23

369 72 7
                                    

Rizuki san mematung mendengar ucapan Dewi sebelum berlalu. Ia berbalik, menatap ambang pintu yang sudah melenyapkan kehadiran Dewi.

"jika butuh bilang saja, dengan senang hati saya membantu putri anda"

____

Sudah tiga hari berlalu semenjak Dewi magang di sini. Orang-orangnya cukup ramah. Yah, walaupun pada awalnya mereka nampak tak menyukai kehadiran Dewi.

Produk buatannya juga sudah diluncurkan. Namun, entah mengapa orang-orang nampak tak berminat. Mungkin karena merasa tangan sintetis-nya tak diperlukan mengingat ada Hero? Yah, entahlah.

'yah, jujur aku ga sepinter Hatsume dalam hal promosi. Di otakku isinya cuma imajinasi random dan aneh. Buktinya soal ini saja aku ga bisa. Coba kalau Hatsume di posisiku, pastinya dia udah punya 1001 rencana atau bahkan lebih,' benak Dewi

Kebiasaan buruk Dewi yang sudah lama tak ia keluarkan, pesimis.

Ia mendongak seraya terpejam. Dirinya langas mengernyit kala menyadari cahaya yang redup dari balik kelopak matanya. Disaat membuka mata, ia dibingungkan dengan kehadiran tangan seseorang yang menggenggam kertas dan sudah dijilid tipis.

"buka, sudah pegal ini," ucap sang empunya tangan

Dewi menurut, lantas mengambil benda itu dengan sedikit ragu. Ia membuka lembaran demi  lembaran. Dirinya tersontak senang dengan apa yang terkandung dalam kertas-kertas tersebut.

"wah arig-"

"itu tak gratis," sang pelaku tadi, Rizuki san, memotong ucapan terimakasih Dewi

Dewi tersenyum tipis. Rizuki san yang masih menyaku tangannya berujar, "berikan produk pertamamu pada saya"

Dewi membulatkan mulutnya, paham. Ia lantas menganggukkan kepalanya menyetujui.

"dan juga.. bagaimana kau bisa tau putri saya membutuhkannya?," tanya Rizuki san curiga

Dewi mengembangkan senyumnya, ah ralat, smirk, membuat Rizuki san seketika merinding, "anggap saja saya pintar mencari informasi"

"stalker," Rizuki san memasang tampang jijik

Dewi terkekeh, 'yah, itu aja sebenernya dapet tau dari orang sini'

Flashback

Dewi menghela nafas. Beberapa menit yang lalu, ia baru saja bertemu dengan Rizuki san selaku kepala divisi perancangan. Rizuki san melontarkan berbagai ucapan tak mengenakkan, dimana membuatnya tak betah dan memilih pergi sejenak.

Atensinya kembali teralihkan kala seorang karyawati dan seorang karyawan ikut menuang kopi. Mereka yang agaknya sepasang kekasih benar-benar melekat.

"sudah, jangan pikirin kepala divisi perancangan, dia memang begitu," sahut sang karyawati mendengar helaan nafas tadi

Dewi tersenyum, tipis. Ia meneguk pelan kopinya, menyesapi kafein hangat yang membasahi kerongkongan.

"apa kau tau kalau dia seperti itu karna iri dengan alatmu? Maksudku, putrinya mengalami kecacatan akibat kecelakaan beberapa bulan lalu," sang karyawan menyendeh pada ujung meja

Dewi mengernyit, 'tunggu, ini mau ghibah?'

Karyawati tadi ikut menyahut, "ah iya benar. Kudengar dia punya proyek untuk membuat tangan palsu namun ditolak mentah direktur karna bahan dan lainnya yang kurang efisien"

Dewi menggaruk tengkuknya, merasa bahwa pembahasannya tiba-tiba menjurus menjadi ghibah.

'tapi mayan sih buat info, jangan sia-siakan,' lirih Dewi mengangguk-angguk

my story on bnha [ONGOING]Onde histórias criam vida. Descubra agora