[27] TAMPARAN MAUT

188 37 2
                                    

Siapa istrimu, diriku atau dia yang wajahnya serupa denganku? Pilihlah salah satu, jangan keduanya, rakus!

---•••---

Della mengibaskan jemarinya yang terasa panas setelah berhasil melayangkan tamparan maut tepat kepada pipi Danu yang sekarang tampak memerah. Lelaki itu mengeraskan rahangnya dalam gelak tertahan.

"Sialan," umpat Della, garis bibir gadis itu terangkat dan tersenyum ia dengan sumbing. "Ternyata kalian masih sama. Lo dan teman-teman lo itu gak ada bedanya saat gue bertemu di sekolah, berandalan, bajingan, bahkan segala hal buruk dari kalian tampak memuakkan," sentaknya. Danu membisu.

"Gue akui, tubuh ini milik gue, tetapi, pikiran dan segala hal yang berdetak mungkin milik orang lain. Atau, sebaliknya. Entahlah."

Della menghela napas panjang, sebelum akhirnya ia berucap Della meyakini diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Danu. Gue sama sekali tak mengetahui apa yang terjadi sehingga gue bisa berada di sini. Lelaki bejat, belas kasih yang lo katakan membuat gue sempat berpikir, tetapi. Jika gue menanyakan segalanya sama lo, jawaban itu pasti tak akan gue dapat. Iya, kan?"

Satu tarikan napas Della mencerca Danu yang mulai memundurkan langkah. Ia tepuk tengkuk yang berdenyut tak karuan.

"Lo mulai mencurigai gue kan? Seorang Della yang semula lo kenal berbeda dari apa yang lo lihat hari ini. Benar, gue bahkan gak tahu, siapa gue? Siapa Anna? Siapa Della dan semua wajah serupa dengan nama yang berbeda."

"Gue juga capek menjalani ini!"

"Lo mau tahu segalanya?" Della terkejut saat Danu yang tak melirik sama sekali menanyakan itu padanya. Saat tatapan mereka beradu Danu mulai berucap pelan.

"Tak ada yang tidak kami ketahui tentang lo dan Arkan Della."

"Lo benar mau memberitahu semuanya. Lo yakin?"

"Tentu. Karena gue rasa otak lo mungkin terbentur sehingga bersikap aneh kek gini. Tapi gue percaya, lo Della yang sama."

"Jangan mengulur waktu. Lo bisa mengatakannya sekarang," desak Della, Danu terdiam.

"Kalian berdua tak saling mencintai. Ada dua orang yang memperhatikan lo dari jauh_"

"Danu."

Mereka mematung, suara Arkan seolah bergema sehingga ucapan Danu terhenti.

"Lo ngapain di sini?"

"G-gue, gue cuma ngobrol sama Della."

"Sejak kapan?"

"Hah?" Danu mengernyitkan dahinya bingung.

"Sejak kapan lo sedekat ini sama istri gue?"

"Apa-apaan sama pertanyaan itu? Kita dekat, ya otomatis gue juga harus dekat sama istri lo dong. Iya kan Dell?"

Danu mengedipkan mata memberi isyarat, beruntung Della paham sehingga ia mengangguk dengan cepat.

"Ya benar, kalian semua harus dekat sama gue."

"Aku gak salah dengar, kan Dell. Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau mereka tak pernah sejalan denganmu. Kamu juga sering ingin pergi dari sini, dan jauh dari mereka."

Mulut Della menganga. Bukan masalah ucapan Arkan tetapi, kapan? Ah, ia lupa lagi, mungkin saja saat tempat ini ia tinggalkan orang dengan wajah yang sama datang menggantikan tempatnya. Lalu siapa? Bukankah Anna koma di rumah sakit?

"Aku. Ngomong seperti itu sama kamu?" Arkan mengangguk. "A-aku gak ingat," jawab Della ragu-ragu.

"Nanti. Mungkin nanti kamu akan ingat segalanya Dell. Dan lo Nu, Gibran mencari lo karena masih banyak tugas yang belum selesai," titahnya. Danu mengangguk lalu mengundurkan diri sebelum semuanya tersampaikan.

Kekesalan Della memuncak. Bahkan sedikit lagi ia bisa mengerti kenapa bisa berada dan menikah dengan lelaki ini. Karena hal yang terjadi seakan naik perlahan, awalnya mereka berpacaran, pertunangan dan sekarang sudah menikah. Bahkan, dua kali statusnya tak berubah, atau jangan-jangan..

"Apa yang kamu pikirin Della?" tanya Arkan sembari mengusap rambut yang ikut basah saat ia mencuci wajahnya ulah ice dari Della. Ia juga memberikan senyum cerdik kepada gadis dengan seribu tanda tanya dalam otaknya.

"Dell."

"Banyak. Salah satunya, siapa Sofia?" tanya Della yang semula terdiam. Arkan melipat lengannya.

"Kamu cemburu?"

"Cemburu?"

"Iya. Saat Danu bilang kalau Sofia mantan pacar aku, kamu memikirkannya hingga detik ini, kan? Sampai-sampai kamu mendekati Danu hanya untuk mencari tahu segalanya?"

Della mendekat, kali ini ia usahakan untuk memulai lebih dulu. Ia usap baju yang sedikit terkena cipratan air lalu mendongak memberikan senyuman halus.

"Kalau aku cemburu, apa kamu senang?"

"Sama sekali tidak," jawab Arkan, ia meraup jemari Della lalu menciumnya. Di sana tatapan bingung terpancar dari Della.

"Apa maksud kamu?"

"Karena aku akan kehilangan dirimu Dell."

"Aku?"

"Benar, istriku tak pernah cemburu dan merasa cemburuan. Bahkan tentang Sofia, tak membuatnya tertarik untuk membahas."

Penuturan Arkan langsung meresap hingga jemari tadi dilepas dengan kasar oleh Della, sangat jelas sekali terdengar dan sangat paham Della apa artinya.

"Istrimu?" tertawa ia lalu menyembunyikan sambil menunduk. "Aah, aku mengerti sekarang."

"Kamu mengerti? Bagian mana yang membuatmu mengerti?" tanyanya.

Membeku Della di tempat, tak bergerak dan enggan beranjak. Bagian mana? Apa yang membuat Arkan berani menanyakan sesuatu yang sudah sangat ia perjelas. Dalam semua perasaan gundah yang terus bergelut, hati Della mulai berdetak riuh. Kecewa. Kenapa juga ia harus kecewa mendengar ucapan Arkan baru saja.

"Della."

"Kamu hobby berteka-teki Arkan. Kenapa? Apa karena aku bodoh? Kenapa bertindak yang sangat mudah untuk ditebak?

"Aku tak ingin membodohimu Della. Aku, hanya senang melakukan hal seperti ini."

"Aku mulai ragu_" ucapan Della terhenti ketika Arkan tersenyum sembari menggaruk keningnya.

"Ada apa?"

"Bajingan!" kedua jemarinya mencengkram kaos hitam yang dipakai oleh Arkan, semakin ia per-erat semakin tenang wajah tampan dengan sejuta kebohongan dalam dirinya.

"Siapa lo? Siapa orang-orang itu? Kenapa semua ini terjadi?"

"Della. Lepasin tangan kamu."

"Gak akan sialan!" pekik Della bersamaan dengan amarahnya. Kedua netra gadis itu memerah sekaligus menahan sesak yang terus memburu.

Pegangan tangan Arkan menguat begitupun tarikan Della, setidaknya berhasil membuat rahang Arkan mengeras.

"Lepas Dell, atau kamu akan terluka?"

"Lo berani melukai gue?"

"Bahkan lebih dari itu aku bisa," ucap Arkan tanpa beban, ia juga mengatakan segala hal dengan sangat tenang, inikah dirinya?

"Lo."

"Berhenti memanggil lo, gue Della."

"Bukan urusan lo," sentak Della lalu melepas cengkramannya, tubuh Arkan terdorong kasar ke belakang. "Lagipula, punya hak apa lo melarang gue melakukan hal yang gue sukai."

"Tentu aku punya hak, karena kamu istriku_"

"Istri?" tanya Della yang tak bisa menghentikan tawanya. "Istri lo yang mana Arkan? ISTRI LO BUKAN GUE SIALAN!"

A N N A D E L L A

ANNADELLA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang