20

502 103 70
                                    

DEWI'S POV

Bel sudah berbunyi sejak tadi. Walau demikian, diriku masih saja belum beranjak dari bangku. Seruan dari hatsume yang menginterupsi pun kubalas dengan anggukan. Aku menenggelamkan wajahku pada lekukan lengan, menghisap setiap oksigen yang berpadu dengan harum Petrichor.

Wajahku sedikit menengadah, mengamati setiap inchi kacamataku. Atensiku teralihkan kala Hiroaki bersender di ambang pintu sembari ngos-ngosan. Aku yang hanya memiringkan kepalaku kembali tenggelam pada lekukan tangan.

"lah, belum pulang?," ia berlalu ke arah bangkunya yang tak jauh dariku

Aku hanya berdehem. Grusak grusuk serta seruan senang darinya membuatku sedikit penasaran.

"apa yang ketinggalan?," tanyaku tak mengubah posisi

Hiroaki lantas berdehem. Ia mendekat seraya menggeser kursi di depanku.

"buku Kimia. Lagipun, kau kenapa belum pulang coba? Sudah seperti orang depresi saja," dirinya mengejek tak lupa menyenderkan wajahnya pada tangan

Aku tak menyautnya. Bukan tersinggung, hanya saja dirinya ada benarnya. Moodku hancur sejak adegan klise kala itu di toilet. Ah, jangan lupa saat diriku yang merasa hanya berduaan dengan Ryomen di kelas. Mengingatnya saja sudah membuatku pusing.

Sibuk dengan pemikiranku, dapat kurasakan sebuah tangan hangat yang mendarat lembut di atas kepalaku. Sang empunya bahkan tak segan-segan untuk membelai lembut. Aku lantas sedikit bergidik.

Ia nampak menahan tawa, "pfft, lihat ini. Dewi si anak dari masa depan sedang depresi. Yosh, sini cerita sama abang, dijamin masalahmu bakal bertambah"

Aku menyentakkan kepala, menatap sinis pemuda di depanku yang tengah tertawa. Mataku sedikit membelalak kala mendapati wajahnya yang err- lumayan rupawan. Mata sayunya yang memancarkan keteduhan, hidungnya yang mancung, serta rahangnya yang kokoh, aku-

"tersepona, aku tersepona~," senandungnya seraya menatap nakal ke arahku

'ah, aku seketika lupa kalo dia curut,' innerku kesal

Hiroaki kembali terkekeh geli disusul berhenti kala mendapati rautku yang masam, "oke gomen, jadi ada apa?"

Ia kembali bertanya. Tak ada secuil ejekan pun yang tersirat dalam ucapannya, semoga. Aku menyenderkan punggungku pada kursi. Embusan angin lantas menerpa kita yang hanya berdua di kelas.

Ku tatap kedua matanya lurus, pertanda bahwa diriku kini serius.

"quirkmu.. semacam cenayang kan?," aku bertanya sedikit merendahkan intonasi

Hiroaki mengernyit. Ia mengangguk terpatah-patah seraya tak menurunkan pandangannya. Aku pun ikut mengangguk, "jadi.. saat waktu itu kau menerawang siapa pelakunya, bagaimana caranya?"

Ia mengangguk paham maksudku sembari memasang pose berpikir. Matanya terbuka disusul melirik ke kiri bawah.

"hmm, kurasa aku hanya membayangkannya saja lalu, boom!," ia membalas diikuti tangannya yang tengah memperagakan

Aku menegakkan posturku. Kutarik kursi yang tengah ku duduki hingga merapat pada meja.

"yah tapi, quirku tak akan bekerja dengan baik saat aku tertekan atau emosi berlebih. Juga quirku itu sangat lemah. Aku hanya dapat merasakan saja apa yang ku terawang, intinya kabur dan tak jelas," jelasnya panjang lebar


Aku mengangguk paham, "seperti kemarin?"


Ia mengangguk.


"oke, terimakasih banyak ya! Kau orang yang baik," aku yang sumringah lantas berpamitan seraya berlalu pergi, meninggalkan Hiroaki yang bersemu

my story on bnha [ONGOING]Where stories live. Discover now