[ Part 8 ] Rumah Mama

Mulai dari awal
                                    

Sebenarnya Genan tak tinggal di Indonesia dua tahun setelah orangtuanya bercerai. Dia tinggal bersama ayahnya di Amerika. Tapi sekarang dia memutuskan untuk pindah ke Indonesia lagi setelah berhasil membujuk papanya. Selama itu pula Genan jarang berkomunikasi dengan sang Mama.

Bahkan geng motor yang ia pimpin hampir saja bubar karena Genan-sebagai ketua malah pergi ke negeri orang dengan waktu yang tak ditentukan saat itu. Meski saudara kembar, Genan dan Kevan memiki geng tersendiri. Zervanos adalah geng motor yang diketuai Kevan, sementara Genan memiliki geng sendiri bernama Rathanox. Meski begitu, kedua geng tersebut bersahabat dan saling bekerja sama.

Di sisi lain Nara yang masih berdiri di samping mobil menatap ibu dan anak itu dengan tatapan tak percaya. Seorang cowok yang penampilannya urakan dan wajahnya yang dingin serta tatapan tajamnya ternyata bisa berbicara selembut itu dengan wanita yang menjabat sebagai ibunya tersebut.

"Mama tahu, pasti karena Papamu. Nggak papa, yang penting sekarang Mamah seneng bisa lihat kamu sehat begini. Yaudah ayo masuk-eh bentar itu siapa? Nara ya?" tunjuk Almira pada Nara yang sedari tadi masih berdiri di samping mobil.

"Mama kenal?" Genan melupakan satu hal bahwa Nara masih bertetangga dengan Kevan.

"Ya kenal lah. Dia anaknya Pak Liam. Dia juga tinggal di komplek ini."

Oh iya, ya. Gue ke sini kan juga karena tuh cewek. Batin Genan.

"Pacarmu?" selidik wanita itu.

"Ha? Mamah ngawur 'deh. Kan Genan baru hari ini pindah sekolah. Kenal sama dia juga enggak," elaknya.

Almira terkekeh kecil. "Yaudah bawa masuk dulu. Kayaknya dia lagi nggak sehat. Pucet banget soalnya."

"Ta-"

"Bawa masuk gih. Mama mau ajak dia makan siang sekalian. Abis itu nanti kamu anterin pulang ya?"

"Iya ini Genan mau anterin dia pulang aja. Katanya deket dari sini rumahnya," tolak Genan.

"Ajak makan siang dulu ayok. Kayaknya dia lemas banget, itung-itung buat tambah energi," jawab Almira terkekeh kecil.

"Ta-"

Belum sempat Genan mengelak, wanita yang masih terlihat awet muda itu menghampiri Nara. Saat semakin dekat, Almira baru sadar bahwa tubuh gadis itu dipenuhi memar kebiruan. Wanita itu menghampirinya dengan pandangan terkejut.

"Ya ampun, Nara, kamu kenapa? Siapa yang bikin kamu kayak gini?"

Sejujurnya Nara merasa risih saat lagi-lagi dia mendapat tatapan kasihan seperti itu. Gadis itu merapatkan cardigan rajut yang ia kenakan untuk menutupi luka tersebut.

"Enggak papa, tante."

"Masuk dulu yuk, nanti tante obatin lukanya."

Nara menggeleng, "enggak usah, Nara pulang aja lagian udah de-awhh," ringis gadis itu sebelum menyelesaikan ucapannya.

Sejujurnya tubuh Nara saat ini benar-benar sudah lemah. Bahkan untuk melangkah pun rasanya begitu berat. Kepalanya pening seperti berputar, apalagi rasa sakit pada perutnya yang begitu menyiksa dan menguras tenaganya.

"Tuh kan wajahmu pucet banget, Nak. Ayo masuk dulu. Istirahat sebentar, lukanya juga nanti tante obatin."

Nara pasrah saat wanita itu menggandeng lengannya, menuntunnya berjalan masuk ke rumah. Sedangkan Genan memandangnya dengan tatapan datar. Setelah keduanya masuk, baru lah cowok itu menyusul ke dalam.

Almira mendudukan Nara di sofa berwarna abu-abu gelap. Menatap kasihan gadis itu. "Tante bawa ke kamar aja ya, biar kamu bisa istirahat di sana."

"E-enggak usah, Tan. Di sini aja."

"Oh, yaudah tante ke dapur dulu."

Selepas wanita itu melenggang ke dapur, kini ruang tengah tersebut hanya tersisa dua orang. Beberapa menit berlalu, namun tak ada yang mulai bersuara, hanya lengang yang menguasai.

Namun, keduanya kompak menoleh saat pintu utama dibuka oleh seseorang. Tatapan Genan tetap sama, tak ada keterkejutan. Berbeda dengan Nara yang terkejut bercampur takut saat netranya menangkap sosok seorang Kevan Elgario di ambang pintu.

Cowok dengan messy hair style nya itu awalnya terkejut saat mendapati Nara berada di rumahnya. Namun seperkian detik tatapan itu menjadi tajam dan menusuk.

"Ngapain lo di sini?" tanyanya tak santai pada Nara. "Lo yang bawa dia?" Kini pertanyaan itu beralih pada Genan.

Genan tak menjawab, hanya mengedikkan bahunya. Lagi pula memang bukan dia yang membawa Nara masuk ke rumah ini. Melainkan Mamanya.

"Harusnya seneng dong dia di sini. Kan dia pacar lo," sahut Genan.

"Siapa yang bilang dia pacar gue? Itu cuma asumsi lo doang."

Kevan berjalan mendekat ke arah Nara. Menarik pergelangan tangannya hingga membuat gadis itu meringis sakit. Dengan tak berperasaan Kevan menarik Nara dari duduknya dengan kasar. "Cewek kayak lo nggak pantes injekin kakinya di rumah gue! Enyah lo sialan!"

Bruk!

Kevan hendak mendorong gadis itu, tapi belum sempat dia melakukannya tubuh Nara sudah tersungkur terlebih dahulu. Kevan tersenyum sinis. Tapi tidak, setelah dia mendapati suara sang Mama memasuki gendang telinganya. "Ya ampun Nara! Kamu apain Nara, Kev!?" tanya Almira.

"Jatuh sendiri Mah," jawabnya santai.

"Kamu-ya bantuin dong! Kasihan dia."

"Biarin aja lah," lagi-lagi Kevan tak peduli.

"Siapa yang ngajarin kamu berbuat kasar sama perempuan hah!? Kalau Mama tahu kelakuan kamu kayak gini, Mamah benar-benar kecewa sama kamu, Kev."

Melihat tatapan kecewa itu membuat Kevan luluh. "Maaf, Mah."

Mungkin sulit untuk meluluhkan hati dua pemuda tampan itu. Tapi jika hal itu berhubungan dengan sang Mama, maka dengan mudah mereka-Genan dan Kevan-kan luluh menurutinya.

"Bawa ke kamar Mamah aja, biar dia istirahat."

Kevan berdehem. Dengan berat hati dan perasaan dongkol dia mengangkat tubuh Nara. Lantas membawa gadis yang pingsan itu ke kamar Mamanya. Sementara Almira membuntuti di belakang.

Sesampainya di kamar, Kevan menurunkan Nara dengan sedikit kasar. Hal itu membuat Almira mentapanya tajam. "Pelan-pelan, Kev. Kamu nggak lihat Nara lemas banget gitu," ketusnya.

Kevan berdecak pelan, lalu pergi dari sana. Sedangkan Almira duduk di sisi ranjang. Tangannya mulai mengelus surai lembut milik Nara. Melihat banyaknya luka pada tubuh gadis itu membuat Almira meringis seolah ikut merasakan rasa sakitnya.

"Apa yang terjadi sama kamu sampai kamu seperti ini, Nak." Tentu ucapan wanita itu tak mendapat respon dari Nara yang masih menutup matanya.

"Apa aku panggil dokter aja ya?" monolog wanita itu, lantas mengambil ponselnya guna menghubungi dokter.

.
.

|🌹SILENCE OF TEARS🌹|

« Bersambung »

Mau ingetin, Kevan dan Genan itu kembar ya. Aku udah mikirin nama mereka biar nggak ketukar gitu. Menurutku nama 'Kevan-Genan' itu nggak begitu mirip, krn aku emang sengaja bikin gitu supaya gampang bedainnya.

Kalo aku kasih nama 'Kevan-Kevin' atau 'Kevan-Gevan' menurutku malah mudah ketuker dan nanti pembaca bisa salah ngira. Semoga nggak ada yang salah ngira deh 😵

Semoga suka sama part ini. Jangan lupa vote, komen, dan share ya lov <33

Next?

See you next part (๑•ᴗ•๑)♡

Silence Of Tears (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang