Siti Julaeha

4.6K 417 20
                                    

Dua puluh tahun silam, sepasang suami istri menemukan bayi perempuan yang masih merah, lengkap dengan plasenta dan ari-arinya, menangis di antara semak-semak dekat pembuangan sampah di samping rumah mereka.

Subuh itu seperti biasa, Babeh Rohim dan istrinya Enyak Farida akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan membuat bakso. Ya sehari-hari mereka bekerja sebagai penjual bakso keliling di desanya.

"Bang, denger kagak? Ntu kayenye suara bayi," ujar Nyak Ida pada suaminya ketika hendak naik ke motor. Kemudian mereka mendekati sumber suara, ternyata benar, seorang bayi di dalam kardus yang terbungkus jaket hitam.

"Ya Allah, Bang. Ini bayi beneran bayi manusia!" Ida langsung mengendong bayi itu.

"Astagfirullah aladzim, masih hidup, Da?" tanya Rohim.

"Masih, kan tadi nangis. Siape yang tega ngebuang bayi di sini?" Ida menangis, tidak habis pikir, siapa yang tega membuang bayi tak berdosa ini.

Bertahun-tahun menikah, Ida belum juga di beri keturunan, tapi dia dan suaminya terus bersabar dan berdoa agar segera di beri anak. Tapi ini, ketika Tuhan memberi seseorang amanah, malah ada yang menyia-nyiakannya dibuang bagaikan sampah. Seperti yang di lakukan orang yang membuang bayi mungil dalam gendongan Ida. Di mana hati nuraninya sebagai manusia?

"Ayo kite bawa ke rumah pak RT." Rohim dan Ida tidak jadi ke pasar. Kedua pasangan itu lalu membawa bayi temuan mereka ke rumah pak RT. Mereka berjanji akan merawat anak itu jika tidak ada orang yang mau ngaku sebagai orang tuanya.

Pagi itu semua warga geger dengan penemuan bayi perempuan. Mereka yakin kalau bayi ini bukan dari desa mereka.
Akhirnya setelah melalui perundingan bersama antar tokoh dan aparat desa, bayi itu resmi di asuh oleh Rohim dan Farida.
Dua bulan kemudian Farida dinyatakan hamil, tentu saja pasangan itu sangat bahagia akan mendapatkan anak lagi. Ida melahirkan anak mereka berjenis kelamin laki-laki. Mereka tidak membeda-bedakan antara anak angkat dan anak kandung, semuanya mendapatkan kasih sayang yang sama.

Siti Julaeha atau yang biasa di panggil Leha, perempuan yang mempunyai tinggi badan 160 cm , kadang merasa miris jika mengingat dari mana dia berasal. Ya Leha tahu kalau dia cuma anak pungut dari semak-semak. Leha tak habis pikir, kok ada orang tua yang tega membuang darah dagingnya sendiri. Padahal kalau mereka tidak ingin merawat anaknya, bisa di berikan pada panti asuhan atau pasangan yang mendambakan kehadiran seorang anak, daripada di buang seperti sampah.

Leha yakin kalau dia cuma anak haram yang tidak di inginkan, mungkin saja dirinya ini anak dari hasil perselingkuhan, atau anak akibat pergaulan bebas para remaja atau mungkin hasil pemerkosaan. Sehingga orang tuanya tidak menginginkannya.

Terlepas dari semua itu, dia sangat bersyukur karena sudah di rawat dan di besarkan penuh kasih sayang oleh orang tuanya yang sekarang. Tidak ada sedikit pun di pikiran Leha untuk mencari orang tua kandungnya, baginya cukup Babeh Rohim dan Enyak Ida dalam hidupnya. Buat apa mencari orang yang sudah membuangnya.

Itu sebabnya, sebandel-bandelnya Leha, dia tidak pernah mencoba-coba melakukan sex bebas seperti teman-temannya. Dia menjaga kehormatannya untuk di berikan pada suaminya kelak setelah menikah.

Leha hanya sekolah sampai kelas 4 SD saja, karena dari kecil dia tidak suka belajar. Zaman sekolah dulu dia sering bolos  dan malah pergi ngamen di jalanan. Sebenarnya otak Leha cerdas, hanya dia malas belajar. Berkali-kali orang tuanya melarang, tapi Leha tetaplah Leha, dia selalu bilang tidak ingin sekolah, karena sekolah itu ngebosenin, ga asik, dan banyak aturan.

Akhirnya Rohim dan Ida hanya pasrah saat Leha menjadi pengamen, padahal pasangan itu mampu menyekolahkan putri angkatnya itu sampai kuliah dari hasil jualan bakso, tapi mereka tidak ingin memaksa Leha.
Satu yang selalu Rohim pesan pada Leha, di manapun putrinya itu berada dia harus menjaga nama baik keluarganya, nakal boleh asal jangan kelewat batas.

Istri Rahasia Duda Arab(Duda Araban jilid 4)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang