asti. "Kalau begitu, tetap saja aku yang harus banyak mengalah kan??", protesnya.

Asti mengangguk. "Meski begitu, aku nggak akan pernah meninggalkan Kak Rian...", janji Asti.

"Bukannya tadi kamu bilang mau LDR-an lagi?"

"Ah, itu kan cuma strategi biar nggak dimarahi..."

Rian kembali tertawa. Sepertinya dia tak asing dengan situasi seperti ini!

"Jangan bilang nanti kamu menyesal yaa?", ujar Rian akhirnya. "Aku sudah ngasih kamu kesempatan melarikan diri..."

Asti hanya mengangguk kemudian tertawa!

🍀🍀🍀

*ditulis dengan cinta...💕

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang