[30] BERTEMU ARWAH

176 30 0
                                    

Dia penipu, dia pembohong dan dia seseorang yang harus kamu jauhi. Anehnya, kamu menerima cinta dari orang-orang yang kusebut tadi.

---•••---

Kesedihan datang begitu saja saat Iraya dengan teganya berucap pelan namun berhasil melukai hatinya. Sekejap ia membisu, tak ada pembicaraan yang terdengar, hanya suara mesin EKG memekik di sana.

"Lo mengusir gue gitu aja?"

"Kenapa lo masih bertanya Della?" tanya Sofia saat ia mendekat, gadis itu mencengkram bahu Della lalu menarik agar bisa saling bertatapan. Saat tubuh Della berputar dengan kasar jemari Sofia terkepal.

"Lo hampir membunuh Anna beberapa kali, dan sekarang lo datang tanpa dosa bahkan ingin berbicara dengannya yang sekarang tertidur lemah. Apa lo gak punya hati? Lo gak pernah menyesali segalanya?"

"Membunuh? Jangan mengada-ngada Sofia_"

"Sofia? Siapa Sofia?" gadis itu menoleh melirik Azka yang tampak kebingungan. "Lo berpura-pura gak ingat, kan?"

"Siapa di sini yang penipu? Lo atau gue?" tanya Della sambil menunjuk ke arahnya. Gadis itu terdiam. "Gue tahu nama lo, gue tahu siapa nama lelaki yang yang sekarang berdiri di samping lo. Azka, benar, kan?"

Saat pertanyaan tadi ter-arah kepada Azka, ia hanya memandangi Della dengan segala keraguan dalam dirinya, saling menatap membuat Della merasakan sesak kian mengurung pernapasan.

"Apa yang membuat lo yakin dengan nama gue?"

"Karena hanya ada dua orang di dunia yang gue temui. Jika lo bukan Araz, sudah bisa dipastikan lo Azka. Sekarang gue tanya, apa lo tak mengingat tentang gue? Kejadian di sekolah dan pembunuhan diri lo sendiri?"

Semua saling pandang secara bergantian, sangat ketara sekali bahwa kebingungan merajalela di sana. Ada tawa yang tersimpan seolah meremehkan namun tak bisa mereka tampilkan.

"Pendongeng handal," ucap Yeri memelan namun masih terdengar dengan jelas.

"Benar, percuma menjelaskan kepada orang-orang yang hidup tapi mati seperti kalian. Dan bisa gue pastikan, ini untuk terakhir kali kita bertemu."

"Bagus," sentak Sofia. "Lo harus pergi jika perlu hilang dari dunia ini, keberadaan lo di sini hanya akan merubah segalanya menjadi lebih buruk. Dan kedua orang tua lo Del, gak akan pernah peduli jika lo mati sekalipun."

"Maka dia akan kehilangan dua putri sekaligus," jawab Della tenang. Tersenyum ia pelan lalu kembali mengarahkan pandangan kepada Sofia.

"Sebelum gue benar-benar pergi, izinkan sebentar saja berbicara dengannya. Dan juga lo, apa lo mau?"

"Gue?"

"Iya. Ada beberapa hal yang mengusik pikiran gue tentang lo Sofia. Maksud gue, siapa?"

"Shiena."

"Aa, Shiena."

Yeri bangkit dari duduknya, mendekati Shiena dan berdiri di sisi kiri.

"Apa?"

"Gue gak mau berbasa basi karena waktu gue hanya sebentar. Yang ingin gue tanyain, siapa Arkan? Di mana lo mengenalnya? Dan apa yang terjadi antara lo sama dia?"

Pegangan Shiena di lengan Azka mengencang, bahkan nerta yang terus memandangi Della tak berkedip sama sekali, dari mana Della tahu tentang Arkan dan mengenali lelaki itu.

"Lo... Lo tau Arkan dari mana? Lo kenal sama dia?"

Della tak bersuara, ia hanya mengangkat jemari lalu menunjukkan cincin permata cantik yang melingkar indah di jari manisnya, saat itu pula senyum pilu mulai terukir.

"Gue istrinya. Arkan suami gue," jawab Della lantang.

"Jangan bercanda Della."

"Ini bukti nyatanya Shiena, apalagi yang membuat semua ini hanya bercandaan belaka. Dari wajah terkejut lo barusan sudah sangat jelas kalau antara lo dan Arkan punya masa lalu yang masih tersimpan rapat. Benar, kan?"

"Shiena," panggil Azka saat gadis itu menutupi mulut saking syok. Tak ada suara atau pembelaan yang mulai terlontar dari bibir Shiena, ia hanya mendongak lalu menggeleng pelan.

"Azka, aku bisa jelasin sama kamu semuanya, tapi boleh aku berbicara dengannya berdua saja. Ini penting," tutur Shiena pelan, ia menekan kalimat itu seolah benar-benar sangat penting. Jika di lihat dari cara ia bicara, ketakutan berputar di sana.

"Kamu janji akan memberitahuku segalanya nanti?"

"Aku janji. Aku janji Azka."

"Oke, silakan."

Shiena tak berpikir panjang lagi, ia menarik lengan Della agar menjauh dari kedua orang itu, di sana hembusan napas yang keluar mulai berubah tak beraturan.

"Apa yang membuat lo menerima lelaki itu?"

"Kenapa dengan Arkan?"

"Lo tahu dia Della. Lelaki yang seharusnya lo jauhi sekarang justru lo terima lamarannya. Gila lo!"

Bukan sekali dua kali kebingungan datang, tetapi sekarang membuat ia ingin mendengar lebih banyak, tak masalah jika semuanya berputar bahkan menghancurkan otaknya, Della tak peduli lagi dengan itu.

"Semuanya terjadi secepat kilat. Gue bahkan gak paham hingga detik ini."

"Pergi dari sana sekarang juga!" Shiena mencengkram bahu Della dengan sangat kuat, mata yang memerah menandakan bersungguh-sungguhnya gadis berambut sebahu itu.

"Dengerin gue Della. Meskipun gue membenci lo, bukan berarti membiarkan Arkan menjebak gadis lain untuk dia jadikan bahan selanjutnya. Lelaki itu berbahaya_"

"Tunggu. Apa bisa lo menjelaskan secara singkat sama gue. Apa yang baru saja lo jelasin tak membuat gue mengerti sama sekali."

Shiena melepas cengkraman lalu mendekat. "Arkan mencari seseorang untuk ia jadikan bahan per_"

"DELLA... HAAI.."

"AAAGHH..."

"Dell, kenapa?"

"Aagh."

"Della," panggil Shiena saat Della berjongkok sembari menutupi telinganya dengan erat, erangan perih tadi berhasil membuat Yeri dan Azka mendekat. Ia ikut menyentuh bahu Della dengan lembut untuk memberikan penenangan.

"S-suara itu menyakiti gue. Bagian dalam telinga ini rasanya dicabik. Sakit... Ini sakit, tolong sakit sekali," isakkan Della lolos begitu saja, kengiluan dan pedih bersatu membuat ia hanya mampu meringis lalu menangis.

"Air, Yeri ambilkan air," teriak Shiena yang diangguki cepat oleh Yeri, berlari ia untuk mengambil air yang tertera di atas nakas.

"Dell, lo minum dulu."

Della mengangguk dalam getaran kuat yang menghantam tubuhnya. Saat air dari tangan Shiena hampir ia minum refleks jemari Della menepis hingga hancur dan berserak di lantai.

"D-darah... I-itu darah, bukan air."

"Astaga. Ini air putih Dell. Apa maksud lo darah?"

"G-gak, itu darah. Lo lihatlah, itu darah. APA KALIAN BUTA!" pekiknya. "Semuanya berserak dengan jelas dan kalian masih meyakini itu air putih. Mata gue gak rusak. Dan gue gak gila."

"Tapi ini bukan darah Della, buka mata lo!"

"Enggak."

"Della sadar," Shiena mengguncang tubuh yang sekarang terduduk lemah di lantai. "Kenapa lo bertingkah aneh kek gini?"

"Mereka menyakiti gue. Mereka membuat gue terjebak di sini. Mereka mengubah gue menjadi gadis yang bodoh. Gue dipermainkan. Tolong. Gue mau keluar dan pergi. Tolong Shiena, siapapun, lepasin gue dari dunia yang mengerikan ini."

"TOLONG GUE..."

A N N A D E L L A

ANNADELLA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang